DPRD Bali Didesak Cabut Perda LPD dan Terbitkan Perda Peralihan
Senin, 29 Agustus 2016
00:00 WITA
Denpasar
4773 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com – Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB) kembali mendatangi Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (29/8/2016). Kedatangan forum yang getol memperjuangkan pencabutan Perda Nomor 8 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Perda Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) ini, dipimpin langsung oleh Pembina FPEAB Njoman Gede Suweta.
Suweta dan jajaran bertandang ke gedung wakil rakyat, dalam rangka beraudiensi dengan Pimpinan DPRD Provinsi Bali. Di Gedung Dewan, FPEAB diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama.
Kepada Adi Wiryatama dalam audiensi tersebut, FPEAB kembali menyampaikan padangan terkait kondisi LPD di Bali. Selain itu, FPEAB juga menyerahkan hasil Semiloka 'Kedudukan dan Peran LPD Pasca UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Kepada wartawan usai audiensi tersebut, Suweta menjelaskan, ada beberapa pokok pikiran penting sebagai kesimpulan dari semiloka yang dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2016 lalu. Pokok-pokok pikiran dimaksud, kata dia, diharapkan menjadi masukan bagi DPRD Provinsi Bali serta Gubernur Bali, dalam upaya memperkuat kedudukan dan peran LPD di Bali.
Adapun pokok-pokok pikiran dimaksud, di antaranya agar DPRD Provinsi Bali segera mencabut Perda Nomor 8 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Perda Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), untuk selanjutnya diganti dengan Perda Peralihan Tentang LPD.
"Perda Peralihan tersebut, nantinya diharapkan berisi pasal-pasal sebagaimana hasil semiloka. Seperti pasal yang mengatur tentang pengertian beberapa istilah yang digunakan dalam perda tersebut serta pasal yang menentukan bahwa LPD adalah milik Desa Adat secara kolektif," jelas Suweta.
Selain itu, Perda Peralihan juga berisi pasal yang mengatur dasar hukum LPD adalah hukum adat. "Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) UU LKM yang menyatakan bahwa LPD dan Lumbuh Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum undang-undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada undang-undang ini," ujar Suweta, yang juga Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila Bali.
Selanjutnya, Perda Peralihan juga didorong berisi pasal yang mengatur tentang peran pemerintah daerah terbatas pada pemberian pengakuan dan perlindungan terhadap LPD. Ada pula pasal yang mengatur tugas Gubernur Bali dan MUDP membentuk Tim Transisi dan Panitia Peralihan yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, adat, akademisi, dan praktisi.
"Tugas Tim Transisi dan Panitia Peralihan adalah nyuratang awig-awig sebagai Hukum Adat Bali yang bersifat umum atau pokok-pokoknya saja," beber Suweta, yang didampingi jajaran FPEAB seperti Ketut Ngastawa, Dr AA Ketut Sudiana, Nyoman Sumantha, Ketut Sumarta, Ketut Mandra, Ketut Giriarta dan Ketua LPD Kuta.
Yang tak kalah penting, lanjut Suweta, Perda Peralihan juga berisi pasal yang menyatakan bahwa sejak Perda Peralihan ini dinyatakan berlaku maka Perda Nomor 8 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Perda Nomor 4 Tahun 2012, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Terhadap masukan serta pokok-pokok pikiran dari hasil yang digelar FPEAB ini, Ketua DPRD Provinsi Bali Adi Wiryatama mengapresiasinya. "Akan kita jadikan masukan sebagai acuan dalam pembahasan Perda Peralihan Tentang LPD nantinya," kata Wiryatama. san/hai
Komentar