Pemanfaatan Lahan Pariwisata Mandek, DPRD Tabanan Ancam Kembalikan Status LSD
Kamis, 17 April 2025
07:30 WITA
Tabanan
1892 Pengunjung

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi
Tabanan, suaradewata.com – Pengembangan wilayah pesisir selatan Tabanan yang digadang-gadang menjadi kawasan strategis pariwisata, belum menunjukkan progres berarti. Meski belasan ribu hektare sawah telah dikeluarkan dari status Lahan Sawah Dilindungi (LSD), hingga kini mayoritas lahan yang telah dibebaskan dan dikuasai investor belum juga dibangun.
Kondisi ini menjadi sorotan tajam DPRD Tabanan, khususnya dari Fraksi PDI Perjuangan. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Tabanan untuk lebih tegas menindaklanjuti kelanjutan pemanfaatan kawasan tersebut, yang telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi, menyampaikan bahwa apabila dalam waktu tiga tahun tidak ada tanda-tanda pembangunan atau pengurusan izin di kawasan tersebut, pihaknya akan mengusulkan agar lahan tersebut dikembalikan ke status LSD dalam revisi RTRW berikutnya.
“Kalau tidak ada pembangunan atau perizinan sampai 2026, maka tidak ada alasan untuk mempertahankan zona pariwisata itu. Akan kami dorong untuk dikembalikan jadi lahan pertanian,” tegas Eka usai rapat kerja gabungan komisi, Selasa (8/4/2025).
Ia menilai, pemerintah daerah sudah memberikan ruang yang luas bagi investor, namun belum terlihat keseriusan dari para pemilik lahan untuk merealisasikan investasi. Hal ini dinilai hanya menjadi permainan jual beli lahan yang tidak memberikan dampak langsung pada perekonomian masyarakat.
“Pemerintah sudah longgarkan aturan, beri ruang, tapi kalau ujung-ujungnya cuma transaksi lahan, itu tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat maupun daerah,” tegas politisi asal Kecamatan Marga ini.
Dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran 2024, DPRD juga menyoroti belum optimalnya kontribusi kawasan tersebut terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu indikatornya adalah masih stagnannya penerimaan dari sektor Pajak Hotel dan Restoran (PHR), meski penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) meningkat tajam hingga 300 persen akibat transaksi lahan.
“BPHTB naik pesat, tapi PHR tidak bergerak. Artinya, belum ada kegiatan ekonomi nyata. Ini harus jadi evaluasi serius,” kata Eka.
Ia menambahkan, masih banyak potensi pajak daerah yang belum tergarap maksimal karena minimnya inovasi kebijakan yang langsung menyentuh masyarakat. Dari sembilan jenis pajak daerah yang ada, banyak yang belum dioptimalkan.
Penegasan ini, lanjut Eka, bukan dimaksudkan untuk menghambat investasi. Justru sebaliknya, langkah ini diambil agar arah pembangunan tetap terkontrol dan benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat Tabanan.
“Jika sampai tiga tahun tidak ada progres, kami akan gunakan itu sebagai dasar untuk mengusulkan kawasan tersebut dikembalikan menjadi LSD. Ini penting sebagai acuan dalam revisi RTRW lima tahun ke depan,” tutupnya. ayu/yok
Komentar