Denpasar, suaradewata.com - Presidium Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Putu Wiratnaya mengecam keras tindakan PT. Freeport Indonesia yang mengancam akan melayangkan gugatannya ke Pengadilan Arbitase Internasional. Freeport yang mengeruk kekayaan alam Papua hampir selama 50 tahun ini bahkan tak banyak menguntungkan bagi Indonesia khususnya warga Papua.
“Untuk menghasilkan 225 ribu ton bijih emas, hampir 700 ribu ton material dikeruk setiap harinya di tanah Papua. Jumlah ini setara dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang 700 km. Bisa dibayangkan jika Freeport dibiarkan begitu saja mengeruk kekayaan Indonesia” ungkap Putu Wiratnaya.
Ia juga menilai, selama ini PT Freeport cenderung membangkang dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, misalnya mengenai kewajiban pemurnian di dalam negeri dan membangun smelter. UU nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara jelas Freeport seharusnya tidak boleh melakukan ekspor konsentrat apabila belum membangun smelter. Namun hingga saat ini smelter belum juga rampung dibangun.
“Sehingga, PP Nomor 1 tahun 2017 ini menjadi jawaban bagi masyarakat Indonesia atas permasalahan hilirisasi dan divestasi usaha pertambangan di Indonesia. Kedepannya agar Freeport tidak lagi melakukan negosiasi politik agar kontraknya diperpanjang” sambungnya.
Perihal gugatan yang dicanangkan pihak PT. Freeport Indonesia, Putu Wiratnaya mengharapkan agar pemerintah tidak takut terhadap ancaman tersebut, karena kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak sama sekali melanggar peraturan.
“Kami dan seluruh masyarakat Indonesia pasti mendukung langkah pemerintah dan terlebih PT. Freeport ini telah terlalu lama menjajah bumi Papua. Kami yakin dengan divestasi mencapai 51% akan sangat jauh berpengaruh terhadap pendapatan Negara pertahunnya”. imbuhnya.
Diakhir ungkapannya Putu Wiratnaya mengatakan bahwa pemerintah masih memiliki hutang kepada masyarakat Papua, karena Berdasarkan data Freeport pada 2015, jumlah karyawan perseroan mencapai 12.085 orang, dengan masing-masing pekerja asli dari Papua 4.321 orang (35,76%), pekerja non Papua 7.612 (62,98%) dan pegawai asing 152 orang (1,26%).
“Ini adalah PR selanjutnya bagi pemerintah, bagaimanapun kekayaan Papua menjadi utama untuk kemajuan masyarakat Papua.” tutupnya. rls/ari
Komentar