PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Mewaspadai politisasi Wabah Corona

Rabu, 01 April 2020

21:30 WITA

Nasional

2280 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

google

Opini,suaradewata.com - Penyebaran Virus Corona atau Covid-19 menjadi ancaman nyata yang terus terjadi. Upaya Pemerintah dalam meredam kasus tersebut semakin sulit akibat adanya sejumlah oknum yang memanfaatkan momen ini untuk politisasi.

Wabah Corona yang tengah melanda negeri, harusnya telah menjadi momentum yang tepat untuk terus berbenah dan bersatu. Tagline healthy life healthy earth tentunya wajib digalakkan kembali. Setelah puluhan tahun menikmati zona nyaman yang sebetulnya merugikan.

Anjuran-anjuran terkait penanggulangan Corona ini seperti sudah menjadi makanan kita setiap hari. Kendati virus ini belum menetap lama di Indonesia, sosialisasi untuk mengntisipasi penyebaran virus selalu diprioritaskan. Upaya itu dilakukan agar semua mampu terhindar dari penyakit tersebut.

Namun, kekonyolan terjadi kala momentum ini justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang mempolitisasi wabah COVID-19. Padahal, dunia sudah sedemikian kacau, Masih harus ditambah lagi permasalahan ini. Meski sah-sah saja, tapi kok seperti tak punya etika saja. Bukankah ini namanya mengambil kesempatan dalam kesempitan?

Sebelumnya, Imam Besar Masjid Istiqlal Nazaruddin Umar menegaskan, bahwa penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus corona jenis baru (Covid-19) bukanlah merupakan azab dari Tuhan. Seperti yang masyarakat tudingan. Bahkan, imam besar ini turut mengajak masyarakat untuk tidak memolitisasi wabah corona tersebut. Dia menambahkan jika poin yang ingin ia garis bawahi ialah kian virus Tak ada kaitan dengan kebijakan. Sehingga, menurutnya hal ini tak perlu dipolitisir.

Artinya, sang imam besar ini meminta agar umat Muslim tidak menganggap bahwa penyebaran Covid-19 adalah suatu azab. Dirinya mengutarakan, dalam menghadapi Covid-19, yang diperlukan bukan hanya daya tahan fisik, melainkan juga daya tahan batin dan mental yang mumpuni.

Tidak dapat disangkal jika negara kita terdiri dari jutaan orang yang memiliki pendapat juga pemikiran berbeda-beda. Sehingga pro kontra akan selalu ada. Masalahnya ialah, ketika media sosial menjadi hal yang paling di-dewakan. Seolah konten-konten yang beredar dijadikan bahan pembenaran. Padahal, belum tentu pula berita yang hilir mudik ini betul adanya. Bisa jadi hal tersebut hoax belaka.

Apalagi, masyarakat yang kebanyakan adalah kaum milenial cukup menyukai berita-berita semacam ini. Katanya "lebih ramai". Namun, pernahkah terpikir ketika wabah melanda negeri, kemudian banyak korban. Justru para warganet saling menghujat. Ada pula meme-meme yang menyudutkan pemerintahan. Sayang sekali, di era 4.0 ini tak mampu memberikan sumbangsih yang bermanfaat. Misalnya seperti menyebarkan konten yang edukatif, dan juga anti hoax.

Konsumsi publik dengan minimnya pembelajaran ini membuat banyak pihak seolah mengganggap fenomena ini ialah hal yang biasa. Padahal, kontribusi untuk negeri dan masyarakat saat ini banyak dibutuhkan. Tantangan terhadap penanggulangan COVID-19 sedemikian besar. Dan bukan waktunya bermain-main apalagi mempolitisasi keadaan ini.

Bahaya Corona yang kian menjadi ini seharusnya menjadi hal yang menampar bagi kita untuk kembali berbenah atau menata diri. Mengikuti segala anjuran dan aturan pemerintah untuk melawan pandemi global ini. Sinergitas dari semua pihaklah yang kini sedang dibutuhkan. Bukan, malah khayalan tingkat tinggi dengan politisasi wabah ini.

Harapan pemerintah tak muluk-muluk, pun dengan warga masyarakat Indonesia. Lebih aware dengan lingkungan sekitar. Hindari sikap apatis hingga egoisme. Toh kita semua saudara satu negeri. Apa keuntungannya mempolitisasi Corona ini. Yang ada justru makin membuat keadaan jadi carut marut. Contohlah negara tetangga, solidaritas sesamanya mampu mengeluarkan mereka dari pandemi yang ngeri ini.

Cukuplah kekacauan akibat wabah ini membuat kita menyadari bahwa arti toleransi mampu menciptakan kekuatan yang begitu mumpuni. Keyakinan akan hari yang lebih baik makin mendominasi. Lihat saja, data pasien terjangkit virus COVID-19. Bukankah hal ini sudah bisa mengetuk pintu hati untuk menyingkirkan ego di dalam diri. Sudahlah, tak perlu ikut ini ikut itu. Fokus saja pada penanggulangan wabah yang mungkin salah sewaktu-waktu dapat menyerang.

Meski bukan perkara kecil, menumbuhkan sikap empati untuk negeri wajib dilakukan di kondisi sekarang . Darurat Corona ini harusnya bisa meningkatkan kesadaran. Bukan politisasi wabah yang dibutuhkan, namun sejumlah perhatian. Demi mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari beragam ancaman yang memprihatinkan. Sudahkah Anda demikian?

Angga ,Gumilar Penulis adalah warganet tinggal di Depok


Komentar

Berita Terbaru

\