Mobilisasi Umat Islam Menuju Istana Negara
Kamis, 22 November 2018
00:00 WITA
Nasional
43313 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Indonesia merupakan salah satu negara Islam terbesar di dunia, hampir 70% masyarakatnya menganut agama Islam. Namun dengan persentase yang tergolong besar itu, tidak menimbulkan perpecahan dalam kehidupan antar umat beragama. Seluruh masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi asas “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga sikap toleransi dan menghormati satu sama lain dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Saat ini, banyak oknum-oknum yang ingin memecah-belah Indonesia menggunakan isu agama, seperti pembakaran bendera tauhid beberapa waktu lalu ketika peringatan Hari Santri Nasional. Isu tersebut dinilai sebagai penistaan agama yang menyebabkan seluruh umat Islam terprovokasi hingga melakukan aksi demo kepada pemerintah untuk menegakkan keadilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak provokator yang ikut serta dalam menggoreng isu agama di Indonesia.
Dengan meningkatnya peredaran isu penistaan agama, masyarakat Indonesia menilai bahwa pemerintah tidak dapat mengantisipasi isu-isu itu dengan baik. Hal ini dijadikan senjata oleh oknum untuk menyerang pemerintahan Joko Widodo. Dimulai dengan beredarnya isu terkait Jokowi anti Islam, Jokowi merupakan antek-antek PKI, dan isu lain yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. Bahkan pada tahun politik atau menjelang pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang, Jokowi dianggap mengambil langkah aman dengan cara menggandeng salah satu tokoh agama Islam di Indonesia yakni Ma’ruf Amin sebagai calon Wakil Presidennya.
Terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai calon Wakil Presiden dari Jokowi dinilai hanya untuk menutupi isu Jokowi anti Islam. Selain Ma’ruf Amin, Jokowi juga menggandeng beberapa tokoh muslim lainnya seperti Yusril Ihza Mahendra (Ketua Umum Partai Bulan Bintang) yang kini resmi menjadi pengacara pasangan calon nomor urut 01 pada pemilihan Presiden tahun 2019.
Pada kenyataannya, isu tersebut tidak sepenuhnya benar. Joko Widodo memilih Ma’ruf Amin sebagai calon Wakil Presidennya bukan semata-mata untuk menutupi isu bahwa dirinya anti Islam atau sejenisnya, tetapi pemilihan tersebut berdasarkan banyak pertimbangan yang telah beliau lakukan. Dibuktikan dengan adanya beberapa nama yang menjadi kandidat pendamping Jokowi untuk maju pada Pemilihan Presiden 2019 sebelum terpilihnya Ma’ruf Amin, seperti Muhaimin Iskandar, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Moeldoko, Din Syamsuddin, dan lain-lain. Sampai pada akhirnya Jokowi memutuskan untuk memilih Ma’ruf Amin untuk mendampinginya menjadi calon Wakil Presiden 2019.
Di sisi lain, terdapat banyak hal yang telah dikerjakan Jokowi untuk perkembangan umat Islam di Indonesia, antara lain program 1.000 balai kerja pesantren dan pembangunan ekonomi pesantren, penetapan Hari Santri Nasional, kunjungan rutin ke 60 pesantren selama menjadi Presiden, komite nasional keuangan syariah, pendirian Universitas Islam Internasional, lembaga keuangan mikro syariah, peresmian beberapa pesantren baru, dan penobatan Presiden Jokowi sebagai The World’s 500 Most Influential Muslims dengan menduduki peringkat 16.
Melihat dinamika tersebut, tidaklah tepat jika isu keagamaan terus digoreng dalam permainan politik, apalagi dimanfaatkan untuk mendiskreditkan kelompok lain khususnya pemerintah. Isu politik sejenis itu sudah tidak relevan untuk melawan pemerintah jika mengacu pada hal-hal yang telah dilakukan Jokowi selama empat tahun terakhir sebagai Presiden. Perhatian Jokowi terhadap Islam, ulama, dan pesantren bahkan dapat dinilai seperti tidak ada jarak atau sangat dekat dengan umat muslim. Seharusnya adu program dan gagasan menjadi inti perdebatan politik di masa mendatang, bukan malah mengedepankan perdebatan yang tidak produktif sehingga masyarakat menjadi bimbang untuk menentukan satu pilihan.
Oleh : Riri Saraswati (Mahasiswa FISIP Sebuah PTN di Makasar)
Komentar