Ma’ruf Amin Lengkapi Kepemimpinan Jokowi
Rabu, 07 November 2018
00:00 WITA
Nasional
3857 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - KH. Ma’ruf Amin merupakan calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi pada pemilu 2019 mendatang. Banyak pihak yang tercengang dengan manuver politik yang diambil oleh pihak Jokowi. Namun, peminangan Ma’ruf Amin bukan tanpa pertimbangan dan strategi. Ma’aruf Amini merupakan tokoh berpengalaman diberbagai bidang, bukan hanya agama tapi juga politik dan ekonomi.
Ulama sekaligus politisi kelahiran 1943 silam ini telah mengenyam pendidikan islam sejak kecil hingga remaja. Beliau pun berasal dari keluarga berbasis ulaam, merupakan cicit dari Imam Masjidil Haram, Syaikh Nawawi Al-Bantani dan anak dari ulama besar Banten Mohammad Amin.
Seimbang Antara Pendidikan Agama dan Formal
Ma’ruf Amin mengenyam pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah Kresek, Tangerang, kemudian berhijrah ke Jawa Timur dan melanjutkan pendidikan menengah dan tingkat atas di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. pada tahun 1967 beliau lulus dari Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Chaldun, Bogor, Jawa Barat.
Menyandang sebutan Kiai, Ma’ruf Amin memiliki citra kiai jaman dulu yang tidak lazim mendapatkan gelar akademik hingga professor, karena mereka memang tidak begitu memedulikan urusan teknis akademik. Kiai lebih sibuk dengan melayani umat. Walaupun kiai melakukan proses pengembaraan ilmu begitu panjang, tetapi itu dilakukan tanpa predikat dan ijazah formal. Namun hal ini berbeda dengan Ma’ruf Amin yang juga memperoleh gelar Profesor bidang ekonomi syariah dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Magribi, Malang. Hal ini menunjukkan keahlian Ma’ruf Amin di bidang ekonomi dan pemahaman selain terkait ilmu agama.
Berpengalaman Lengkap
Selain sebagai ulama Ma'ruf memulai karir politiknya dimulai sejak tahun 1971 melalui partai Partai Persatuan Pembangunan(PPP). Ma’ruf pernah menjadi anggota legislatif DPRD, DPR, MPR, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rais 'Aam PBNU, Ketua MUI hingga sekarang sebagai anggota dewan engarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Ma’ruf juga pernah mengajar sebagai guru sekolah-sekolah di Jakarta Utara, Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Nahdatul Ulama (Unnu), Jakarta. Selain itu pernah menjabat Anggota Komite Ahli Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia pada tahun 1999 hingga akhirnya memperoleh gelah honouris causa dalam bidang ekonomi syariah dari UIN Malang. Hal ini menunjukkan betapa mumpuninya Ma’ruf dalam bidang ekonomi.
Gagasan Kementerian Pondok Pesantren
Kiai dan pesantren di masa Orde Baru menjadi kelompok yang termarginalkan, karena kiai dan pesantrennya tidak mau tunduk dalam politik Orde Baru sehingga memangkas gerak langkah kiai dan pesantren karena disinyalir sebagai bagian dari kekuasaan Orde Lama. Padahal pesantren dan pondoknya mempersatukan anak-anak muda kita dari segala lapisan masyarakat. Anak petani, anak saudagar, anak bangsawan berkumpul di dalam pondok itu. Keadaan lahir dan batinnya mendapat bimbingan yang sama dari guru sehingga pemuda-pemuda itu, yang di kemudian hari memegang pekerjaan yang beraneka warna di dalam masyarakat
Pesantren tetap menyelenggarakan pendidikan yang khas, sesuai dengan karakternya. Kalau negara tidak mengakui, yang rugi negara sendiri, karena telah mengabaikan proses belajar anak bangsa. Pesantren juga memberikan beasiswa tidak sedikit kepada santrinya yang tidak mampu, karena biaya sama sekali tidak menjadi acuan dalam belajar di pesantren. Indonesia sendiri merupakan negara dengan banyak jumlah pesantrennya.
Keberadaan pesantren perlu diatur secara khusus, hal ini juga menjadi pemikiran cawapres Ma’ruf Amin untuk mengajukan pembentukan lembaga khusus yang mengatur tentang pesantren bahkan bila perlu Kementrian ke-Pondok Pesantrenan. Ide ini merupakan suatu hal yang bijak karena melalui kementrian atau lembaga khusus tersebut maka dapat semakin mempersatukan pesantren dengan nasionalisme.
Berbagai pengalaman dan latar belakang Ma’ruf Amin jelas membuktikan kematangan dan betapa bijaknya sosok ulama sekaligus politisi tersebut. sikap dan gaya busana sederhana khas kiai juga semakin menujukkan kebersahajaan seorang pemimpin yang pantas memimpin bangsa Indonesia.
Oleh: Wildan Nuril (Alumni Fakultas Tarbiyah UIN Jogja)
Komentar