Ini Dilema Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di RSUD Kabupaten Buleleng
Senin, 02 Mei 2016
00:00 WITA
Buleleng
4441 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com - Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Kabupaten Buleleng ternyata cukup menjadi sebuah dilema bagi badan usaha milik pemerintah di Bali Utara. Hal tersebut disampaikan Wakil Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) RSUD Kabupaten Buleleng, dr. Nyoman Gunawan, ketika dikonfirmasi, Senin (2/5).
Pasalnya, pelayanan yang diberikan memamg diakui masih menimbulkan masalah dan berkepanjangan. Salah satu kasus yang terjadi terkait dengan keberadaan fasilitas ruang perawatan yang kerap membuat citra pelayanan RSUD buruk di mata publik. Seperti halnya yang berlangsung diruang Jempiring. Sejumlah pasien kerap mengeluh kepanasan bahkan tidak tahan berada didalam ruangan.
"Bukan hanya baru-baru ini saja peristiwa itu terjadi. Keluhan pun dirasakan oleh petugas kesehatan termasuk dokter. Sudah pernah beberapa kali disampaikan tapi pada ujungnya, anggaran yang kami ajukan untuk perbaikan pelayanan selalu dipangkas," ujar Gunawan.
Menurutnya, ruangan Jempiring yang selalu menjadi sentral sorotan terkait fasilitas pendukung fisik yang sangat kurang telah berulang kali coba ditunyaskan permasalahannya. Salah satu contoh yakni ketika rencana pemugaran yang direncanakan berlangsung pada tahun 2014 oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Dimana, lanjut Gunawan, rehab gedung yang saat ini dalam kondisi pelayanan memprihatinkan berujung batal akibat kebijakan pasien JKBM yang hanya bisa di RSU milik pemerintah.
Kebijakan yang konon diusulkan oleh Pemkab Buleleng kepada pihak Provinsi Bali ini menjadi pemicu ledakan pasien penerima layanan JKBM khususnya pasien kelas 3. Kondisi tersebut pun membuat pihak RSUD Buleleng batal melakukan rehab untuk bangunan ruang Jempiring yang menjadi sentra pelayanan terhadap masyarakat miskin baik umum maupun penerima bantuan pemerintah.
Bukan hanya itu, sikap DPRD yang kerap memangkas anggaran pun menjadi salah satu warna yang sangat mempengaruhi perbaikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kecil. Pasalnya, walaupun telah berulangkali melakukan sidak dan mengetahui kondisi ruang pelayanan bagi masyarakat miskin namun ternyata tidak melahirkan kepedulian dengan melakukan pemotongan pengajuan anggaran perbaikan pelayanan tersebut.
"Kami sudah sering ajukan anggaran untuk perbaikan. Dari eksekutif sudah terima sebab sering ditinjau. Bahkan istri Bupati Buleleng pun pernah melihat langsung keberadaan ruang Jempiring yang fasilitasnya sangat minim. Sehingga patut kami akui, terkadang kondisinya sangat tidak manusiawi. Jangankan pasien, tenaga kesehatan dan bahkan kami dokter pun memang sangat tidak merasa nyaman untuk ke ruangan itu (Jempiring). Tapi upaya demi upaya tentu akan berujung pada anggaran dan tentu harus disetujui oleh dewan Buleleng," papar Gunawan.
Hal senada juga disampaikan Kepala Ruangan Jempiring, Gusti Made Sariani, yang dikonfirmasi keberadaan fakta minimnya sejumlah fasilitas pelayanan. Sariani yang kepada wartawan mengaku telah menjadi Kepala Ruangan Jempiring sejak tahun 2011 silam menyatakan rasa tidak berdayanya dengan sejumlah keluhan masyarakat terkait minimnya fasilitas ruangan.
Menurutnya, kondisi ruangan yang panas serta tidak representatif untuk memberikan pelayanan bagi pasien rawat inap sudah berulangkali disampaikan kepada manajemen pihak RSUD. Namun, memang tidak pernah ada perubahan yang signifikan terhadap kondisi tersebut.
"Saya minta pendingin ruangan agar dipasang pada ruangan, diberikan empat buah AC (Air Conditioner). Tapi ternyata setelah dipasang pun tidak juga dingin. Awalnya bahkan bermasalah karena daya listrik yang tidak kuat ketika dihidupkan. Dan sampai sekarang kondisinya masih tetap seperti keadaan sebelumnya (ruangan panas)," ujar Sariani.
Sebelumnya, ruangan sempat dipasang kipas angin gantung yang ternyata kondisinya rusak sampai saat ini. Kerusakan tersebut pun berulangkali disampaikan akan tetapi tetap masih dalam kondisi rusak hingga saat ini. Katanya, lanjut Sariani, karena ada permintaan pendingin ruangan sehingga kipas angin pun tidak diperbaiki dan dibiarkan rusak.
Sejumlah pasien yang dirawat inap di ruang Jempiring sering memilih berada di luar ruangan. Beberapa yang masih mampu untuk bangun dari tempat tidur acap kali meminta untuk tinggal diluar ruangan karena kepanasan berada di dalam ruangan. Sedangkan pasien lain yang tidak sanggup bangun pun harus dibuka pakaiannya agar bisa merasakan angin.
Terdapat dua buah ruangan didalam bangunan Jempiring yang merupakan ruangan kategori kelas 3 bagi masyarakat umum maupun penerima bantuan. Satu ruangan masing-masing berisikan 16 tempat tidur. Pada ruang B terdapat dua buah pendingin udara sedangkan pada ruang A hanya terdapat satu buah pendingin udara.
Selain bangunan ruang Jempiring, terdapat juga satu bangunan yang peruntukan kelasnya sama seperti ruang Jempiring yakni ruang Lely. Namun kondisinya ruangan Lely jauh berbeda dengan kondisi yang ada di bangunan ruang jempiring. Pasalnya, ruag Lely sebelumnya telah mengalami renovasi yang kini berlantai dua dan fasilitasnya pun tidak sama dengan ruang Jempiring.
Di sisi lain, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Ketut Wirsana, ketika dikonfirmasi permasalahan tersebut hanya mengatakan akan melakukan investigasi dan turun langsung untuk melihat kondisi pelayanan tersebut.
"Nanti diam-diam saya akan turun dan meninjau ruangan itu (Jempiring). Nanti hasilnya akan saya sampaikan kepada rekan media. Seperti apa yang sebetulnya terjadi atas masalah pelayanan bagi warga miskin yang menjalani rawat inap diruang Jempiring," pungkas Wirsana yang baru menduduki kursi Ketua DPC Hanura Buleleng. adi
Komentar