Apresiasi Strategi Negosiasi Hadapi Kebijakan Tarif Trump
Minggu, 20 April 2025
14:01 WITA
Nasional
1127 Pengunjung

Kebijakan Tarif Trump
Oleh: Veritonaldi )*
Langkah strategis Pemerintah Indonesia dalam merespons kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump patut diapresiasi. Ketika banyak negara belum siap merespons kebijakan proteksionis yang berdampak pada arus perdagangan global, Indonesia justru menunjukkan kepiawaian dalam melakukan diplomasi ekonomi yang cermat, terukur, dan proaktif. Terbukanya jalur negosiasi secara langsung dengan Amerika Serikat, bahkan menjadi salah satu negara pertama yang diterima dalam dialog bilateral, mencerminkan kapasitas Indonesia sebagai mitra dagang yang dipandang serius oleh Washington.
Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memainkan peranan penting dalam mengarahkan respons nasional terhadap kebijakan Trump. Dengan menginstruksikan tim ekonomi untuk segera bergerak, mengedepankan prinsip dual track diplomacy (diplomasi langsung melalui jalur resmi serta komunikasi strategis multilateral dengan mitra internasional). Indonesia tidak hanya berperan sebagai reaktif terhadap kebijakan negara lain, tetapi tampil sebagai aktor aktif dalam menjaga kepentingan nasional di arena perdagangan internasional. Pendekatan ini berhasil membuka peluang penyelesaian negosiasi dalam jangka waktu 60 hari, sebuah capaian yang menunjukkan efektivitas kerja diplomatik lintas kementerian.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam kunjungannya ke Washington, DC, menyampaikan Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah usulan konkret dalam proses negosiasi, seperti peningkatan pembelian produk energi dari Amerika Serikat termasuk LPG, minyak mentah, dan gasoline serta komitmen memperluas kerja sama di sektor pertanian, pendidikan, dan ekonomi digital. Selain itu, Pemerintah juga menunjukkan komitmennya dalam memfasilitasi perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia, sebagai bentuk itikad baik dalam membangun relasi perdagangan yang saling menguntungkan.
Kesiapan dan keberanian Indonesia dalam mengusulkan kerja sama di bidang mineral kritis juga menjadi sinyal bahwa Indonesia tidak hanya menempatkan diri sebagai pasar, tetapi juga sebagai mitra strategis dengan sumber daya dan nilai tambah yang signifikan. Penekanan pada skema business-to-business menjadi pendekatan cerdas untuk menciptakan hubungan yang lebih berkelanjutan, sekaligus menghindari ketergantungan pada model bantuan atau intervensi ekonomi dari negara besar.
Dari sisi kebijakan dalam negeri, strategi menghadapi kebijakan tarif Trump juga menjadi momentum memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, menyatakan pentingnya memanfaatkan tekanan eksternal ini sebagai pendorong untuk memperkuat struktur ekonomi domestik. Menurutnya, menjaga pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, stabilitas harga, dan aliran investasi merupakan fondasi utama untuk menghadapi dinamika global yang tidak pasti.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah tidak semata bertujuan menanggulangi dampak langsung dari kebijakan tarif, tetapi juga diarahkan untuk mempercepat agenda strategis nasional seperti hilirisasi industri, digitalisasi ekonomi, penguatan ekonomi hijau, dan transisi energi. Diversifikasi pasar dan tujuan perdagangan menjadi prioritas berikutnya, agar Indonesia tidak bergantung pada pasar tradisional yang rentan terhadap kebijakan proteksionis.
Dukungan dari kalangan tokoh bangsa pun turut memperkuat legitimasi strategi ini. Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menilai langkah-langkah Presiden Prabowo sejalan dengan gagasan strategis yang ia miliki dalam menghadapi tekanan dari luar negeri. Dengan mengedepankan pendekatan rasional, tidak reaktif, serta memperhitungkan kemampuan nasional secara objektif, pemerintah menunjukkan sikap dewasa dalam bernegosiasi di panggung global. Menurutnya, jika respons Indonesia terlalu emosional dan tidak terukur, maka yang terjadi justru akan memperburuk kondisi ekonomi nasional.
Apa yang dilakukan saat ini adalah contoh nyata bagaimana diplomasi ekonomi yang cerdas dapat meredam potensi konflik dagang, sekaligus membuka ruang kolaborasi yang menguntungkan. Pemerintah tidak hanya bertahan dalam tekanan, tetapi mampu memanfaatkan momentum untuk mengarahkan ulang prioritas pembangunan ekonomi nasional.
Selain itu, dalam konteks regional, keberhasilan Indonesia merespons kebijakan tarif ini menjadi representasi posisi kuat ASEAN dalam percaturan ekonomi global. Dengan tetap menjalin komunikasi strategis dengan mitra kawasan dan internasional, Indonesia menempatkan diri sebagai jangkar stabilitas dan pemimpin regional yang adaptif dan progresif.
Keseluruhan proses negosiasi ini juga menjadi cermin bahwa pemerintah tidak bekerja dalam ruang tertutup. Keterlibatan berbagai aktor, dari kementerian teknis, pelaku usaha, hingga tokoh-tokoh nasional, menunjukkan ekosistem kebijakan ekonomi Indonesia saat ini berjalan dengan pendekatan yang kolaboratif. Ini menjadi modal penting untuk menghadapi tantangan global ke depan, termasuk kemungkinan eskalasi proteksionisme yang lebih luas.
Dengan segala pencapaian dan strategi yang telah ditempuh, apresiasi patut diberikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses negosiasi ini. Pemerintah Indonesia berhasil menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi bukan hanya tentang mempertahankan posisi, tetapi juga tentang menciptakan peluang baru untuk pertumbuhan, kerja sama, dan kemandirian. Strategi menghadapi kebijakan tarif Trump ini menjadi salah satu bukti bahwa kepemimpinan yang visioner, responsif, dan adaptif mampu menavigasi kompleksitas global demi menjaga kepentingan nasional.
Dalam situasi global yang semakin kompleks, langkah ini menjadi pembuktian bahwa Indonesia mampu memainkan peran sebagai negara berkembang yang punya posisi tawar tinggi dan berpikir ke depan. Diharapkan strategi serupa dapat terus dilanjutkan dalam berbagai forum internasional lainnya untuk menjaga kedaulatan ekonomi sekaligus memperkuat peran Indonesia dalam percaturan global.
)* Penulis adalah pemerhati masalah Ekonomi Internasional
Komentar