PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Buta, Miskin, Pekak Hidup Sebatang Kara

Selasa, 01 September 2015

00:00 WITA

Bangli

2538 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Bangli, suaradewata.com– Masa tua yang semestinya bisa dinikmati bahagia bersama keluarga. Namun bagi I Wayan Regug (85) asal banjar Selat Kaja, Desa Selat, Susut, Bangli justru berbanding terbalik. Disisa akhir hidupnya, Regug justru hidup sebatang kara sejak sepuluh tahun terakhir didalam rumah yang kondisinya sudah tidak layak huni. Bahkan, kondisinya kian memperihatinkan sejak enam bulan terakhir, setelah matanya mengalami kebutaan permanen. Praktis, kini kakek Regug yang telah hidup pada jaman perjuangan kemerdekaan ini, tidak bisa beraktivitas secara normal. Karena itu, untuk bertahan hidup, kakek ini terpaksa mengandalkan belas kasihan warga dan mengandalkan salah satu anaknya yang menikah tidak jauh dari rumahnya.

Sesuai pantauan, Selasa (01/09/2015), Regug tinggal didalam rumah yang beratap seng dengan kondisi banyak bocor. Rumah dengan dua kamar tersebut, hanya satu kamar yang masih bisa ditempati. Sementara kamar lainnya, sudah benar-benar rusak sehingga dibiarkan kosong. Sementara lantainya dari semen, yang kondisinya juga sudah rusak berat sehingga membayakan bagi Regug yang dalam kondisi buta.

Saat itu, tampak Ni Wayan Sutinggi (46) anak pertama Regug sedang melihat ternaknya yang dititipkan dipekarangan rumah ayahnya.  Diceritakan, ayahnya hidup sebatang kara sejak sepuluh tahun terakhir. “Setelah ibu meninggal dunia, ayah tyang hidup sendiri sejak sepuluh tahun terakhir. Sementara saya bersama saudara yang lain sudah menikah keluar,” ujarnya. Regug adalah ayah dari empat anak. Satu anak laki-lakinya sudah meninggal dunia. Sementara ke tiga anak perempuan sudah semuanya menikah.

Beruntung salah satu anaknya ini, Sutinggi menikah tidak jauh dari rumah ayahnya. Sehingga disela-sela kesibukannya mengurus keluarga dan ternaknya, bisa memperhatikan orang tuanya. “Masalahnya kalau malam, orang tua saya tidak ada yang menjaganya,” jelasnya. Diceritakan Sutinggi, karena kondisi mata ayahnya yang buta. Pernah suatu ketika, ayahnya jatuh hingga berdarah-darah dirumahnya. Sementara Regug mengaku, buta yang dialaminya sudah tidak bisa disembuhkan lagi. “Hidup tyang memang lacur dan hidup sendiri. Saat diperiksakan ke Rumah Sakit dibilang mata saya buta karena sudah umur tua,” ujarnya dengan menggunakan bahasa bali.

Atas kondisinya itu, keluarga ini mengaku hanya bisa pasrah. “Dulu saya masih bisa bekerja sebagai tukang gergaji. Tapi sekarang, sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi,” keluhnya, sambil mengenang masa mudanya yang sempat menjadi tameng pada jaman pemberontakan G 30 S PKI. Untuk menyambung hidup, Regug mengaku hanya mengandalkan perhatian dari anak pertamanya yang menikah dekat rumahnya ini. Sementara anak keduanya, menikah ke Buleleng dan satunya menikah ke Ubud. “Untuk bisa makan sehari-hari, saya dibawakan oleh anak saya ini,” tandasnya.

Regug mengaku, sejatinya dirinya merupakan pejuang veteran. Namun hingga kini dirinya tidak mendapat gajih veteran tersebut. Pasalnya, dulunya pria yang memiliki 3 anak ini sempat menyetorkan beberapa dokumen yang menyatakan jika dirinya merupakan veteran kepada salah seorang tentara. Namun entah kenapa, dokumen tersebut dihilangkan. “Untuk mendapat gajih kan harus menyertakan beberapa persyaratan, namun karena dihilangkan jadi tidak dapat apa-apa. Bentuk pertanggung jawabannya juga tidak ada sampai sekarang,” pungkasnya. ard


Komentar

Berita Terbaru

\