PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Apotek Desa Hadir Lewat Koperasi Merah Putih, Akses Obat Terjangkau Makin Nyata

Minggu, 20 April 2025

16:13 WITA

Nasional

1105 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Program Apotek Desa

Oleh: Rai Wiguna)*

 

Komitmen pemerintah dalam memperluas akses layanan kesehatan hingga pelosok desa kini semakin konkret melalui hadirnya program Apotek Desa. Inisiatif ini menjadi bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat kemandirian ekonomi dan kesehatan desa melalui Koperasi Merah Putih, yang akan dibentuk di 80.000 titik di seluruh Indonesia. Program ini tidak hanya menjawab kebutuhan mendesak akan distribusi obat yang adil dan murah, tetapi juga memperlihatkan keberpihakan negara terhadap masyarakat pedesaan yang selama ini sering tertinggal dalam layanan kefarmasian.

Pemerintah memahami bahwa akses terhadap obat yang aman dan terjangkau adalah kebutuhan dasar yang tak boleh diabaikan. Oleh karena itu, dalam pengembangan Koperasi Merah Putih, dibangunlah struktur yang lebih dari sekadar lembaga ekonomi desa. Koperasi ini akan menjadi pusat aktivitas penting, mulai dari distribusi pupuk bersubsidi, penyediaan truk angkut hasil panen, cold storage, hingga keberadaan Apotek Desa.

Langkah ini juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjawab disparitas harga obat antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Dengan memanfaatkan skema koperasi, masyarakat tidak hanya mendapatkan kemudahan dalam mengakses obat generik berkualitas dengan harga yang jauh lebih rendah, tetapi juga mendapat jaminan atas kualitas pelayanan dari tenaga kesehatan yang kompeten.

Organisasi profesi seperti Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) menyambut langkah ini sebagai bentuk nyata dari peran negara dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang adil dan merata. Mereka melihat Apotek Desa bukan hanya sebagai titik distribusi obat, melainkan juga sebagai ruang edukasi kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat desa. Presidium Nasional FIB, Ismail, menyatakan bahwa penempatan apoteker di setiap apotek menjadi syarat mutlak untuk menjamin penggunaan obat yang rasional dan tepat, sekaligus mencegah risiko medis akibat penggunaan obat secara swamedikasi yang keliru.

Lebih dari itu, keberadaan apoteker di desa menjadi peluang besar untuk memberdayakan lebih dari 160 ribu apoteker aktif di Indonesia serta menyerap lulusan baru yang setiap tahunnya mencapai angka belasan ribu. Potensi ini tidak hanya memberi solusi bagi pengangguran terdidik, tetapi juga meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional. Dalam hal ini, program Apotek Desa menjadi jawaban atas dua persoalan sekaligus: pemerataan pelayanan dan penyerapan tenaga profesional.

Ismail juga menggarisbawahi bahwa pelayanan kefarmasian yang ideal bukan semata urusan teknis, tetapi mencerminkan tanggung jawab etis dan profesional dalam sistem pelayanan publik. Pemerintah telah memulai langkah besar, dan dukungan dari pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi, menjadi bagian penting dalam memastikan program ini tidak sekadar berhenti di konsep, tetapi berjalan efektif dan berkelanjutan.

Dukungan juga datang dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), melalui Ketua Umum PP-IAI Noffendri Roestam. Ia menilai bahwa optimalisasi sarana kesehatan yang sudah ada, seperti puskesmas dan posyandu, dapat menjadi basis pengembangan Apotek Desa. Tanpa harus membangun infrastruktur baru dari awal, integrasi fasilitas yang ada dipandang sebagai pendekatan efisien dan solutif, sejalan dengan arahan Menteri Kesehatan. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam pelaksanaan program, memaksimalkan potensi yang ada tanpa membebani anggaran secara tidak perlu.

Dalam merespons tantangan pelaksanaan di lapangan, IAI menegaskan pentingnya pemerintah menetapkan regulasi yang mendukung keberadaan apoteker sebagai penanggung jawab utama pelayanan kefarmasian di desa. Hal ini menjadi penting mengingat kompleksitas tugas apoteker yang mencakup evaluasi terapi, pengelolaan obat, hingga edukasi masyarakat. Dalam konteks puskesmas yang telah berbadan layanan umum daerah (BLUD), misalnya, kemampuan manajerial apoteker menjadi faktor penting yang tidak bisa digantikan oleh tenaga teknis lainnya.

Ketua Himpunan Seminat Farmasi Kesehatan Masyarakat PP-IAI, Maria Ulfah, menambahkan bahwa tantangan pelaksanaan program ini juga datang dari aspek sumber daya manusia. Ia menyoroti kebutuhan keterampilan yang spesifik, seperti pengelolaan keuangan, pengadaan obat melalui sistem e-katalog versi terbaru, hingga pengelolaan logistik yang efisien. Menurutnya, kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh apoteker profesional, dan tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh tenaga vokasi farmasi. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa setiap Apotek Desa sebaiknya dikelola langsung oleh apoteker dengan dukungan teknis dari tenaga vokasi.

Untuk memperkuat keberlanjutan program, IAI turut memberikan rekomendasi strategis seperti penyusunan formasi ASN berdasarkan nama desa, program tugas khusus untuk apoteker lulusan baru, dan kolaborasi dengan puskesmas pembantu. Integrasi Layanan Primer (ILP) pun diusulkan sebagai pendekatan sistemik yang memungkinkan layanan kefarmasian lebih merata dan tidak lagi terpusat di kecamatan. Selain itu, keterlibatan BPJS dan dukungan Badan POM dalam memastikan kualitas serta ketersediaan obat juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan program.

Dalam kerangka pembangunan kesehatan nasional, Apotek Desa yang hadir melalui Koperasi Merah Putih adalah bukti bahwa negara hadir secara konkret untuk rakyat. Program ini tidak hanya menawarkan ketersediaan obat murah, tetapi juga memastikan bahwa pelayanan dilakukan oleh tenaga profesional dengan standar tinggi. Dengan begitu, kesenjangan layanan antara kota dan desa akan semakin menipis, seiring tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan yang inklusif dan berkeadilan.

Ketika negara berhasil menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan kesehatan dan ekonomi, maka cita-cita besar untuk menciptakan masyarakat yang sehat, mandiri, dan sejahtera bukan lagi sekadar wacana. Apotek Desa adalah langkah maju yang strategis dan terukur dalam mewujudkan tujuan tersebut.

 

)* Analisis Kebijakan Publik


Komentar

Berita Terbaru

\