Kasus Rizieq: Air Susu Dibalas Air Tuba
Senin, 12 November 2018
00:00 WITA
Nasional
26273 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Belakangan masyarakat dihebohkan dengan berita tentang penangkapan oleh pihak kepolisian Arab Saudi terhadap sosokpaling fenomenal di Indonesia, pemimpin dari Ormas Front Pembela Islam (FPI), yang dikenal dengan aksi ekstrimnya dalam memberantas kegiatan-kegiatan yang dilaknati Allah. Adapun manusia yang dimaksud adalah Habib Rizieq Shihab. Meski sampai saat ini belum diketahui asal usul pemberian gelar Habib pada sosokitu.
Respon pemerintah Indonesia ketika mendapat kabar dari negara Saudi tentang penangkapan beliau, secara cepat pemerintah menurunkan staf KJRI untuk membantu negosiasi pembebasan HRS dari penahanan pihak kepolisian Saudi. Lantas adanya niat baik yang diberikan oleh pemerintah Indonesia sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warganya yang berada di negara lain, ini ditanggapi dengan komentar-komentar bodoh yang menimbulkan pemikiran negatif masyarakat. Salah satunya yaitu Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumuleyangmempertanyakan soal kesigapan pemerintah dalam membantu Rizieq Shihab dibandingkan dengan kesigapan membantu TKW atas nama Tuti yang mendapatkan hukumun mati dari pemerintah Saudi.
Menurut penulis,ini adalah dua kasus yang tidak bisa disamakan. Menyamakan kasus ini sama dengan membuat kegaduhan di masyarakat. Kasus yang menimpa Rizieq Shihab merupakan kasus serius karena dinilai berkaitan dengan kelompok terorisme dengan adanya bendera yang disinyalir merupakan bendera ISIS (Teroris Internasional). Selain itu, Rizieq merupakan orang yang sudah menjadi buron di Indonesia, dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia, dan orang yang paling ditunggu-tunggu kepulangannya di Indonesia. Sehingga tidak mungkin media melewatkan kegiatan penting yang dilakukan HRS di negara Saudi. Kemudian, kasus yang menimpa HRS ini berhadapan langsung dengan pihak kepolisian Saudi, dan Badan Intelijen Saudi sehingga dipastikan kedutaan Indonesia pasti mengetahui kabar tersebut. Bila dibandingkan dengan kasus TKW atas nama Tuti, selama ini tidak ada masyarakat yang mengenal beliau sebelum dirinya masuk dalam pemberitaan media. Selain itu, permasalahan yang menimpa Tuti tidak segera dilaporkan kepada pihak kedutaan sehingga kasus yang dialami Tuti tidak dapat terpantau oleh pemerintah.
Meskipun banyak bermunculan komentar-komentar yang mengandung propaganda negatif di tengah masyarakat atas hasil respon dari kasus HRS, masyarakat dituntut mampu memfilter komentar-komentar yang benar dan sifatnya positif. Sebagai contoh, hal positif yang harus kita renungkan, apa yang salah dari respon yang diberikan pemerintah terhadap HRS? Bukankah melindungi warga negara Indonesia di negara lain merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah? Pemerintah telah bertindak cepat dan tegas dalam melindungi masyarakat, kenapa masih harus mendapatkan kritikan-kritikan yang sifatnya tidak membangun? Selain itu berkenaan dengan kasus Tuti, setelah pemerintah Indonesia mendapatkan kabar tentang TKW atas nama Tuti, wakil Presiden Jusuf Kalla langsung memprotes negara Arab Saudi atas hukuman yang telah dijalankan oleh negara tersebut.
Tidak ada bedanya perlakuan pemerintah Indonesia baik itu terhadap HRS maupun terhadap TKW atas nama Tuti. Pemerintah melindungi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kalau saja pemerintah mengetahui kasus Tuti lebih awal pasti hukuman yang dijatuhkan terhadap Tuti dapat dibatalkan. Di sini kita harus memperhatikan betul kinerja pemerintah dalam melakukan bargaining position yang dilakukan oleh KJRI terhadap pihak kepolisian Saudi ketika penahanan HRS. Kasus yang menjerat HRS berkaitan dengan terorisme sehingga ini bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Namun karena pemerintah memahami siapun orangnya bila beliau merupakan WNI maka harus dilindungi. Atas dasar tanggung jawab itu, KJRI berusaha semaksimal mungkin untuk bernegosiasi agar HRS dapat dibebaskan meskipun dengan jaminan.
Oleh: Idhardian Suryo (Mahasiswa Ilmu Politik, Pemerhati Sosial)
Komentar