Sikapi Tarif Trump dan Pelemahan Rupiah, Pemerintah Ajak Masyarakat Bersatu
Rabu, 09 April 2025
05:23 WITA
Nasional
1121 Pengunjung

Tarif Trump
Oleh : Deka Prawira )*
Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam menaikkan tarif impor hingga 32% untuk barang-barang dari Indonesia tentu bukan kabar yang menyenangkan. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara terbuka mengakui bahwa kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak berat, terutama bagi sektor padat karya seperti industri tekstil, garmen, sepatu, dan furnitur. Namun, alih-alih panik, Presiden Prabowo mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayai kekuatan bangsa sendiri dalam menghadapi badai ekonomi global ini.
Menurut Presiden Prabowo, setiap negara tentu memiliki hak untuk menjaga kepentingan nasionalnya, termasuk Amerika Serikat. Jika kebijakan tarif yang mereka ambil memiliki dasar yang masuk akal, maka Indonesia tidak perlu bereaksi secara emosional. Prabowo menyebutkan bahwa tindakan Trump sejatinya dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Amerika—sebuah tanggung jawab yang memang wajar diemban oleh setiap pemimpin negara. Dalam pandangannya, Indonesia pun harus melakukan hal yang sama: fokus melindungi dan membangun kekuatan rakyat sendiri.
Tidak berhenti pada sikap pasif, Presiden Prabowo menyiapkan sejumlah strategi konkret untuk menyikapi tantangan ini. Ia menyebut perlunya keberanian untuk mencari pasar-pasar baru di luar ketergantungan tradisional terhadap ekonomi Amerika. Ia secara kritis menyinggung bagaimana selama ini Indonesia terlalu patuh pada model ekonomi global yang didikte oleh Barat, termasuk sistem pasar bebas dan globalisasi yang telah lama menjadi panduan ekonomi Indonesia. Menurutnya, kini saatnya Indonesia menjadi lebih dewasa dan berani mengubah arah, sejalan dengan negara-negara lain seperti Eropa, Asia, dan Australia yang juga mulai menyesuaikan diri dengan perubahan situasi global.
Presiden Prabowo juga mengingatkan bahwa sejak lama ia telah menyerukan pentingnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri. Ia menyatakan bahwa tidak ada satu pun negara yang akan menolong kita jika krisis benar-benar datang. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan memperkuat kemampuan sendiri, membangun kemandirian ekonomi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada negara asing.
Pernyataan Prabowo ini diamini oleh Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Golkar, Abdul Rahman Farisi (ARF). Menurutnya, respons pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo tergolong cerdas dan sistematis. Ia menyebut langkah pemerintah di sektor energi yang dipimpin Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional. Kebijakan seperti peningkatan produksi migas, penyederhanaan perizinan, dan percepatan hilirisasi sumber daya mineral dianggap sebagai bagian dari strategi jangka panjang yang terstruktur.
ARF juga menyebut bahwa pemerintah tengah membentuk tim negosiasi tarif dagang dengan Amerika Serikat sebagai langkah diplomatik yang tepat. Namun, menurutnya, kekuatan jangka panjang Indonesia akan lebih ditentukan oleh penguatan cadangan devisa dan ketahanan sektor industri nasional. Salah satu kebijakan yang menurut ARF sangat efektif adalah kewajiban menyimpan devisa ekspor minerba di perbankan nasional selama satu tahun. Kebijakan ini tidak hanya membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, tetapi juga memperkuat daya tahan ekonomi terhadap tekanan eksternal.
Pelemahan rupiah memang menjadi kekhawatiran publik, apalagi di tengah kondisi global yang tidak menentu. Namun, menurut Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, situasi saat ini sangat berbeda dengan krisis tahun 1998. Indonesia, kata Solikin, kini jauh lebih tangguh. Cadangan devisa yang tinggi—mencapai US$154,5 miliar per Februari 2025—dan regulasi yang lebih prudent menjadi bukti ketahanan ekonomi nasional yang signifikan.
Selain itu, Indonesia kini memiliki sistem deteksi dini terhadap krisis dan koordinasi lintas sektor yang kuat melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Solikin menyatakan bahwa indikator makroekonomi juga menunjukkan arah yang positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 5,02%, lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Dengan kondisi tersebut, ia meyakini pelemahan rupiah bersifat sementara dan akan pulih seiring membaiknya pasar.
Pemerintah juga terus memperkuat sektor domestik melalui program hilirisasi industri dan diversifikasi pasar ekspor. Strategi ini merupakan jawaban konkret terhadap dampak kebijakan tarif Trump dan potensi gejolak ekonomi global lainnya. Dengan memproduksi barang jadi dari sumber daya alam sendiri, Indonesia bukan hanya menaikkan nilai tambah ekspor tetapi juga mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Menghadapi tantangan global seperti kebijakan proteksionis Trump dan fluktuasi nilai tukar, pemerintah menunjukkan bahwa respons yang dibutuhkan bukanlah kepanikan, melainkan ketenangan, keberanian, dan keteguhan arah kebijakan. Pesan dari Presiden Prabowo agar masyarakat tidak kecewa dan tetap percaya pada kemampuan bangsa sendiri menjadi penegas semangat untuk menghadapi krisis dengan kepala tegak.
Langkah-langkah konkret yang telah dan sedang dijalankan—mulai dari diplomasi perdagangan, penguatan sektor energi, sampai kebijakan moneter yang antisipatif—semua menunjuk pada satu arah: Indonesia yang mandiri dan tangguh. Dengan tekad dan kebijakan yang terstruktur, bangsa ini siap menghadapi tantangan dari manapun datangnya—baik dari tarif Trump maupun gejolak global yang akan datang.
)* Penulis adalah pengamat ekonomi
Komentar