Penghisapan Air Tanah, Ancam Krisis Air di Bali
Minggu, 04 September 2022
16:05 WITA
Denpasar
2032 Pengunjung
I Made Iwan Dewantama, Penggiat Yayasan Konservasi indoensia menerangkan dalam kegiatan Kolaborasi Jurnalis dan Kalangan Muda Mitigasi Krisis Iklim, bertempat di Kubu Kopi, Denpasar, Sabtu (03/09/2022).
Denpasar, suaradewata.com - Julukan Agama Tirta di Bali tidak terlepas dari pentingnya peran air, Air merupakan suatu hal yang penting bagi masyarakat Bali, tidak hanya berkaitan dengan aspek pertanian tapi juga menyangkut aspek adat, budaya dan ritual. Sedemikian rupa privatisasi air oleh sejumlah perusahaan telah mengakibatkan terjadinya krisis air di pulau Bali.
I Made Iwan Dewantama, dalam kapasitas berbicara sebagai penggiat Yayasan Konservasi indoensia menerangkan dalam kegiatan Kolaborasi Jurnalis dan Kalangan Muda Mitigasi Krisis Iklim, bertempat di Kubu Kopi, Denpasar, Sabtu (03/09/2022).
Menurut Iwan Dewantama, privatisasi air yang terjadi pada Pulau Bali oleh sejumlah perusahaan yang melakukan aktivitas penghisapan dengan mengebor air dari bawah tanah berakibat terhadap krisis air. Dari sembilan kabupaten/kota di Bali, hanya satu daerah yang mengalami surplus air.
“Seharusnya tidak sederhana melakukan pengeboran dan mengambil air bawah tanah yang menyangga bumi ini. beberapa brand (dari perusahaan) yang bergerak mengambil air bawah tanah lalu mensuplay kepada kita,” terang Iwan Dewantama
Melalui praktik tersebut, berdasarkan data air permukaan Bali telah mengalami krisis air. Dari sembilan kabupaten/kota, lima daerah di Bali sudah mengalami intrusi air laut sehingga terjadi penurunan permukaan tanah.
“Bumi ini yang harus disangga oleh akuifer yang berisi air bersih untuk menjaga bumi. Kemudian harus diisi oleh air laut. Ditempat lain seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang. Bagaimana kemudian banjir rob terjadi akibat penurunan muka tanah,” terang Iwan Dewantama
Lebih lanjut, sejauh pengetahuan Iwan Dewantama, di Bali belum ada riset terkait penurunan muka tanah. Namun dia menyakini melalui praktik penghisapan air yang masif, Bali telah mengalami penurunan muka tanah.
Sehingga kedepan Bali berpotensi mengalami persoalan pangan bilamana krisis air masih berkelanjutan. lantaran subak-subak sebagai sistem perairan yang mengaliri sawah akan kekurangan air. “Dengan menjaga air maka padi akan terjaga dengan baik. Maka hutan akan terjaga dengan baik dan kita akan hidup harmonis,” terang Iwan Dewantama
Sementara itu, perwakilan Yayasan IDEP, Gusti Diah, menjelaskan, suplai air kesawah yang terbatas dibarengi dengan dampak krisis iklim seperti kekeringan, kebanjiran, dan cuaca yang tidak menentu berpotensi mengacam sistem ketahanan pangan.
“Akibat suplai air berkurang, kemudian tiba-tiba ada banjir maka tanaman hanyut terbawa banjir. Yang mana penyebab gagal panen sudah dipastikan mengancam ketersediaan pangan terhadap kebutuhan lokal Pulau,” terang Gusti Diah. bay/red
Komentar