PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 Wujud Kewenangan Mahkota Mahkhamah Konstitusi

Rabu, 21 Agustus 2024

20:13 WITA

Denpasar

1459 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

I Made Dwija Suastana, S.H.,M.H Sekretaris DPD Prajaniti Bali. sumber foto : ist/SD

Denpasar, suaradewata.com- Terkait dengan terbitnya Putusan Mahkhamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, dimana Makhamah Konstitusi (MK) menafsirkan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota yang semula mengatur persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD, menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap, dengan persentase yang setara dengan persentase pada pencalonan perseorangan. 

Ketentuan tersebut memberikan keadilan dan kesetaraan kompetisi bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak memperoleh kursi di DPRD, serta membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif untuk berkompetisi melawan dominasi koalisi gemuk. "Saya melihat bahwa putusan Mahkhamah Konstitusi tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi yang berkeadilan dan partisipatif" ungkap I Made Dwija Suastana,pengamat sosial yang juga Sekretaris DPD Prajaniti Bali.Oleh karenanya menurut dia Putusan MK ini wajib didukung oleh segenap warga negara Indonesia tanpa kecuali termasuk oleh pimpinan negara, dan lembaga pelaksana Pemilu.

I Made Dwija Suastana mengusulkan beberapa poin agar Pemerintah, dan DPR untuk mempertimbangkan kondisi bangsa yang akan segera melaksanakan peralihan kekuasaan dan menjaga ketertiban umum yaitu:

1. Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 apabila hasilnya adalah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024,tanggal Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;

2. Mendesak Komisi Pemilihan Umum RI untuk mengeluarkan PKPU yang menguatkan Putusan MK pada poin kesatu diatas

3. Revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 yang dibahas oleh DPR dan Eksekutif agar TIDAK mengabaikan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024,tanggal Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;

4. Agar masyarakat sipil dan berbagai organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dan daerah turut mengawal agar Presiden dan DPR taat konstitusi dan patuh pada Putusan MK yang bersifat final dan mengikat

5. Mahkhamah Konstitusi adalah Lembaga Peradilan utama yang memiliki kewenangan mahkota melakukan pengujian norma berupa UU terhadap UUD 1945.

Menurut dia, diantara Lembaga peradilan yang lain, MK lah yang paling berwenang dalam memutus norma tentang Pilkada ini, bukan Mahkhamah Agung (MA). Lebih lanjut Dwija menambahkan MA memutus perkara konkrit sedangkan MK adalah Lembaga yang melakukan pengujian terhadap norma seperti UU No 1 tahun 2015 yang sekarang lagi ramai di Senayan. “Kita jangan mau terjebak untuk membenturkan kewenangan MA dengan MK. Para legislator dan Eksekutif sebenarnya sudah tahu itu”, pungkas Dwija.gin/adn


Komentar

Berita Terbaru

\