PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

UU KUHP Tidak Mengancam Kebebasan Pers

Sabtu, 10 Desember 2022

18:55 WITA

Nasional

1116 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

UU KUHP Tidak Mengancam Kebebasan Pers

Opini, suaradewata.com - Beberapa pihak mengkritisi sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) KUHP termasuk Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra menjabarkan beberapa pasal yang dianggap bermasalah karena dinilai mengancam kemerdekaan pers. Ia menyebutkan bahwa KUHP ini mengandung banyak sekali ancaman atau bahaya terhadap kebebasan pers, kebebasan bermedia, kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya.

Sebelumnya, Dewan Pers telah mempelajari draf RKUHP terbitan 4 Juli 2022 yang marak beredar di masyarakat. Azyumardi mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan sejumlah poin keberatan terhadap KUHP. Setelah melihat draf final KUHP tahun ini, Dewan Pers menilai ada beberapa pasal yang harus dihapus karena mengancam kemerdekaan pers dan karya jurnalistik, yaitu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan 11 pasal bermasalah dalam KUHP yang berpotensi mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi. Temuan tersebut merupakan hasil kajian hukum antara AJI Indonesia dengan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Penemuan pasa-pasal bermasalah tersebut diantaranya Pasal 188 terkait tindak pidana penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme; Pasal 218, 219, dan 220 terkait tindak pidana penyerangan kehormatan, harkat, dan martabat Persiden dan Wakil Presiden; Pasal 240 dan 241 terkait tindak pidana penghinaan Pemerintah; Pasal 263 terkait tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau informasi bohong; Pasal 264 terkait tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, tidak lengkap, atau yang berlebih-lebihan; Pasal 280 terkait gangguan dan penyesatan proses peradilan; Pasal 300, 301, dan 302 terkait tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan; Pasal 436 terkait tindak pidana penghinaan ringan; Pasal 433 terkait tindak pidana pencemaran; Pasal 439 terkait tindak pidana pencemaran orang mati; dan Pasal 595 terkait tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Ketua AJI Indonesia, Sasmito mengatakan KUHP yang baru merupakan intervensi untuk melemahkan kebebasan pers karena secara eksplisit hendak memasukkan delik pers dan meruntuhkan doktrin les specialis dalam sistem hukum pers. Pasal-pasal tersebut di atas akan berdampak khusus terhadap karya jurnalistik atau pihak-pihak yang bekerja sebagai awak pers seperti jurnalis, editor, pemimpin redaksi, maupun narasumber.

DIlain pihak, anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari memberikan tanggapannya terkait KUHP baru yang dinilai mengancam kerja jurnalistik dan para pegiat media. Taufik mengatakan ketentuan pers tetap mengacu pada Undang-Undang Pers sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam Undang-Undang tersebut.

Sementara, anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman mengatakan pasal-pasal yang mengatur maupun pasal irisan terkait kebebasan pers dalam KUHP tetap pada prinsip menjamin dan mengawal kebebasan hak untuk menyatakan pendapat sebagai hak atas kebebasan pers. Benny menjamin nantinya dalam UU KUHP tidak ada pasal-pasal yang mengancam dan mematikan kebebasan pers.

Dengan begitu, insan pers tidak perlu khawatir karena UU KUHP nantinya tetap akan diberlakukan sebagai Undang-Undang yang bersifat umum, sedangkan UU Pers bersifat khusus. Kalau bersifat khusus, maka UU Pokok Pers tetap akan dijadikan acuan. Ketentuan terkait tugas-tugas jurnalistik dalam KUHP sebetulnya dalam konteks penegasan UU Pokok Pers.

Jadi, ketentuan dalam UU Pokok Pers sangat bagus untuk melindungi dan mengawal hak-hak kebebasan pers yang diatur dalam KUHP sebagaimana dijamin konstitusi. Dengan harmonisasi dan sinkronisasi antara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan KUHP, para pegiat media tidak perlu merasa khawatir karena UU Pers sebagai lex specialis sehingga aturan yang ada di dalamnya berlaku lebih tinggi daripada UU yang lex generalis.

Benny menambahkan bahwa KUHP justru melindungi kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi. Namun, penyalahgunaan kebebasan itulah yang akan diatur hukumnya untuk diberikan efek jera. Oleh sebab itu, kalangan pers harus menyampaikan informasi yang sumber beritanya sangat kredibel dan dapat dipercaya. Jadi, informasi yang dituntut oleh semua kalangan masyarakat adalah informasi yang benar-benar harus sudah dipastikan kredibilitas sumber beritanya. Kalau bukan dari pihak-pihak yang berwenang, maka berita tersebut masuk ke dalam kategori berita bohong atau hoaks.

Agus Supriyadi, Penulis merupakan Pakar Komunikasi Publik Persada Institut.


Komentar

Berita Terbaru

\