Polisi Pun Rela Jadi "Badut", Hilangkan Trauma Anak-Anak Korban Longsor
Senin, 20 Februari 2017
00:00 WITA
Bangli
4414 Pengunjung
suaradewata.com
Bangli, suaradewata.com – Untuk menghilangkan rasa trauma pasca bencana tanah longsor dan banjir bandang yang memporak-porandakan wilayah desa Songan, Kintamani, sejumlah anggota Polres Bangli rela berubah menjadi badut. Mereka tak segan-segan memberikan atraksi yang menarik dan lucu untuk menghibur para korban bencana khususnya anak-anak. Hal tersebut terekam saat Polres Bangli & PC Bhayangkari Bangli melaksanakan program Trauma Healing pertolongan pasca bencana di SDN 3 Songan, Senin (20/2/2017).
Kegiatan tersebut langsung di pimpin Kapolres Bangli AKBP Danang Beny.K.S.Ik bekerjasama dengan Dikyaksa Dit Lantas Polda Bali dan team psikologi biro SDM Polda Bali yang di Pimpin Oleh AKBP Dra Eka Sariana yang mendatangkan badut-badut lantas yang bentuknya lucu - lucu. Sejenak tampak keceriaan dan kegembiraan ratusan anak-anak ini kembali. Terlebih, saat mereka disuguhi berbagai permainan yang manarik dan lucu. Selain itu, mereka juga disuguhi hiburan sulap.
Ketua Bhayangkari Cabang Bangli Nyonya Uli Danang Beny.K.S.Ik menyampaikan kegiatan yang dilakukan bekerjasama dengan HG Bali Production memberikan game dan bernyanyi yang diselingi dengan pemberian bingkisan kepada anak anak korban bencana sehingga anak anak dapat ketawa dan bersenang senang dan melupakan kejadian yang telah dialaminya.
Disebutkan, trauma healing sangatlah penting, melihat banyak dari korban bencana alam mengalami trauma dan ketakutan yang berlebih ketika mendengar suara-suara—yang menyerupai gaung, getaran, atau semacamnya. “Trauma healing sendiri diutamakan pada anak-anak dan lansia, yang biasanya mengalami trauma paling kuat, baik stres maupun depresi,” tegasnya.
Sementara Kapolres Bangli, menerangkan trauma healing seharusnya dilakukan secara teratur agar dapat membangun kembali mental para korban. Terhadap anak-anak, misalnya, program trauma healing dapat dilakukan dengan membangun kelompok bermain yang diikutkan ke dalam kelas, atau kegiatan-kegiatan bermain, belajar, membaca buku, kegiatan kesenian—seperti tari, musik, dan melukis—bahkan kegiatan beragama. “Trauma healing yang diberikan pada anak-anak bertujuan agar mereka mampu melupakan kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lampau, sehingga membuat mereka lebih siap apabila bencana datang kembali,” ungkapnya.
Kegiatan-kegiatan trauma healing yang diberikan pada anak-anak berbeda pada orang dewasa. Pada orang dewasa, program yang lebih tepat berupa konseling. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan kembali wilayah, atau penempatan korban di wilayah baru. “Dengan hal tersebut, ingatan tentang bencana di benak mereka bisa terhapus, dan kehidupan baru bisa dimulai,” harapnya. ard/ari
Komentar