Bumi Seni Kehilangan Seorang Maestro Seni Lukis
Selasa, 05 Desember 2017
00:00 WITA
Gianyar
3987 Pengunjung
suara dewata
Gianyar, suaradewata.com – Daerah Gianyar yang memiliki julukan “Gumi Seni” tengah dirundung duka mendalam. Seorang maestro seni lukis yang terkenal dengan tehnik lukis “Sphagetti” Made Kedol Subrata telah meninggal dunia, Minggu (3/12) pukul 23.30 di RS Prima Medika, Denpasar. Karya sang maestro yang telah melanglang dunia dan banyak dikoleksi oleh para pembesar di negara ini meninggal di usia 67 tahun.
Made Kedol Subrata meninggalkan seorang istri, 3 orang anak dan 7 orang cucu. Semasa hidupnya, Madel Kedol dikenal dengan lukisan alamnya terutama yang bertemakan padi dan sawah dengan tehnik lukis “sphagetti”. Sang maestro ternyata mulai menderita sakit sejak tahun 1985, ketika itu Made Kedol menderita penyumbatan pada saluran kencing. “Bukan kencing batu, tapi ada sejenis kutil pada saluran kencingnya,” jelas Nyoman Yoga Tri Semarawima, putra ketiga pasangan Made Kedol Subrata dengan Ni Wayan Kasnawati ini.
Pada jaman itu, ilmu kedokteran belum secanggih saat ini. Pelukis asal Banjar Teges Kaja, Gianyar ini pun harus menjalani operasi pada zakarnya. Namun Madel Kedol bisa pulih dan melanjutkan aktivitasnya di bidang seni lukis. Setelah 20 tahun berselang, kesehatannya kembali menurun. Infeksi pada saluran kencing menimpanya. “Karena ilmu pengobatan sudah canggih, penyakitnya bisa diatasi dengan cepat,” ujarnya.
Penyumbatan saluran kencing kembali menyerang sang maestro, dua tahun setelahnya. Ketika diperiksa, Made Kedol divonis menderita penyakit diabetes kering. Setelah divonis sakit diabetes, kesehatan Made Kedol mulai menurun. “Pada tahun 2009, bapak mengalami komplikasi penyakit ginjal yang mengharuskan tindakan melalui operasi,” paparnya.
(Anak ketiga Made Kedol Subrata menunjukkan salah satu hasil karya sang maestro yang ditujukan kepada Presiden Jokowi namun belum sempat diserahkan)
Yoga menambahkan, pelukis kelahiran 7 Januari tahun 1950 ini sebenarnya memiliki harapan bisa menikmati hidup hingga usia 75 tahun. Tetapi Tuhan memilik kehendak lain. Di tahun 2014, penyakit yang diderita Made Kedol mulai merembet ke saraf. Anggota tubuh yang ingin digerakkan tidak sesuai keinginannya. Ketika ingin jalan, kakinya tidak merespon. Sehingga Made Kedol kesulitan untuk berjalan. “Bapak sempat terjatuh saat hendak buang air kecil, sejak saat itu bapak mengeluh sakit pada punggungnya,” ujar dosen STIKI Denpasar ini.
Diagnosa dokter pun mengatakan saraf pada tulang belakang Made Kedol kejepit. Pengonatan melalui fisioterapi pun tidak membuahkan hasil. Sampai ada saran untuk membawanya konsultasi ke dokter ahli di BIMC Hospital. Terapi pun dijalani hingga saran dari dokter untuk melakukan operasi pada pertengahan November lalu. Setelah operasi, rasa sakit yang diderita sang maestro berkurang dan diperbolehkan pulang.
Tapi, baru 2 jam di rumah rasa sakitnya kembali kambuh. Bahkan tak tertahankan, hingga akhirnya dilarikan ke RS Prima Medika Denpasar pada Jumat (1/12). Pemeriksaan di RS Prima Medika menyatakan, paru-paru dan jantung telah terserang penyakit. Beliau pun sempat melakukan cuci darah karena susah buang air kecil. Bahkan, pada Sabtu (2/12) kondisinya semakin parah dan sempat kritis. Pembengkakan pada kaki kiri akibat pembekuan darah di arteri yang menghambat peredaran darah.
Tindakan medis untuk mencairkan pembekuan darah pun dilakukan, dengan resiko pasien akan kesakitan. “Bapak sampai dikasi morfin untuk penghilang rasa sakit,” ucapnya.
Namun takdir mengatakan lain, pada hari Minggu (3/12) pukul 23.30, pelukis yang memang dikenal dekat dengan mantan Pangdam IX/Udayanan Mayjen Purn. Wisnu Bawa Tenaya ini menghembuskan nafas terakhirnya. “Bapak meninggal karena serangan paru-paru sehingga sesak nafas,” tuturnya sedih mengingat dirinya sering menemani sang maestro di kala sakit dan saat-saat terakhir. gus/ari
Komentar