APBN Tercekik, BBM Naik
Selasa, 06 September 2022
13:25 WITA
Nasional
1622 Pengunjung
Dewi Rahmasari, penulis adalah Fungsionalis Analis Pengelolaan Keuangan APBN Badan Pusat Statistik Kota Mataram
Opini, suaradewata.com - Pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi dan non Subsidi pada Sabtu 3 September 2022 pukul 13.30 WIB. Kenaikan BBM bersubsidi dan non Subsidi membuat masyarakat bergejolak dan berdampak pada kenaikan harga hampir pada seluruh jenis komoditas yang menimbulkan demo dibeberapa lokasi di Indonesia.
Dikutip dalam Kompas TV Sapa Indonesia Malam pada Kamis 1 September 2022, yang menjadi dasar Pemerintah melakukan kenaikan harga BBM yaitu Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter dan Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter adalah beban subsidi APBN 2022 semakin jauh dari target pada tahun 2022 yang semula dianggarkan sebesar 152 triliun sementara realisasi penggunaan BBM bersubsidi saat ini telah menembus 502,4 triliun (sumber data: kementrian keuangan). Selain itu pemerintah melalui mentri keuangan Sri Mulyani telah menambah anggaran BBM bersubsidi menjadi 698 triliun dan akan diprediksi habis pada oktober 2022. Mirisnya lagi adalah sisa penambahan anggran sebesar 195,6 triliun tersebut akan dibebankan pada tahun 2023.
Angka sebesar 502,4 triliun (sumber data: kementrian keuangan) disebabkan karena harga minyak dunia yang saat ini melambung cukup tinggi dan tidak tepat sasarannya “penikmat” BBM bersubsidi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari besarnya penggunaan anggaran BBM melonjak sebesar 698 triliun atau meningkat sebesar 359,21 persen dari yang semula dianggarkan hanya sebesar 152 triliun sehingga hjal ini “mencekik” APBN.
Dikutip dari Direktur Statistik Harga Badan Pusat Statistik dalam Kompas TV Sapa Indonesia Malam pada Kamis 1 September 2022, Bapak Wendy mengingatkan pemerintah belajar dari sejarah masa lalu pada tahun 2005 kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak sangat besar bagi perekonomian dan tingkat kemiskinann di Indonesia. Pada tahun 2005 dengan kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak naiknya inflasi dari 6,40 menjadi 17,11 dan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia dari 15,97 persen menjadi 17,75 persen.
Dengan melonjaknya anggaran untuk BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran, masyarakat mendesak pemerintah agar segera melakukan langkah cepat dan tepat untuk menanggulangi semakin membengkaknya beban negara yang akan menjadi beban ditahun-tahun mendatang. Selain itu pemerintah juga diharapkan dapat segera melakukan Langkah progresif untuk mencegah melonjaknya inflasi dan kemiskinan di Indonesia. Tambahan lagi, untuk menanggulangi subsidi BBM yang tidak tepat sasaran diharapakan pemerintah juga melakukan berbagai kebijakan-kebijakan yang sifatnya dapat menaggulangi hal tersebut. Misalnya dengan cara mengkombinasikan atau memproprosikan Subsidi BBM dan Subsidi berupa bantuan langsung tunai.Untuk itu perlu adanya koordinasi, kolabirasi dan sinergi pemerintah.
Sebagai penutup, kita sebagai masyarakat indonesia agar dapat lebih bijak dalam menyikapi kenaikan BBM bersubsidi kedepannya untuk Indonesia pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat.*
Dewi Rahmasari, penulis adalah Fungsionalis Analis Pengelolaan Keuangan APBN Badan Pusat Statistik Kota Mataram
Komentar