PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Terkait Keluhan Calo Tiket Ke Terunyan, Dewan Dan Disbudpar Bersikap

Jumat, 04 November 2016

00:00 WITA

Bangli

3979 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Bangli, suaradewata.com – Adanya keluhan yang dilontarkan guide dan wisatawan terhadap prilaku para calo liar tiket penyeberangan menuju Terunyan dan aksi oknum pedagang acung di Dermaga Kedisan yang membuat pengunjung merasa tidak nyaman, kembali menuai mendapat sorotan tajam dari kalangan DPRD Bangli. Menurut Wakil Ketua DPRD Bangli, I Komang Carles, mengemukanya kembali keluhan tersebut, semestinya harus segera disikapi dengan serius agar citra Kintamani tidak kembali hancur. “Bupati atau SKPD terkait dalam hal ini Disbudpar harus bersikap tegas. Bila perlu Bupati segera merapatkan jajarannya untuk segera mengatasi persoalan ini supaya tidak berlarut-larut,” ungkap Carles saat dihubungi, Jumat (04/11/2016).

Untuk itu, Bupati dan SKPD terkait diharapkan harus lebih serius dalam menata kawasan Kintamani agar keluhan serupa tidak terulang kembali.  Sebab, lanjut Cares, jika persoalan ini terus berkembang dikhawatirkan nanti akan berdampat buruk secara luas terhadap pariwisata Bangli. “Langkah-langkah konkrit sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan ini,” tegas  politisi Demokrat asal Kintamani ini.  

Terlebih, diakui, persoalan ini sejatinya sudah berkali-kali sempat mengemuka. Hanya saja, sangat disayangkan, upaya penertiban yang sempat dilakukan justru terkesan hangat-hangat tai ayam.  Padahal, disebutkan Pos bagi oknum calo tersebut sejatinya telah ada. “Yang diperlukan sekarang adalah ketegasan dari pemerintah dengan melibatkan semua perangkat daerah yang ada, mulai dari Sat Pol PP, Dishub terkait dengan penyebarangan untuk duduk bersama dan segera mengambil langkah-langkah konkrit,” sebutnya.

Terlebih, dalam visi misi Bupati juga kan sudah jelas terkait konsep pariwisata di Bangli. “Dari visi misi Bupati itu, sebenarnya tinggal diimplementasikan oleh jajarannya secara teknis. Jangan sampai justru SKPD terkait, tidak punya konsep untuk menyelesaikan persoalan yang sudah cukup lama berkembang ini,” tegasnya.  “Intinya yang paling diperlukan saat ini adalah sikap tegas dari Bupati. Bila perlu sidaklah sekali-sekali ke lapangan biar lebih tahu kondisinya dilapangan,” imbuhnya.  

Secara terpisah, Kadisbudpar Bangli Wayan Adnyana saat dikonfirmasi terkait persoalan tersebut justru belum bisa memberikan jawaban yang jelas dan tegas. Atas persoalan tersebut, Adnyana hanya mengaku akan segera melakukan koordinasi dan meningkatkan pembinaan lagi. “Secara bertahap dan berlahan-lahan, itu akan kita tertibkan,” ungkapnya singkat.

Sebelumnya Gede Jaya (40) seoarang guide asal Padang Sambean, Denpasar, Kamis (03/11/2016) menceritakan sepenggal pengalaman pahit saat dia berkunjung bersama tamu domestic dan mancanegera ke Kintamani. Diceritakan, sekiatar sepekan lalu saat dirinya membawa rombongan tamu  asal Jawa Barat sebanyak 14 orang, ke Kintamani yiba di pertigaan Penelokan, tiba-tiba kendaraannya  distop sejumlah warga yang diduga sebagai  calo tiket penyebarangan ke Terunyan. “Saat itu, tamu saya ditawarkan oleh warga tersebut untuk menyeberang ke Terunyan dengan cara-cara yang  kurang elegan. Awalnya saya sudah sempat mengingatkan tamu untuk hati-hati,” sebutnya.

Selanjutnya, karena tamunya tertarik dan penasaran setelah searching internet dengan keunikan Kuburan desa Trunyan, memutuskan untuk menyebrang mengunjungi kuburan desa Terunyan. Selanjutnya terjadi kesepakatan antara tamunya dengan calo tiket tersebut. Hanya saja, diakui rasa tidak nyaman tersebut, justru sudah dirasakan tamunya saat akan diajak turun dengan menggunakan mobil pick up terbuka. “Karena takut, akhirnya tamu saya menolak dan meminta dicarikan mobil tertutup untuk melakukan perjalanan ke penyeberangan. Saat itu tamu saya dibuat lama sekali menunggu. Maunya dicancel, tapi tamu saya merasa tidak enak sehingga tetap melanjutkan rencananya ke Trunyan sesuai kesepakan awal,” tegasnya. 

Hanya saja, dalam perjalanan pihaknya justru merasa dikibuli. Sebab, awalnya dikira akan menyebrang melalui jalur resmi Dermaga Kedisan .  “Tapi kenyataannya justru tamu saya diajak hingga masuk ke desa Trunyan. Dan sarana penyebrangan yang digunakan, bukannya menggunakan bout seperti kesepatan awal, melainkan dengan mengunakan perahu tradisional yang cukup membahayakan dengan tariff Rp 100.000 per orang,” kenang Gede Jaya. 

Tidak hanya itu, saat tiba di desa Terunyan, rombongan tamunya justru disambut dengan kedatangan oknum warga peminta-minta. “Tamu saya tidak sih mempersoalkan warga yang meminta-minta itu. Yang paling membuat tamu saya kecewa, karena kesepakatan awal tidak sesuai dengan kenyataannya. Disamping itu, pelayanan yang diberikan benar-benar membuat tidak nyaman,” sesalnya.   

Lebih lanjut diceritakan, rasa tidak nyaman juga sempat dia rasakan bersama wisatawan asal Perancis yang dibawanya untuk berkunjung ke Dermaga Kedisan, tiga bulan lalu. “Kalau di Dermaga Kedisan, yang dikeluhkan wisatawan adalah pedagang acungnya yang terkesan main paksa kepada tamu. Padahal tamu saya sudah tidak tertarik untuk membeli, tapi terus dikejar-kejar,” ungkapnya. 

Terhadap persoalan tersebut, pihaknya berharap kepada Pemkab Bangli untuk segera membenahi tata cara pengelolaan obyek wisata Kintamani. “Jika cara-cara main paksa tersebut masih diterapkan oleh masyarakat, saya rasa akan menyebabkan citra Kintamani lambat laun akan kembali hancur,” sebutnya. Sementara, terhadap keberadaan calo tiket liar tersebut, pihaknya menyarankan Pemkab Bangli untuk menyingkronkan antara penyedia jasa yang resmi dengan warga local agar pelayanan yang diberikan ada standarisasinya dengan harapan bisa memberikan rasa nyaman kepada pengunjung. “Kalau ingin tingkat kunjungan ke Kintamani meningkat,intinya harus ada jaminan kenyamanan yang diberikan kepada wisatawan,” pungkasnya. ard/ari


Komentar

Berita Terbaru

\