Karangan Ayahan Adat Diklaim Keluarga, Sampai Nenek Mengungsi
Rabu, 22 Januari 2020
16:00 WITA
Gianyar
2083 Pengunjung
istimewa
Gianyar, suaradewata.com – Karang ayahan desat adat milik Gusti Ayu Tantriani (70) asal Banjar Pande, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, disengketa oleh salah satu anggota keluarganya, Gusti Ngurah Pastika. Desa Adat Peliatan dengan pihak kepolisian sempat melakukan mediasi namun saat ini kasusnya tengah diselidiki oleh jajaran Polres Gianyar. Hal itu diungkapkan oleh Bendesa Adat Peliatan, I Ketut Sandi, Rabu (22/1/2020).
Ketut Sandi mengungkapkan, kasus tersebut diketahui setelah warganya dari Banjar Pande, Gusti Tantriani melaporkan dan mengaku keberatan karena ada orang yang tinggal di rumahnya dengan waktu sudah lewat dari satu bulan. “Antara Gusti Tantriani dengan orang yang tinggal di rumahnya, Gusti Pastika memang ada hubungan keluarga. Tetapi Pastika ini bertempat tinggal di Banjar Ambengan sudah lama dan tidak terdata di Banjar Pande. Sedangkan karang yang disengketa ini adalah karang ayahan desa yang dimiliki oleh Gusti Tantriani,” jelasnya.
Berdasarkan karang ayahan desa tersebut, maka tugasnya sebagai bendesa melindungi warganya. Diungkapkan leluhur Gusti Pastika telah pindah dari karang tersebut sekitar tiga keturunan lalu. Sehingga sampai saat ini sudah dianggap hubungan jauh, terlebih yang melakukan kewajiban ngayah di karang yang seluas 26 are itu adalah Tantriani.
“Sesuai hasil Saba Desa, memutuskan agar dilakukan mediasi antara Gusti Pastika dengan Gusti Tantriani ini. Sudah kami surati, tetapi Gusti Pastika hadir mendahului dan mengaku akan tidak datang dalam mediasi,” tegasnya.
Menindaklanjuti kasus tersebut sehingga pada Selasa (21/1/2020) sempat akan dilakukannya eksekusi oleh desa adat. Yaitu eksekusi berupa menyuruh Gusti Pastika untuk meninggalkan rumah milik Gusti Tantriani. Mengingat Gusti Pastika tinggal di sana bersama tiga kepala keluarga lainnya ditambah lagi dengan anak dan istri.
“Sesuai daftar di banjar, yang menempati karang tersebut memang Gusti Tantriani, memang mereka memiliki hubungan darah dengan Gusti Pasti dari leluhurnya. Tetapi mereka sudah pindah ke Banjar Ambengan dan masih dalam satu Desa Adat. Kalau di dalamnya terdapat masasalah pewarisan desa adat tidak menjangkau ke sana, yang jelas itu karang ayahan desa,” imbuhnya.
Sedangkan ditemui terpisah, Gusti Ayu Tantriani mengaku leluhur Gusti Pastika memang sudah pindah ke Banjar Ambengan sejak tiga keturunan. “Awalnya salah satu keluarga Gusti Pastika datang setiap sore untuk mebanten di merajan saya. Kok tumben datang mebanten, tidak ada odalan tidak ada rainan datang. Biasanya odalan di merajan tidak pernah datang mereka, saya sakit tidak ada yang pulang malah tetangga yang bantu ngajak ke dokter,” ungkapnya saat ditemui di rumah tetangga tempatnya mengungsi.
Nenek 70 tahun tersebut mengaku kasusnya berawal sejak ia memilih mencari anak angkat, tiada lain yang merawat dan mengurusnya saat sakit. “Akhir November 2019 mereka mulai datang, sampai malam dan menginap. Sampai akhirnya empat keluarga di sana, dan ia sempat melaporkan ke kelihan dan bendesa setempat. Karena saya tidak kuat sering berisik makanya saya pindah ke sini,” bebernya.
Dikonfrimasi Kapolsek Ubud, Kompol I Nyoman Nuryana menjelaskan bahwa pada Selasa (21/1/2020) pihaknya sudah turun ke lokasi sengketa. Namun mereka hanya sebatas mengamankan pihak desa adat yang turun melakukan eksekusi. “Kami kemarin datang ke lokasi hanya sebatas pengamanan saja, sedangkan saat ini kasus ada di Polres Gianyar yang menanganinya,” tandasnya. gus/ari
Komentar