Buntut Perlawanan Petani Pejarakan, Tanaman Dijarah "Sapi Liar"
Rabu, 03 Mei 2017
00:00 WITA
Buleleng
3684 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com - Perlawanan kelompok warga yang menguasai dan mendapatkan hak pengelolaan tanah negara di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, dari pemerintah pusat ternyata tidak sebatas mengalami tekanan dari oknum-oknum aparat penegak hukum serta pemerintahan di Kabupaten Buleleng. Selain menggunakan cara-cara birokrasi, dugaan intervensi terhadap masyarakat penggarap tanah negara di Desa Pejarakan tak luput menggunakan hewan sebagai alat. Seperti apa?
"Lelah kami menanam dan mengeluarkan modal untuk menggarap tanah tersebut (Tanah Negara). Karena menjelang panen, tanaman kami selalu di makan habis oleh sapi liar. Entah sengaja atau tidak, tapi hektaran tanaman yang dimakan tentunya patut jadi pertanyaan motivasi melepas sapi-sapi itu memakan tanaman kami," ujar Gede Kariasa yang menjadi salah satu pihak dalam gugatan kepada Pemkab Buleleng di Pengadilan Negeri Singaraja, Rabu (3/5/2017).
Menurut Kariasa, warga yang menggarap lahan pertanian di tanah negara itu bukannya sekedar membiarkan hektaran lahan terbengkalai atau sekedar mengklaim. Banyak kegiatan yang dilakukan warga untuk menunjang perekonomian hidup mereka.
Selain menanam pohon pisang, warga juga menanam jagung serta kacang kedelai yang diharapkan mampu menopang kehidupan mereka. Bahkan, pengolahan non pertanian pun turut dilakukan sebelumnya.
"Ada juga yang membuat garam untuk sekedar mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Tapi kebanyakan ditanami jagung dan kacang. Namun sering kali habis tanam, di makan sapi semua," papar Made Sukrada yang dikonfirmasi di tempat terpisah.
Sukrada yang hingga kini masih menunggu kepastian kinerja aparat Kejaksaan Negeri Buleleng atas laporan ke gedung Korps Adyaksa itu pun mengaku turut menjadi korban cara-cara kotor yang dilakukan terhadap petani penggarap tanah negara di Desa Pejarakan.
Menurut pengakuannya, tanaman yang ia tanam pun sering dijarah oleh sapi-sapi yang sering lepas di areal tersebut. Bahkan, lanjutnya, beberapa pemilik sapi pun sempat ditegur atas lepasnya hewan peliharaan mereka yang memakan tanaman warga.
Masalah tersebut bukan hanya sebatas disampaikan kepada para pemilik sapi, kepada pihak pemerintahan desa pun sempat diutarakan oleh para petani penggarap tanah negara. Bahkan, lanjutnya, sempat ada surat edaran yang dibuat oleh desa untuk seluruh pemilik sapi.
Seperti yang diungkapkan oleh petani lainnya dan sempat menggarap tanah negara di Dusun Batu Ampar yakni Wayan Bhakti. Menurutnya, pihak pemerintahan desa hanya memunculkan solusi surat edaran semata ketika masalah habisnya tanaman dijarah oleh sapi liar milik warga lain.
"Sama saja pak, begitu surat himbauan diedarkan, memang betul sapi diikat siang hari. Tapi malamnya kembali di lepas dalam jumlah banyak. Habislah tanaman kami dan tidak bisa panen," ungkap Bhakti.
Ia mengaku pernah menanami lahan dengan tanaman kacang komak dan ketela pohon. Namun bukan sekedar tanaman kacangnya yang habis, sampai buah ketela yang ada di dalam tanah pun juga habis dimakan dan dirusak oleh sapi-sapi.
Jumlah sapi yang lepas pun bukan satu atau dua ekor, namun mencapai jumlah belasan ekor dan memakan tanaman warga. Hal tersebut menyebabkan indikasi kesengajaan yang dilakukan terhadap para petani yang mengelola tanah negara dan memberdayakannya di sektor pertanian serta perkebunan.
Bhakti merupakan pengelola lahan yang kini diatasnya berdiri bangunan penginapan milik Pokmasta. Yang selain haknya diambil alih, ia pun mengaku tidak mendapatkan ganti rugi apapun atas kerusakan tanaman pertaniannya.
"Bagaimana saya mau nuntut, alasan pemilik sapi adalah talinya lepas lah, ininya itu lah, maaf lah, dan banyak lagi alasan-alasan yang membuat petani hanya mampu mengurut dada. Sakit hati sebetulnya pak, tapi kami cuma masyarakat kecil. Bahkan dulu ada yang sampai mati gantung diri akibat tidak kuat dengan tekanan," ujar Bhakti.
Disisi lain, Gede Suardana selaku LSM pendamping laporan warga di Desa Pejarakan mengaku belum mengetahui sejauh mana perkembangan laporan warga di Kejaksaan Negeri Buleleng. Ia yang dikonfirmasi melalui akun facebooknya mengatakan hanya diminta untuk bersabar.
Dikonfirmasi terkait dugaan laporan warga dipeti-eskan alias tidak mendapat penanganan serius oleh aparat penegak hukum di Kejaksaan Negeri Buleleng, Suardana tampak tidak berkomentar banyak.
"Memang liu (Banyak) laporan masuk angin (tidak ditanggapi serius pihak Kejaksaan) hingga jadi nggak jelas. Begitu mau pindah pejabat di penegak hukum (Kejaksaan Buleleng) langsung keluar surat penghentian. Semoga laporan yang satu ini tidak masuk angin," ungkapnya dalam tulisan ketika menjawab pertanyaan suaradewata.com. adi/ari
Komentar