Terkait Helipad, Wedakarna Turun ke DTW Jatiluwih, Ini Hasilnya
Kamis, 16 Mei 2019
00:00 WITA
Tabanan
4385 Pengunjung
suaradewata
Tabanan, suaradewata.com - Hebohnya pemberitaan terkait keberadaan heliped di DTW Jatiluwih hingga mencuat di medsos. Membuat Anggota DPD RI asal Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna yang lebih dikenal dengan sebutan AWK turun ke DTW Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel sekitar pukul 11.15 wita, Kamis, (16/05/2019). Kedatangan AWK tersebut untuk mencari informasi dan mengklarifikasi terkait permasalahan yang membuat heboh di medsos.
Dalam pemantauan media suaradewata.com, kedatangan Wedakarna disambut oleh jajaran management DTW Jatiluwih, Perbekel Desa Jatiluwih I Nengah Kartika dan Kadis Kebudayaan Kabupaten Tabanan, IGN. Supanji. Selanjutnya Wedakarna bersama rombongannya yang didampingi oleh pihak manajemen DTW Jatiluwih beserta Kadis Kebudayaan Tabanan menuju keberadaan tempat yang dimaksud dengan heliped tersebut. Setibanya di lokasi serta melihat riilnya di lapangan, ternyata tempat tersebut merupakan meeting point atau center point.
Kedatangan Wedakarna selaku Senator pada Komite I DPD RI bidang hukum turun ke DTW Jatiluwih tersebut untuk memeriksa suatu isu dan mengklarifikasi terkait permasalahan pembangunan heliped yang berada di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD). Karena adanya permasalahan itu dibawa sampai di ketingkat Nasional dan Internasional.
"Jadi saya selaku komite I ingin langsung mencari informasi dan melihat langsung seperti apa yang dimaksud kehebohan maupun yang viral tersebut, dan setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dan Desa sudah mendapat penjelasan," ucap Wedakarna di Meeting Point DTW Jatiluwih, Kamis, (16/05/2019).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, akan menjadi argumen ke pusat maupun Internasional. Dimana senator RI sudah mengetahui hal ini, dan tentunya prinsipnya adalah tidak mengganggu kawasan yang sudah ada. Kemudian kita membantu Pemerintah Provinsi dan Kabupaten terutama di Desa untuk bisa mendapatkan hak-haknya secara undang-undang.
"Tentu saya sudah klarifikasi bahwa ini bukan heliped tetapi adalah meeting point atau center point yang sewaktu waktu ketika ada bencana alam misalkan ada toris yang kecelakaan karena ini adalah wisata alam, perlu penanganan serius maka dimanfaatkan sebagai emergency," terangnya.
"Dari tempat ini saya merasa tidak ada tanah sawah produktif yang dipakai karena ini adalah tanah yang tidak produktif dan tidak ada yang salah, saya anggap ini seperti teras Jatiluwih untuk melihat keindahan yang ada," ujarnya.
Wedakarna menuturkan, bahwa setelah pertemuan hari ini, kita akan mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibawah Direktorat Jendral Kebudayaan untuk ada 2 komitmen politik yang harus segera diselesaikan. Yang pertama adalah memasukan kawasan jatiluwih kedalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan yang kedua dibuatkan payung hukum agar tidak bertentangan dengan undang-undang tahun 2014, sehingga Bali, Tabanan dan Desa bisa secara leluasa untuk bisa membangun Jatiluwih.
Wedakarna menegaskan bahwa Meeting Point atau Center Point ini bukan deadth monumen. Sesuai undang-undang cagar budaya nomer 11 tahun 2010 bahwa cagar budaya adalah living monumen.
"Ini justru saya semakin mendukung jika ini diperdayakan, tapi dengan catatan misalkan tidak boleh bangunan permanen, tidak ada alih fungsi lahan sama sekali di 17 ribu hektar ini terutama di kawasan Jatiluwih ini," pungkasnya.
Wedakarna pun mengatakan bahwa meeting point tersebut keberadaannya hanya satu titik dari 17 ribu hektar dan mengatak jangan mendengarkan informasi dari satu pihak. Namun, sekarang yang terpenting adalah komitmen bahwa tempat itu memang bukan heliped, tetapi bisa dimanfaatkan dan tidak ada bangunan permanen. Selama Pemerintah Desa, Badan Pengelola dan Pemerintah Kabupaten Tabanan berkomitmen, pihaknya akan mendukung adanya meeting point tersebut.
"Jadi buat saya clear, tidak ada masalah, tinggal ditingkatan koordinasi lembaga Pemerintah saja," bebernya.
Kadis Kebudayaan Kabupaten Tabanan IGN. Supanji pada kesempatan tersebut mengatakan dari Pemerintah Kabupaten Tabanan sangat bersyukur dengan adanya kedatangan dari Senator DPD RI yakni Wedakarna, sehingga semakin bisa memperjelas keberadaan Warisan Budaya Dunia subak yang ada di Provinsi Bali ini. Dan kemudian kita dengar sendiri bahwa Wedakarna juga akan berkomitmen. Bahkan sudah dijabarkan oleh Wedakarna bahwa undang-undang nomer 11 tahun 2010 tentang cagar budaya ini adalah living monumen yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya.
"Kami dari Pemerintah Kabupaten Tabanan tetap komitmen, bahwa seperti disampaikan oleh Pak AWK kita komitmen kok pertahankan warisan budaya ini, tapi tentunya tetap berdasarkan pada aturan aturan yang sudah ada," jelas Supanji.
Sementara, Manager DTW Jatiluwih I Nengah Sutirtayasa mengatakan bahwa saat melihat lokasi tersebut Wedakarna pun kaget, ternyata berita yang besar tidak diikuti realita yang ada. Setelah Wedakarna berkunjung, tempat itu tidak perlu dibongkar karena itu merupakan meeting point atau center point.
Selain itu juga bermanfaat untuk kita dari sisi pengelolaan, karena tempat tersebut kita perlukan atau butuhkan dan satu sisi tidak mengganggu subak yang beraktifitas dijalur subak itu sendiri. Disamping itu juga memang kita harapkan kedatangan Wedakarna ini lebih bijak menyikapi tentang media sosial yang terlalu membesar-besarkan situasi.
"Jadi kita disini di Jatiluwih merasa seperti bulan bulanan padahal tidak seperti realitanya, bahwa kita mengelola objek sudah berdasarkan dari kesepakatan kesepakatan yang dilalui dibawah," ujar Sutirtayasa. ang/nop
Komentar