PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Membendung Gerakan Radikalisme di Indonesia

Minggu, 24 Januari 2016

00:00 WITA

Nasional

4236 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal adalah perubahan yang amat keras menuntut perubahan undang-undang, sedangkan radikalisme merupakan paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrim dalam aliran politik.

Radikalisme adalah pemikiran atau sikap keagamaan yang ditandai sikap yang tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, cenderung menggunakan  kekerasan untuk mencapai tujuan. Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup. Kaum radikal selalu merasa kelompok mereka yang paling memahami ajaran Tuhan, karenanya,  mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap orang lain sesat. Dilihat dari sejarahnya, radikalisme terdiri dari dua wujud, radikalisme dalam pikiran, yang sering juga disebut sebagai fundamentalisme  dan radikalisme dalam tindakan, terorisme.

Terorisme tidak selalu menentang globalisasi, namun, terorisme juga memanfaatkan globalisasi untuk kepentingannya. Jaringan terorisme memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk menyebarkan ideologinya. Penyampaian pemberitaan dan pesan dapat cepat terkirim ke masyarakat global maupun kelompoknya melalui media massa, baik media cetak maupun elektronika. Tujuan dari kelompok teroris dalam pemanfaatan media massa antara lain penyebaran pesan atas rasa takut, ancaman, ideologi, perekrutan dan mengembangkan sel-sel terornya secara luas.

Negara Indonesia masih rentan terhadap gerakan radikalisme dan terorisme, walaupun banyak pelaku aksi radikal dan teorisme tertangkap.  Karena masih banyak jaringan-jaringan radikalisme dan terorisme yang masih eksis/tetap hidup di Indonesia, terlebih dengan  kemunculan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria(ISIS), karena itulah kaum muda sebagai generasi yang paling rentan harus dilindungi dari upaya propaganda radikalisme dan terorisme tersebut khususnya propaganda melalui media yang sangat sulit untuk dibendung.

Masyarakat khususnya generasi muda sebagai  generasi penerus bangsa harus dilindungi dari paham radikalisme. Upaya pencegahan untuk mereka jangan setengah-setengah. Kita harus mengoptimalkan  gerakan radikalisasi mulai dari lingkungan rumah, sekolah, dan  pergaulan mereka.

Anggota Komisi X DPR, Moreno Soeprapto menyatakan kunci agar generasi muda tidak mudah menjadi seorang teroris adalah dengan memberikan pendidikan,  baik pendidikan formal maupun agama sejak dari rumah sampai sekolah. Kalau generasi muda kita mendapat pendidikan umum dan agama yang baik, pasti otomatis paham radikalisme itu akan terbendung dengan sendirinya. Bahkan tidak hanya radikalisme dan terorisme, ancaman-ancaman paham negatif lainnya seperti narkoba akan “mentah”  dengan sendirinya.  Mengajak serta lembaga-lembaga kepemudaan untuk aktif mencegah masuknya paham radikalisme dan terorisme khususnya melalui anak muda.

Ketua Umum DPP  Lembaga Dakwah Islam Indonesia  (LDII),  Prof Abdulahzam menyatakan, LDII berfalsafah Pancasila, sehingga, jika ada perorangan ataupun kelompok yang akan mengganti Pancasila dengan apapun maka LDII akan semaksimal mungkin melawannya dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.  LDII menolak paham radikalisme dan terorisme karena itu bertentangan dengan ajaran dan kaidah Islam, nilai-nilai Pancasila dan UUD 45, serta mengancam persatuan indonesia. Indonesia merupakan negara majemuk sehingga setiap individu harus menghormati berbagai perbedaan yang ada. Semua harus bersatu untuk mewujudkan kebersamaan dalam kehidupan dan jangan menjadikan perbedaan sebagai pemicu pertikaian.

Untuk membendung penyebaran paham radikal dan terorisme,  antara lain dengan semangat menjalankan nilai-nilai Pancasila yang terbukti sudah menjadi alat pemersatu bangsa. Dengan semangat Pancasila marilah kita rapatkan barisan untuk membendung paham radikalisme dan terorisme demi keutuhan NKRI dan kedamaian di dunia.

Membendung upaya propaganda paham radikal juga dapat melalui media. Peran media menjadi hal yang penting sebagai respon dalam menghadapi ancaman asimetris, mempunyai peranan  sangat strategis dan efektif yang dapat mempengaruhi, baik situasi nasional, regional maupun internasional diberbagai bidang. Kekuatan media dapat dijadikan alat untuk merubah persepsi, opini dan kontrol sosial yang mengarah kepada kebijakan publik.

Persepsi dan nilai-nilai yang disampaikan oleh media massa sering kali dianggap sebagai persepsi masyarakat secara keseluruhan. Semakin sering berita tersebut muncul, maka akan semakin besar pengaruh yang akan didapatkan. Melalui berita-berita yang disiarkan, secara tidak langsung telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, termasuk dalam hal pemberantasan terorisme.

Upaya  untuk membendung paham radikal tidak akan berdampak signifikan tanpa bantuan media, baik cetak, elektronik maupun online,  karena tanpa kehadiran media,  himbauan, fatwa, peringatan  dan pemikiran pemangku kepentingan tidak akan ter ekspose ke publik hanya terbatas dikalangan mereka. Media massa merupakan elemen integral dan penting dari masyarakat lokal, nasional, regional, maupun global untuk menyediakan berbagai kebutuhan informasi bagi masyarakat.

Karenanya dalam mengatasi akar terorisme yang bermotif ideologis, doktrinal, serta penyebarannya yang bervariasi, sinergitas lembaga aparat keamanan dibantu dengan  peran  berbagai pihak,  tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh politik,  tokoh agama,  dan kontribusi dari media  sangat diperlukan agar paham radikalisme  dan terorisme di masyarakat tidak berkembang menjadi kekuatan yang dapat memecah NKRI. 

Ahmad Fauzan SIP, penulis adalah Pemerhati masalah radikalisme dan terorisme


Komentar

Berita Terbaru

\