PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

PN Singaraja “Mentok” Pada Kewenangan Hakim Praperadilan

Selasa, 03 September 2024

17:32 WITA

Buleleng

1379 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Buleleng, suaradewata.com - Pihak Pengadilan Negeri Singaraja akhirnya buka suara terkait dengan proses Praperadilan dua tersangka kasus Korupsi dana BKK Provinsi Bali yang dinilai janggal. Melalui humas Pengadilan Negeri Singaraja, Made Hermayanti Muliarta SH, menyatakan pihaknya sendiri mengaku tidak bisa meminta klarifikasi kepada hakim yang memproses praperadilan alias “mentok”.

“Mungkin itu saja yg bisa saya sampaikan nggih pak, masalah kenapa bisa seperti itu hakimnya hanya menjawab itu kewenangan beliau. Saya juga tidak bisa meminta klarifikasi dengan hakim yang bersangkutan,” ujar Hermayanti yang juga salah satu hakim srikandi Pengadilan Singaraja tersebut dalam klarifikasinya melalui aplikasi chat whatsapp, Senin (2/9).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sidang praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal Anak Agung Ayu Sri Sudanti SH. Hal tersebut terkait kejanggalan praktek penerapan waktu sidang Praperadilan yang berlangsung dalam perkara nomor 2/Pid.Pra/2024/PN Sgr. Dimana, muncul pertanyaan dari sejumlah praktisi dan akademisi hukum Buleleng terhadap penerapannya yang dianggap bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, permohonan tercatat diajukan pada tanggal 6 Agustus 2024 dan baru disidangkan pada tanggal 20 Agustus 2024. Jika dihitung hari Minggu dan hari Sabtu yang merupakan hari libur, maka setelah tanggal 6 Agustus 2024 terdapat tanggal 11 dan 18 yang merupakan tanggal merah bertepatan dengan hari minggu. Sementara ada dua hari diselanya yang merupakan hari Sabtu yakni jatuh pada tanggal 10 dan 17. Sehingga terdapat 10 hari kerja yang menjadi waktu dalam proses melakukan persidangan.

Menjawab pertanyaan tersebut, hakim berparas anggun itu mengatakan bahwa ada waktu 3 hari yang menjadi syarat sah dalam melakukan pemanggilan. Yang kemudian apabila terbitung sejak tanggal 6 Agustus 2024, maka tiga hari melakukan pemanggilan jatuh pada hari Kamis tanggal 8 Agustus atau selambatnya pada hari Jumat tanggal 9 Agustus 2024. Lalu, mengapa proses persidangan digelar tanggal 20 Agustus 2024 dan tidak dilaksanakan sebelumnya yang masih terdapat 6 hari kerja?

Terkait hal tersebut, Hermayanti yang akrab disapa Herma ini menyatakan tidak bisa memberikan klarifikasi yang disebut telah menjadi kewenangan hakim.

“Hakim yang bersangkutan menyatakan terhadap persidangan praperadilan tersebut seluruhnya merupakan kewenangan hakim yang bersangkutan” pungkas Herma melalui aplikasi whatsapnya yang tak bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

Sebelumnya diberitakan, setelah memalui persidangan perdana tanggal 20 Agustus 2024 kemudian hakim memutuskan permohonan tersebut gugur pada tanggal 28 Agustus 2024. Sementara diketahui bahwa tersangka yang awalnya mengajukan permohonan praperadilan dan diputus gugur ternyata baru diperiksa pokok perkaranya pada persidangan pada tanggal 30 Agustus 2024.

Para tersangka pemohon praperadilan, Nyoman Supardi MP dan I Kadek Budiasa yang kini duduk di kursi pesakitan pengadilan Tipikor Denpasar selaku Terdakwa dan resmi ditahan Kejari Buleleng pada Rabu (7/8) siang dan dititipkan di tahanan Lapas Kelas IIB Singaraja.

Keduanya disinyalir telah merugikan keuangan negara sebesar Rp437.420.200 dalam dugaan tindak pidana korupsi dana BKK Provinsi Bali tahun 2015-2021. Penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Buleleng mengungkap Supardi yang merupakan Kelian (Ketua) Adat Desa Tista, Buleleng, diduga mengambil keuntungan sebanyak Rp 263.320.200 sementara Budiasa yang merupakan bendahara dari Supardi disinyalir mendapatkan keuntungan sebesar Rp 174.100.000.

Keduanya terjerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.gd1/adn


Komentar

Berita Terbaru

\