Saat Rembug Sastra, Sekar Padma Dinilai Lebih Pantas Jadi Maskot Bangli
Minggu, 17 Februari 2019
00:00 WITA
Bangli
2880 Pengunjung
suaradewata.com
Bangli, suaradewata.com – Rencana Bupati Bangli, I Made Gianyar untuk menjadikan Bunga Gumitir menjadi maskot Kabupaten Bangli menjadi salah satu sorotan saat Rembug Sastra digelar serangkaian peringatan bulan Bahasa Bali 2019 di Gedung DPRD Bangli, Sabtu (16/02/2019). Dalam rembug Sastra yang dimotori oleh Dewan Pimpinan Kabupaten Perhimpunan Pemuda Hindu (DPK Peradah) Indonesia, Kabupaten Bangli bekerjasama dengan Pengurus Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (DPC KMHDI Bangli dan Komunitas Sastra Komala, menilai Bunga Gumitir kurang layak jadi maskot. Sejumlah pembicara saat itu, lebih memilih Sekar Padma atau Bunga Tunjung lebih layak dijadikan maskot Kabupaten Bangli yang berada di tengah-tengah Pulau Bali ini.
Rembug sastra yang dibuka langsung Ketua DPRD Bangli Ngakan Kutha Parwata, juga dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bangli, Perwakilan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparbud) Bangli, PHDI dan organisasi siswa dan kemahasiswaan se-Kabupaten Bangli. I Gede Agus Darma Putra salah satu pembicara menyampaikan, Padma merupakan tumbuhan purba yang memiliki nama lain yakni Pangkaja. Nama Pangkaja berasal dari dua suku kata, Pangka yang berarti lumpur dan Ja artinya lahir, sehingga Pangkaja bermakna lahir dari lumpur. Meski demikian, Padma tidak dikotori oleh lumpur itu sendiri. “Karena itulah, Sekar Padma menjadi symbol kesucian. Sehingga tidak mengherankan bahwa padma ini menjadi asana atau tempat duduk para dewa-dewi,” ungkapnya.
Dijelaskan Dharma Putra, sesuai Petikan Nirartha PrakrÓ—ta itu membicarakan perihal katak, kumbang, dan bunga Padma. Katak adalah representasi dari pengarang atau orang dalam yang mengaku bodoh. Sementara kumbang adalah representasi dari orang cerdas yang berasal dari luar. "Katak menjadi aktor yang dikalahkan, sedangkan kumbang menjadi pihak yang dimenangkan dalam kasus mengetahui keindahan bunga Padma,"ujarnya.
Disampaikan pula, seperti katak, seperti bunga padma. Katak dibawah bunga padma. Siang dan malam dia dibawah bunga itu tapi dia tidak tahu bagaimana sebenarnya bunga itu. Namun ada kumbang dari jauh datang, itu yang menghisap sari Padma. Itu yang harus kita hati-hati, jangan-jangan kita adalah katak yang berada dibawah pohon padma,” ungkapnya.
Disampaikan juga, nilai kesucian Sekar Padma juga tertuang dalam sejumlah geguritan dan kakawin. Salah satunya dalam geguritan Putra Sasana K, yang menyebutkan Padma sebanyak tiga kali. Yakni Padma Hredaya sebagai statana Dewi Saraswati, Padma Sari digunakan stana oleh Hyang Giri Pati bersama Hyang Guru dan Padma Wangi oleh Sang Hyang Sastra. Karena nilai-nilai kesucian itu, Sekar Padma dinilai lebih pantas untuk menjadi sebuah maskot guna menjaga peradaban kesucian sastra di Bangli.
Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, I Ketut Eriadi Ariana pun sepakat Sekar Padma dirumuskan menjadi maskot Kabupaten Bangli. Dari sudut pandang sekala, Sekar Padma adalah bunga yang berperan penting di kehidupan agama di Bali. Sekar Padma digunakan sebagai sarana dari lahir hingga meninggal.Sedangkan dari sudut pandang niskala Sekar Padma adalah gambaran cakra manusia di dalam tubuh itu sendiri. Konsep ini sejalan dengan kondisi Bali yang sentral secara sekala sebagai pusat ekologi Bali dan sentral secara niskala yang memiliki sejumlah situs suci yang dihormati manusia Bali. Menurutnya, konsep tersebut dapat menjadi jawaban atas pro kontra yang terjadi selama ini terkait menentukan maskot. "Saya berharap rumusan ini bisa sampai ke Bapak Bupati (I Made Gianyar) sebagai pemegang kebijakan di Bangli," jelas nya
Sementara itu, Ketua DPRD Bangli Ngakan Kutha Parwata menyampaikan kegembiraannya atas pelaksanaan rembug sastra Bangli yang difasilitasi melalui dialog interaktif dewan ini. Pihaknya berharap, rembug ini bisa meningkatkan kesadaran generasi milenial untuk terus melestraian sastra Bali yang telah menjadi warisan turun temurun ini. “Melalui program interaktif ini, saya sangat harapkan dalam rembug ini tidak hanya muncul eforia kegiatan saja. Tapi bagaimana Bahasa Bali ini bisa terus berkembang sesuai amanat Pergub No 80 tahun 2018. Jika ini bisa berjalan dengan baik, saya tentunya sangat bergembira sekali,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ngakan Kutha Parwata juga menyampaikan, apa yang nantinya dihasilkan dalam rembug tersebut siap didukung dan diperjuangkan. “Tentunya apa pun hasilnya dalam rembug, kita pasti dukung dan dorong. Kita juga siap memperjuangkan,” tegas Ngakan Kutha Parwata. Sebab, menurutnya, dialog interaktif yang rutin digelar sejak tahun 2004, selain untuk sosialisasi dan menyerap aspirasi juga merupakan ajang untuk membedah berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat. ard/ari
Komentar