PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Tingkatkan Toleransi, Guna Mencegah Peristiwa Tolikara

Minggu, 16 Agustus 2015

00:00 WITA

Nasional

4356 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com - Insiden yang terjadi di Tolikara, Papua pada 17 Juli 2015 atau bertepatan dengan 1 Syawal 1436 H, menjadi sorotan media lokal, nasional dan internasional.Penjelasan kronoligis berdasarkan hasil survei langsung yang dilakukan Polri pada Sabtu, 18 Juli 2015, peristiwa bermula dari surat edaran tentang pelarangan bagi umat Islam melaksanakan solat Idul Fitri oleh Dewan Pekerja Wilayah Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Tolikara, Papua.Isi surat tersebut tentang pemberitahuan pada semua umat Islam di Tolikara yang ditandatangani oleh pendeta dan sekretarisnya. Isinya adalah dalam rangka pelaksanaan seminar internasional dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) remaja GIDI. 

Surat edaran GIDI meminta kepada umat Islam untuk tidak mengerahkan dan mengundang massa dalam jumlah besar, karena pada 13 sampai 19 Juli 2015 ada agenda yang dilakukan mereka di Tolikara, Papua.Saat surat edaran GIDI dikeluarkan, Kepala Polisi Resor Tolikara telah melakukan konfirmasi dan berkordinasi dengan Presiden GIDI. Akan tetapi, presiden GIDI menyatakan surat edaran tersebut tidak resmi, karena tidak ditandatangani langsung olehnya.
Karena merasa surat edaran yang dikeluarkan GIDI di Tolikara bermasalah, Kapolres melakukan komunikasi dengan Bupati Tolikara, Usman Wanimbo dan menyepakati untuk mencabut dan tidak mengizinkan surat edaran tersebut diberlakukan.Namun, tidak lama solat Idul Fitri dilakukan pada  Jumat 17 Juli,  sejumlah massa mendatangi lokasi solat dan meminta umat muslim untuk menghentikan aktivitasnya, yang mengakibatkan  sejumlah bangunan rusak dan hangus terbakar termasuk satu masjid, serta 12 orang luka-luka dan satu meninggal dari pihak massa penyerang akibat tembakan peringatan dari kepolisian. 

 Aktivis muslim Sarkub A. Wahab mengatakan,  atas nama aktivis muslim Papua menyerahkan penuh kasus ini pada pihak yang berwajib. Kami dan tokoh-tokoh Agama lain yang ada di Papua sangat menyesalkan kejadian ini.Berharap kasus tersebut dapat segera diselesaikan dan  bisa hidup bersama dalam kedamaian untuk mewujudkan Papua yang lebih maju, aman dan sejahtera. Masyarakat agar tidak terprovokasi dengan berita tersebut, sebab, beberapa daerah di Papua juga banyak aktivis pemuda Kristen yang turut mengamankan berlangsungnya shalat Iedul Fitri.
Majelis Ulama Indonesia menghimbau agar media bisa menyuguhkan berita yang tidak provokatif.Wakil Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin menjelaskan bila media menjadi provokatif dalam memberitakan peristiwa Tolikara dikhawatirkan akan berdampak di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Dikhawatirkan bila masyarakat daerah lain terprovakasi akan menimbulkan aksi reaksi yang meluas.MUI sendiri akan mengirimkan tim pencari fakta terkait insiden di Tolikara. Dan diharapkan aparat hukum bisa menguak siapa pelakunya ataupun dalang dari kejadian di Tolikara.

Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti, mengingatkan masyarakat seluruh Indonesia mewaspadai dan jangan terpengaruh isu-isu di media sosial maupun pesan singkat provokatif terkait kerusuhan di Tolikara, Papua.Dalam situasi seperti ini, masyarakat jangan terpancing isu-isu berkembang di media sosial atau sms terkait insiden Tolikara yang sifatnya provokatif. 70-80 persen isu tidak bertanggung jawab dimunculkan untuk semakin memperkeruh suasana sehingga diharapkan tidak ada masyarakat maupun kelompok yang terpancing.

Di Indonesia sekarang kerukunan umat beragamanya sudah baik. Pemerintah sudah menangani insiden kekerasan di Tolikara, termasuk menangkap dua tersangka yang diduga menjadi pelaku kekerasan saat kejadian 17 Juli lalu.Rekonstruksi sudah dilakukan, penegakan hukum sedang berjalan dan hasilnya tinggal menunggu waktu. Polisi kini sedang memburu aktor intelektual yang terindikasi di balik insiden itu, namun tetap menunggu cukup bukti untuk menjerat mereka secara hukum.
Sejumlah tokoh lintas agama  di halaman Masjid Balaikota Depok, 29 Juli 2015,  diantaranya Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail, Ketua FKUB, Habib Muhsin bin Ahmad Alatas, Kepala Kejaksaan Negeri, Yudha Sudjianto, Danramil Pancoranmas, Kapten Inf Chaerul Anam, Kepala Kementerian Agama, Chalik Mawardi, Ketua PD Muhammadiyah Kota Depok, Farhan AR, Ketua YLCC, Valentino Jhonatan, Ketua Majelis Khonghucu Indonesia (Makin) Eka Wijaya, dan tokoh lintas agama lainnya melakukan silaturahmi dalam acara halal bihalal dan membahas masalah insiden di Tolikara, Papua.

Mantan Ketua PBNU, Hasyim Muzadi, yang saat ini menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, mendesak kasus pembakaran rumah ibadah di Tolikara Papua segera diusut tuntas agar tidak mengganggu kedamaian sosial.Hal ini dapat merusak tatanan kedamaian nasional, kelompok Kristiani yang bertanggungjawab harusnya meminta maaf kepada umat Islam dan pelaku pembakaran musala dihukum setimpal. Menduga kejadian di Tolikara tak hanya murni konflik agama,  mencium adanya pihak-pihak yang ingin memecah kesatuan bangsa dengan isu agama.

 Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) meminta media massa mematuhi Kode Etik Jurnalistik terkait peliputan pascakerusuhan di Tolikara, Papua, agar tidak semakin memperkeruh suasana yang dapat menimbulkan konflik. Sekjen PPMI, Mohammad Husaen,  mengatakan media massa terkesan kurang mengindahkan kode etik jurnalistik sebagai dasar pemberitaan dan hanya menyampaikan informasi secara sepotong-sepotong tanpa klarifikasi dan verifikasi, sehingga semakin memperkeruh suasana.

 Kasubag Hukum dan Kerukunan Umat Beragama (KUB) Kantor Kementerian Agama Wilayah Sumatera Barat, Nurwis, meminta seluruh jurnalis untuk mewaspadai provokasi yang dilancarkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.Mereka bisa saja datang dari kalangan bangsa sendiri maupun bangsa asing, sehingga dibutuhkan semangat tinggi yang tertanam dalam hati dalam menjaga kerukunan umat beragama. Upaya memecah belah umat beragama hanya bisa diantisipasi dengan saling meningkatkan solidaritas dan soliditas dalam toleransi beragama.
 Pembimas Umat Katholik Kantor Kementerian Agama Wilayah Sumbar, Henrikus Jomi, menegaskan konflik yang terjadi antar umat beragama bukanlah karena adanya ajaran yang membenarkan perpecahan dan mengabaikan rasa toleransi umat beragama.Selalu ada informasi yang keliru dalam menjelaskan sebuah peristiwa konflik yang melibatkan umat beragama, sejauh ini pemicunya hanyalah berdasarkan ketidakpuasan umat terhadap kondisi yang ada di luar masalah keagamaan, seperti isu politik, ekonomi, serta kesenjangan sosial. Komunikasi dan informasi yang keliru itu menjadi tanggung jawab berat bagi jurnalis untuk meluruskannya sesuai fakta dan data, serta memilah informasi yang akan disampaikan guna mencegah konflik semakin meluas

Rangkaian sejarah perjuangan bangsa Indonesia bisa dijadikan kunci menjaga rasa persatuan dan kesatuan bangsa.Kemerdekaan bangsa Indonesia lahir dari proses perjuangan yang cukup panjang, dengan melibatkan seluruh rakyat dari berbagai agama, suku, ras, dan golongan adat. Fakta sejarah perjuangan itu haruslah menjadi teladan yang baik guna menjaga rasa se-bangsa dan se-tanah air menjadi modal tidak retaknya toleransi dalam beragama. Bersatunya beragam suku dan agama dalam konsep Bhineka Tunggal Ika, terbukti ampuh dan mampu menjadikan bangsa Indonesia disegani oleh bangsa asing.

  Masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, sejak berabad-abad lamanya.Hal itu tercermin dalam dasar negara Pancasila yang merupakan ideologi bangsa ini yang disarikan dari kehidupan sosial kemasyarakatan rakyat Indonesia, khususnya pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Agar tidak terulang kembali peristiwa seperti di Tolikara, maka seyogyanya Pemerintah Daerah bukan hanya di Papua tetapi juga di provinsi-provinsi lainnya memperbaiki kurikulum pendidikan khususnya kurikulum yang membahas masalah kehidupan antar umat beragama yang berbasis Pancasila. Pemda juga harus memperbaiki Peraturan Daerah (Perda)  yang bertentangan dengan Pancasila, sehingga kekhawatiran ataupun kecemasan bagi semua lapisan masyarakat akan terjadinya konflik antar umat beragama tidak  terjadi.

Berkumpulnya sejumlah tokoh lintas agama  di halaman Masjid Balaikota Depok, 29 Juli 2015, juga patut diapresiasi dan dapat diikuti pemerintah daerah lainnya. Karena dengan adanya komunikasi antar tokoh  dapat menjadi salah satu upaya  dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan antara umat beragama dan tidak terpancing dengan berbagai upaya yang mengarahke perpecahan.

Sementara tugas atau peranan media  massa, dalam kasus ini dapat memberikan rujukan dan informasi yang sebenar-benarnya kepada publik tetapi  bukan untuk memperkeruh suasana yang dapat menyeret kepada isu sensitif yang bisa menyulut dan mengakibatkan konflik yang lebih besar.  Peranan media massa dalam kehidupan sosial dapat memainkan fungsi penting untuk mencapai kerukunan agama. Media massa dengan jurnalis sebagai pelaku utamanya  dapat melihat persoalan kebebasan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia, dengan dibarengi rasa tanggung jawab bahwa menjaga kerukunan umat beragama jauh lebih penting dari sekedar membuat sebuah publikasi.Setiap jurnalis harus membekali diri dengan pengetahuan dan pemahaman tentang agama resmi yang diakui pemerintah, agar mampu memberikan informasi yang objektif.

Titik pandang seorang jurnalis tidak boleh bias hanya karena suatu sikap tertentu atau dari sisi agama yang dianutnya, sehingga menghasilkan opini yang mengandung banyak provokasi dan menjadi sumber perpecahan bahkan konflik diantara umat beragama. Jika media massa ikut terjebak dalam bahasa provokasi tersebut, maka hal itu akan tumbuh menjadi masalah baru dan meluasnya potensi konflik akan sulit dibendung. Dengan demikian dengan adanya komunikasi antar tokoh agama, perbaikan kurikulum pendidikan, perbaikan peraturan daerah yang bertentangan dengan Pancasila dan peranan media,  berharap kasus Tolikara tidak terulang kembali, kerukunan kehidupan beragama di Indonesia seperti sedia kala, dapat menjadi acuan bagi negara lainnya.

Usman Ali, penulis adalah pemerhati masalah keberagaman umat beragama


Komentar

Berita Terbaru

\