PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Gong Kebyar Legendaris Tutup Malam Apresiasi Seni HUT ke-421 Kota Singaraja

Rabu, 09 April 2025

14:14 WITA

Buleleng

1272 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Foto bersama forkopimda Buleleng dalam acara Penutupan apresiasi seni HUT Kota Singaraja. sumber: sad/SD

Buleleng, suaradewata.com- Puncak malam apresiasi seni dalam rangka HUT ke-421 Kota Singaraja ditutup meriah oleh penampilan Gong Kebyar Legendaris di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Bung Karno, Selasa (8/4). Dua sekaa gong ternama, yakni Sekaa Gong Eka Wakya dan Sekaa Gong Giri Kusuma, tampil memukau penonton dengan sajian tabuh dan tari klasik yang sarat nilai budaya.

Gede Arya Septiawan, selaku Sekretaris Sekaa Gong Eka Wakya Banjar Paketan, menyampaikan bahwa hari ini akan membawakan dua materi seni unggulan dalam rangkaian perayaan HUT Kota Singaraja. Karya yang akan ditampilkan yaitu Tabuh Kreasi Dwikora dan Tari Gelatik.

Kedua materi ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan juga membawa pesan sejarah dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para seniman terdahulu.

Tabuh ini menggambarkan semangat perjuangan dan semangat rakyat Indonesia pada masa itu. Berlatar pada peristiwa 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Dan pada tanggal 3 Mei 1964 disebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).

Pada tahun tersebut untuk membangkitkan semangat nasionalis dalam peristiwa tersebut Mayor (Purn) TNI AD I Gusti Agung Made Kertha (Mayor Kertha) kembali menata tabuh gegenderan dengan mengaransemen serta merekontruksi kembali dan diberi judul Tabuh Kreasi Dwikora yang dipentaskan pada tahun 1964 di Istana Tampak Siring, Bali.

Sementara itu, Tari Gelatik yang lahir pada tahun 1987 merupakan bentuk kampanye pelestarian lingkungan. “Waktu itu burung gelatik mulai langka akibat eksploitasi berlebihan. Maka diciptakanlah tari ini sebagai bentuk ajakan untuk mencintai alam dan menjaga satwa, salah satunya burung gelatik,” tambahnya.

Terkait dengan kegiatan ini, Gede Arya menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas perhatian yang diberikan pemerintah kepada para seniman, khususnya kepada Sekaa Gong Kebyar Legendaris.

“Dengan adanya HUT Kota Singaraja, kami merasa diperhatikan kembali. Gong Kebyar Paketan telah ada sejak 1906, membawa nama besar Bali ke Tanah Sasak dan Mataram. Kini, kami senang masih bisa menampilkan keahlian kami—para seniman senior tetap semangat memainkan gamelan dengan peweweh (kemahiran) yang tak luntur,” tutup Gede Arya penuh kebanggaan.

Disisi lain, Putu Sudiarsa, selaku koordinator Sekaa Gong Giri Kusuma, menyampaikan bahwa hari ini akan digelar pementasan seni yang menampilkan dua karya khas dari Bontihing, yaitu Tari Kekelik dan Tabuh Pudak Sumekar.

Tabuh Kreasi ini diciptakan pada tahun 1966 oleh Bapak Made Keranca bersama Sekha Gong Giri Kusuma Desa Bontihing Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Hal ini terlihat pada garapan tabuh yang terinspirasi oleh bunga pudak yang sedang mekar pada tumbuhan pandan, berwarna putih dan sangat harum. Bunga pudak ini hidup di sekitar Kayoan (pemandian) dan didekat Pura Beji di Desa Bontihing, Kabupaten Buleleng.

"Bunga yang harum, air yang sejuk serta suara burung yang merdu mengiringi bunga pudak yang bermekaran menginspirasi terciptanya karya ini," ujarnya

Sementara Tari Kekelik sendiri memiliki makna filosofis yang dalam. Tarian ini menggambarkan seekor burung besar bernama Kekelik yang angkuh dan semena-mena. Burung-burung kecil yang kerap diganggu olehnya akhirnya bersatu dan menghimpun kekuatan untuk mengalahkan sang burung besar. “Filosofinya, kalau kita bersatu, rintangan apapun bisa kita lewati bersama. Ini selaras dengan misi kami bahwa kebersamaan adalah kekuatan utama,” jelasnya.

Putu Sudiarsa juga menyampaikan rasa syukur atas dukungan fasilitas dari pemerintah yang memungkinkan seniman seperti mereka untuk terus berkarya. “Kami sebagai masyarakat kecil sangat bersyukur dengan adanya fasilitas seperti ini. Kami cukup bangga,” tutupnya.

Selain penampilan gong kebyar, malam terakhir perayaan juga diwarnai oleh kolaborasi Bondres Buleleng yang melibatkan Rare Kual, Nong-Nong Kling, dan Dwi Mekar. Kolaborasi ini sukses menghadirkan tawa dan hiburan khas Bali yang dikemas dengan pesan-pesan edukatif.

Tak kalah menarik, panggung seni di RTH Taman Bung Karno turut dimeriahkan oleh penampilan dari Janu Band dan Lolot yang membawa nuansa musik energik dan membangkitkan semangat kebersamaan warga Singaraja. sad/adn


Komentar

Berita Terbaru

\





PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Memahami Tujuan dan Makna Revisi UU TNI