Penyesuaian Tarif PPN Merupakan Bentuk Keberpihakan kepada Masyarakat
Kamis, 19 Desember 2024
22:56 WITA
Nasional
1037 Pengunjung
PPN
Jakarta - Pemerintah berencana menaikan PPN sebesar 1% pada 2025. Kenaikan itu berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik 1% dari sebelumnya 11% menjadi 12% pada awal 2025.
Penyesuaian PPN ini dinilai mampu menghadirkan manfaat bagi masyarakat. Pasalnya, hasil dari penyesuaian tersebut bakal dikembalikan lagi kepada rakyat dalam bentuk pembangunan hingga pemberdayaan masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa tarif PPN Indonesia yang saat ini sebesar 11 persen masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan regional maupun anggota G20.
“PPN di Indonesia dinilai masih relatif rendah dibandingkan banyak negara di dunia. Kalau kita lihat baik di dalam negara-negara yang sama emerging atau dengan negara di region, maupun dalam G20,” kata Sri Mulyani di Jakarta.
Ditambahkannya bahwa penyesuaian Tarif PPN 1% hanya menyasar barang dan jasa Premium, seperti beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu, daging kobe), ikan mahal (salmon premium, tuna premium), udang dan crustacea premium (seperti king crab).
“Misalnya makanan yang dikonsumsi oleh kelompok yang paling kaya, yaitu desil 9-10 kita akan berlakukan pengenaan PPN-nya. Umpamanya seperti daging sapi yang premium, wagyu-kobe yang harganya bisa di atas Rp2-Rp3 juta per kilogram. Sementara daging yang dinikmati masyarakat berkisar antara Rp150.000-Rp200.000/kilogram tidak dikenakan PPN,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak berlaku bagi barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sederhana, dan air minum.
“Untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok bawah, pemerintah mempertahankan tarif PPN 11 persen untuk tiga komoditas pokok penting, yakni minyakita, tepung terigu, dan gula industri,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti mengatakan penyesuaian tarif PPN menjadi 12% dalam rangka mewujudkan keadilan serta gotong royong. Pajak yang dibayarkan masyarakat pada dasarnya untuk mensejahterakan masyarakat melalui program-program pemerintah.
“Hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN akan kembali kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Seperti BLT, Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan KIP Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi pupuk,” jelas Dwi.
Ditambahkannya bahwa tidak semua barang dan jasa terkena PPN. Barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran dikecualikan dari objek pajak ini.
"Perlu kami sampaikan bahwa prinsip utama penyesuaian tarif PPN dalam rangka mewujudkan keadilan berupa keberpihakan kepada masyarakat, serta gotong royong seluruh elemen bangsa," tutup Dwi. [*]
Komentar