PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Sidak JT Gilimanuk, Dewan Minta Tilang Bayar di Tempat

Sabtu, 04 Februari 2017

00:00 WITA

Denpasar

3481 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Denpasarsuaradewata.com - Komisi III DPRD Provinsi Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Jembatan Timbang (JT) Gilimanuk, Jembrana, Kamis (2/2). Sidak yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali I Nengah Tamba, ini didampingi anggota Wayan Adnyana, Ida Bagus Pada Kesuma, Gde Ketut Nugrahita Pendit, Kadek Diana, IGA Diah Werdhi Srikandi WS, Ketut Purnaya, Nyoman Suyasa, Kadek Nuartana, Ida Bagus Gede Udiyana dan Wayan Disel Astawa.

Sidak itu, menurut Tamba, bertujuan untuk mengecek kesiapan pelimpahan tanggungjawab pengelolaan JT dari Pemprov Bali kepada Pemerintah Pusat. Pelimpahan tanggungjawab pengelolaan itu sebagaimana diamanatkan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

"Kita datang memastikan penegasan UU Nomor 23 Tahun 2014 terkait pelimpahan JT ke Pemerintah Pusat. Bagaimana operasional, kita cek. Ternyata bedol desa semua diserahkan ke Pemerintah Pusat. Tanggungjawab hanya sebatas dalam batas wilayah tembok kantor," tutur Tamba, di Denpasar, Jumat (3/2).

Ia menambahkan, karena pengelolaan JT sudah menjadi urusan Pemerintah Pusat, maka diharapkan koordinasinya semakin bagus. Secara khusus, pihaknya menyoroti soal angkutan barang yang kelebihan muatan untuk diberikan sanksi yang tegas.

"Contohnya jangan lagi ada kucing-kucingan bongkar muat barang di jalan sebelum masuk JT. Lewati mesin cek JT, barang naik lagi. Jadi sudah dicek dan dipastikan di JT Jawa Timur, masuk Bali tidak lagi kelebihan tonase," papar Tamba.

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Bali itu mengatakan, kendati ada denda tilang bagi angkutan kelebihan tonase, namun potensi untuk tetap dilanggar tetap ada. Dengan sistem tilang yang berlaku sekarang, menurut dia, kurang memberi efek jera. Pasalnya, setiap angkutan yang kelebihan tonase, mereka hanya membayar Rp200.000 pada 14 hari kemudian di pengadilan. Selama 14 hari tersebut, mereka mengantongi surat tilang. Jika mereka melewati JT yang lain selama 14 hari itu, mereka tidak ditilang.

Karena itu, demikian Tamba, pihaknya mengusulkan denda tilang dibayar di tempat. Artinya, mereka harus membayar denda tilang di setiap JT yang mereka lewati mulai dari Jawa hingga di Bali.

"Sanksi tilang Rp200.000, menunggu sidang 14 hari. Tapi angkutan barang bisa nakal, surat tilangnya dipakai setiap hari selama 14 hari untuk angkutan tonase lebih. Jadi paling enak tilang di tempat langsung bayar. Di JT Jawa Timur dia bayar. Di JT Gilimanuk bayar. Di JT Karnagasem juga bayar. Setiap JT yang dilewatinya harus bayar. Artinya, jika dia melanggar kelebihan tonase melewati 4 JT, maka dia bayar Rp200.000 x 4. Itu usulan," tegas politisi asal Jembrana itu.

Ia menambahkan, kelebihan tonase angkutan barang menyebabkan kerusakan jalan. Makanya, dengan adanya sanksi tegas itu tidak ada lagi angkutan barang yang berani melebihi tonase. "Kerusakan jalan Gilimanuk-Denpasar sangat parah. Salah satu penyebabnya, angkutan barang bertonase tinggi," ujar Tamba.

Ia menyebut, dengan ditariknya kewenangan ke Pemerintah Pusat, maka pegawai yang bekerja di JT ditarik ke pusat dan anggarannya ditanggung Pemerintah Pusat.

"Anggaran pusat. Semua ditarik ke pusat, kecuali karyawan kontrak kembali ke provinsi. Tapi bulan Januari sampai 3 Febriari masa transisi dikomandani seorang koordinator. Tanpa anggaran seperak pun dari provinsi. Per Januari, provinsi sudah tidak ada lagi pembiayaan ke JT," pungkasnya.san/aga


Komentar

Berita Terbaru

\