Pelebonan Mendiang Istri Raja Ubud Masuk MURI
Jumat, 02 Maret 2018
00:00 WITA
Gianyar
6705 Pengunjung
suaradewata.com
Gianyar, suaradewata.com – Pelebon atau upacara pembakaran jenazah mendiang istri raja Ubud, Anak Agung Niang Agung berlangsung Jumat (2/3) pukul 12.30. Undangan setingkat menteri, Gubernur Bali, Kapolda Bali, Raja se-Nusantara dan tokoh lainnya serta masyarakat umum turut mengantarkan hingga ke Setra Dalem Puri, Ubud. Bade tumpang 9 (sia) ini pun mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri).
Sebelum bade dan lembu hitam berjalan ke setra, dari pihak Muri mengumumkan jika bade ini disebut tertinggi di Indonesia bahkan tertinggi di dunia. Dari pihak puri, perwakilan keluarga puri, Tjokorda “Ace” Artha Ardana Sukawati, menyampaikan rasa terima kasih atas penghargaan yang diberikan oleh Muri.
Setelah penyerahan Muri, jasad mendiang AA Niang Agung diusung dari Puri Ubud ke atas bade yang menurut Muri setinggi 27,5 meter, dengan berat 11 ton. Bade diusung oleh 3910 orang. Warga yang mengusung bade dari puri ke setra dalem puri ini dibagi menjadi 8 secara estafet karena saking besar dan beratnya.
Pertama, iring-iringan megayot dua putri Puri Ubud, diangkat menuju setra. Disusul pasukan yang membawa tombak. Selanjutnya, lembu warna hitam yang ditunggangi Cokorda “Wah” Suyadnya diusung menuju setra. Di bagian akhir, bade diusung ratusan warga bahkan Kapolda bali pun tampak ikut serta mengangkat bade tersebut.
Iring-iringan pelebon ini pun menarik perhatian dari masyarakat dan turis asing. Karena penasaran banyak masyarakat yang naik ke atas bangunan untuk menonton prosesi pelebon dengan bade tertinggi itu.
Bade itu sempat mengalami kerusakan di bagian sayap. Kerusakan akibat sayap mengenai pohon. Sampai di Setra Dalem Puri, bade sempat terhenti karena terhalang pohon besar. Warga yang mengusung membelokkan bade sedikit untuk menghindari pohon.
Di Setra Dalem Puri, putra pertama mendiang Tjokorda Gede Putra Sukawati, yang naik berada di atas bade sempat pingsan ketika tiba di setra. Cokde-sapaan akrabnya, langsung diturunkan digotong oleh masyarakat menuju tempat teduh.
Cucu mendiang, Tjokorda Ichiro Sukawati, mengatakan, pamannya itu sempat lemas ketika sampai di setra. “Itu bentuk rasa bahagia, terharu, suka cita,” ujarnya.
Sementara itu, Bendesa Desa Ubud, Tjokorda Raka Kerthyasa menyatakan prosesi pelebon melibatkan 10 desa pakraman dan 14 banjar. “Peran warga terbagi-bagi, ada yang mengambil porsi bidang upakaranya ada bidang tabuh, jadi semua itu sesuai kebutuhan,” jelasnya.
Khusus untuk pengusung bade menuju setra dalem puri, itu terdiri atas 8 banjar meliputi Banjar Ubud Kaja, Ubud Kelod, Samban, Payogan, Junjungan, Bentuyung, Kutuh Kaja dan Kutuh Kelod. “Sehingga nanti ada delapan estafet pengusung bade dari Puri Ubud. Jadi bade kami hitung setiap 50 meter digantikan yang mengusung,” terangnya. gus/ari
Komentar