Setelah 34 Tahun, Karya Ageng Digelar Di Pura Merajan Agung Puri Agung Susut
Minggu, 21 Juli 2024
19:19 WITA
Bangli
1706 Pengunjung
Ritual Nyenuk serangakain Karya Ageng Mamungkah, Tawur Agung Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung & Menawa Ratna di Pura Merajan Agung Puri Agung Susut, Sabtu (20/7). SD/Ist
Bangli, suaradewata.com - Upacara/ritual Nyenuk digelar sebagai rangkaian Karya Ageng Mamungkah, Tawur Agung Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung & Menawa Ratna di Pura Merajan Agung Puri Agung Susut, Bangli, Sabtu (20/7/2024). Upacara Nyenuk yang melibatkan ribuan warga ini, dimaknai sebagai kesempatan mengucapkan terima kasih kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena karya ageng telah berjalan sesuai dengan rencana dan harapan.
Menurut Kelian Pura Merajan Agung Puri Agung Susut, I Dewa Agung H. Eka Dharma, karya ageng ini digelar setelah rampungnya pembangunan sejumlah pelinggih di Pura Merajan Agung yang diempon oleh 157 KK. Yang mana, karya agung ini digelar setelah 34 tahun dimana karya yang sama sebelumnya dilaksanakan pada 1985. Dijelaskan, terkait ritual Nyenuk merupakan wujud rasa penghormatan dan terima kasih karena upacara besar seperti Karya Ageng Ngenteg Linggih telah dapat terlaksana dengan baik. "Penghormatan tersebut tergambar dari berbagai macam jajanan jauman dan tegenan yang dibawa sebagai bentuk sesajen/persembahan kepada Sang Pencipta," ungkapnya.
Jajanan Jauman yang dibawa seperti jajan sirat, onde, lukis, kaliadrem, abug, dan sebagainya. Sedangkan tegenan yang dibawa adalah berbagai macam buah-buahan, umbi-umbian, dan sayur-sayuran yang dalam bahasa Bali dikenal dengan pala bungkah, pala gantung, palawija dan pala rambat. "Nyenuk juga dapat dimaknai sebagai simbol turunnya Dewata Nawa Sanga untuk melihat suksesnya pelaksanaan upacara yadnya. Kedatangan “tamu” para Dewata – Dewati yang turun dari kahyangan adalah untuk memberikan waranugraha atau anugerah kepada umat yang telah melaksanakan upacara yadnya," ungkap Dewa Agung H. Eka Dharma.
Upacara Nyenuk dilaksanakan bertepatan dengan bulan Purnama, dimulai dari prosesi ngadegang Brahmana Sidakarya di Pura Dalem Desa Adat Susut Kaja. Dilanjutkan dengan prosesi “mepeed” menuju Pura Merajan Agung Puri Agung Susut yang berjarak sekitar 300 meter. Rangkaian “mepeed’ dimulai dari iring-iringan gong, kober nawa sanga, rejang dewa, baris, Brahmana Sidakarya, Kepasekan, bungan jaje, deeng mepayas agung 9 pasang, bhakti pesewaan, perangkatan, tebasan prayascita dan penek, berbagai macam jajan jauman, tegenan, diikuti oleh pengangon, dan pengiring warga/krama yang hadir. "Ciri khas dari prosesi mepeed ini adalah busana warna warni yang dikenakan oleh
pasangan pembawa jajan jauman dan tegenan, yang merupakan simbolisasi dari Dewata Nawa Sanga," sebutnya. Ada yang berbusana warna putih sebagai simbol ancangan Bathara Iswara, warna merah sebagai simbol ancangan Bathara Brahma, warna kuning sebagai simbol ancangan Bathara Mahadewa, warna hitam sebagai simbol ancangan Bathara Wisnu, dan warna poleng sebagai simbol ancangan Bathara Siwa.
Dijelaskan pula, dalam rangka karya agung ini, sejumlah rangkaian kegiatan telah dilaksanakan diawali pada anggara wage matal 7 Mei 2024 dengan matur piuning, nyukat genah, bumi suda, mepahayu gumi, caru manca kalung, mepepada alit, mepepada agung dan tawur agung labuh gentuh serta mendem pedagingan yang dilaksanakan 10 juli 2024. Sementara Pucak karya agung telah dilaksanakan pada anggara wage sinta 16 Juli 2024 dipuput oleh 5 sulinggih. Selanjutnya, setelah prosesi memasar dan nyenuk, rangakain upacara dilanjutnya dengan medana dana, nyegara gunung dan rangkaian kegiatan ditutup dengan panyineban karya yang akan berakhir pada budha paing Landep 24 juli 2024 mendatang. ard/adn
Komentar