PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Registrasi Sim Card Untuk Cegah Kejahatan Siber

Selasa, 21 November 2017

00:00 WITA

Nasional

3281 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

google

Opini, suaradewata.com -Seperti yang sudah diketahui, pemerintah telah mewajibkan seluruh pengguna kartu seluler untuk melakukan registrasi kartu SIM khusus prabayar sejak 31 Oktober 2017. Penerapan ini oleh Kominfo bertujuan mencegah penyalahgunaan kartu seluler melalui perangkat smartphone untuk hal-hal kejahatan. Namun, keharusan registrasi kartu SIM bagi pengguna kartu seluler prabayar yang mencantumkan NIK dan KK yang sudah dimulai sejak beberapa waktu terakhir menimbulkan sejumlah opini di masyarakat. Padalah penerapan registrasi kartu SIM dengan sistem serupa sudah terlebih dahulu diterapkan oleh negara-negara lain di dunia.

Di Indonesia, nomor ponsel tersebut nantinya tersinkronisasi dengan data yang ada di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri yaitu nama, alamat, nama keluarga, umur, dan sebagainya.Kewajiban ini juga memberikan sanksi blokir bagi mereka yang tidak menghiraukannya.

Berdasarkan fakta yang ada di beberapa negara, kekacauan yang terjadi dan melibatkan korban jiwa dilakukan dengan memanfaatkan kartu seluler, misalnya pengeboman. Diperburuk dengan pengawasan penggunaan kartu seluler yang sangat lemah, saat ini pemberlakukan aturan registrasi kartu SIM telah diterapkan di 90 negara. GSM Association (GSMA) seluruh dunia sebelumnya pernah menyatakan bahwa pemberlakuan aturan registrasi kartu SIM merupakan langkah penertiban dan penegakkan hukum. Untuk itu, GSMA mengeluarkan rekomendasi serta panduan-panduan bagi operator maupun pemerintah yang menerapkan aturan tersebut.

Negara-negara lain yang sudah mewajibkan registrasi kartu SIM diantaranya negara India, Swiss, Mesir, Pakistan, China, Arab Saudi, Zimbawe, Brazil, Jerman, Norvegia, Uni Emirat Arab, Malaysia, Mauritis, dan Afrika Selatan sejak tahun-tahun lalu. Selain negara-negara maju dunia, negara-negara berkembang sudah mengadopsi ketentuan tersebut untuk membantu menata bisnis jasa telekomunikasi di sektor hulu, sehingga dapat menekan hal-hal yang dapat mendestruksi pasar seperti penipuan, kejahatan seksual, fitnah, penyebaran konten negatif, dan atau hate speech. Bahkan baru-baru ini Filipina mengajukan proposal untuk memberlakukan registrasi kartu SIM dengan identitas tunggal dengan pertimbangan maraknya kriminal yang menyalahgunakan kartu SIM akibat lemahnya regulasi yang ada. Polandia juga baru raja resmi menerapkan aturan ini pada Juli 2016 lalu.

Selain melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman kriminalitas baik dari sesama warga Indonesia, orang asing yang menggunakan kartu SIM Indonesia juga dituntut untuk mengikuti regulasi baru yang ditentukan oleh Pemerintah sehingga ancaman kriminalitas oleh orang asing di Indonesia demi kepentingan hukum kedepannya dapat diantisipasi dengan baik. Seperti halnya yang ada Jerman, WNA diwajibkan membawa tanda pengenal untuk didaftarkan oleh pihak counter bahkan orang umum tidak bisa entry data sendiri, kemudian masih diwajibkan untuk login via online. Ditambah lagi counter tersebut juga haruslah counter resmi.

Negara lain seperti halnya Jepang memiliki ketentuan yang lebih mengikat jika dibandingkan dengan aturan yang hendak diterapkan di Indonesia. Negara sakura tersebut hanya menyediakan provider untuk sistem pasca bayar. Dibutuhkan komitmen atau semacam kontrak saat akan membeli provider tersebut. Jadi jangan harap dapat menemukan kartu SIM pra bayar yang dapat dengan mudah diisi ulang atau dibuang dengan mudah seperti di Indonesia. Bahkan kebanyakan provider meng-inject pada handphone, sehingga pada saat kita membeli ponsel otomatis membeli provider. Walaupun terdapat beberapa provider yang menjual ponsel dengan chip card atau SIM card secara terpisah namun sistem registrasi yang digunakan mewajibkan untuk mencantumkan identitas sesuai dengan passport yang dimiliki.

Jika dilihat sekilas, negara Jepang memiliki sistem yang bagi orang Indonesia pasti dinilai terlalu berbelit-belit, untuk itu seharusnya aturan baru semacam ini bukanlah perkara yang perlu dikeluhkan oleh rakyat Indonesia. Di negara-negara maju, penerapan aturan pendaftaran SIM card identitas tunggal mencerminkan pribadi yang lebih tertib dalam menggunakan teknologi. Database kependudukan juga dikelola menggunakan teknologi, menyebabkan mereka lebih bertanggung jawab dalam bertindak.Apalagi adanya opini negatif mengenai kemungkinan operator akan mengotak-atik database konsumen dan menggangu privasi pelanggan pengguna seluler sebenarnya hal yang terlalu berlebihan. Operator sendiri sudah melakukan perjanjian dan mau bekerja sama dengan Pemerintah untuk menjamin database tersebut sehingga bersifat rahasia, bukan untuk tujuan komersil atau kepentingan kekuasaan. Pemberlakuan registrasi kartu SIM pelanggan operator jaringan mobile bagi pemerintah sendiri sebagai bentuk layanan publik dan pengawasan terhadap rakyat.

Selain itu, adanya provokasi hoax di masyarakat untuk tidak mendaftarkan data seluler justru disebar oleh penjahat siber yang kerap menipu masyarakat dan menyebarkan kebencian di dunia maya. Sudah saatnya pergerakan penjahat siber dipersempit melalui keharusan registrasi dan penggunaan identitas yang benar. Jadi  mari rakyat Indonesia mulai berpikir positif dan bijak dalam menolak provokasi hoax seputar registrasi sim card.

 

Oleh : Ricky Rinaldi (Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis, LSISI)


Komentar

Berita Terbaru

\