Menimbang Dampak dari Aksi Demonstrasi
Selasa, 17 Oktober 2017
00:00 WITA
Nasional
3425 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Unjuk rasa atau demonstrasi yang merupakan gerakan protessekumpulan orang dihadapan umum adalah bentuk untuk menyatakan pendapat sebuah kelompok atau bagian dari bentuk penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa dan orang-orang yang tidak setuju dengan pemerintah dan yang menentang kebijakan pemerintah, atau para buruhyang tidak puas dengan perlakuan majikannya. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya. Tak ayal, unjuk rasa kadang dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda. Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan.
Landasan Demokrasi Indonesia
Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno pada sekitaran abad ke-5 SM. Seiring dengan berjalannya waktu, arti dari istilah ini berubah sejalan dengan perkembangan sistem demokrasi di berbagai negara. Kata demokrasi sendiri berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti rakyat, sehingga demokrasi secara etimologi diartikan sebagai pemerintahan rakyat, yaitu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat, atau yang kini lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Salah satu prinsip dasar demokrasi Pancasila yang dianut oleh negara Indonesia adalah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu demokrasi dimana kepentingan rakyat harus diutamakan oleh wakil-wakil rakyat, rakyat juga dididik untuk ikut bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin.
Adapun beberapa aturan yang melandasi praktik demokrasi di Indonesia, antara lain Undang-Undang Dasar 1954 (Amandemen IV) pasal 28 yang berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang dan Pasal 28 E Ayat 3 yakni setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, Ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, serta landasan UU Nomor 9 Tahun 1998 Pasal 2 yakni setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menelaah Dampak Aksi Demontrasi
Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998, pengertian demonstrasi atau unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif dimuka umum. Terlebih dengan semangat perubahan ke arah yang lebih baik lagi, aksi demonstrasi diartikan sebagai bentuk dan upaya untuk mengkritik dan meluruskan peran pemerintah.
Namun dalam perkembangannya dewasa ini, aksi demonstrasi kadang diartikan sempit sebagai long-march, berteriak-teriak, membakar ban, dan aksi teatrikal. Persepsi masyarakat pun menjadi semakin buruk terhadap demonstrasi karena tindakan pelaku-pelakunya yang meresahkan dan mengabaikan makna sebenarnya dari demonstrasi. Terlebih dengan adanya penggiat-penggiat politik yang acapkali bersifat oportunis dalam mengambil sisi sempit pelaksanaan aksi demonstrasi, seperti menjadikan aksi demonstrasi sebagai momen untuk pencitraan dan peningkatan elektabilitas serta popularitas politikus menjelang pemilihan umum (Pemilu), hingga manuver politik untuk menyerang kelompok oposisi seberang yang kedepannya diprediksi akan menjadi lawan politik terberat pada pesta demokrasi lanjutan. Apalagi dengan adanya ketakutan beberapa kelompok pengusaha atau investor yang khawatir dapat menjadi korban seperti halnya pada aksi 1998 terdahulu yangmana kelompk-kelompok “bar-bar” bertindak sewenang-wenang, menjarah dan menhancurkan fasilitas publik, serta mengenyampingkan prinsip kemanusiaan.
Sedih rasanya apabila para politikus berfikiran demikian. Karena secara tak langsung prinsip demkrasi yang dianut dengan cara “kebablasan” tersebut sedikit banyak akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, hingga logika keamanan dan ketertiban masyarakat.
Seperti pada pelaksanaan aksi 299 kemarin (29/9), yang menuai kontroversi dikalangan masyarakat, dimana isu Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 dan Pembubaran PKI yang dibahas, cenderung dinilai berbau kepentingan dan syarat akan politisasi. Senada dengan pernyataan Menkopolhukam, Wiranto yang menyatakan bahwa pemerintah sejak dulu telah tegas melarang eksistensi organisasi-organisasi terkait komunisme melalui TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang melarang jelas keberadaan aliran komunisme, leninisme, marxisme, hingga aliran sejenis lainnya. Terlebih dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang merupakan aturan responsif terhadap Ormas-Ormas yang berbau radikal yang berpotensi mengancam kedaulatan Pancasila.
Mengacu pada hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat, dukungan, kritikan,ketidakberpihakan, dan ketidaksetujuan yaitu dengan salah satu caranya dengan berdemonstrasi sebagaimana yang sudah diatur dalam UUD 1945. Sebagai bentuk untuk menyuarakan pendapat tersebut, masyarakat pendemo juga harus melaksanakan kewajiban sebagai warganegara yang baik saat melaksanakan demonstrasi, yaitu dengan tetap menjaga ketertiban, keamanan sesama pendemo, dengan masyarakat sekitar, maupun dengan pemerintah dan aparat yang merupakan juga hak mereka sebagai warganegara.
Oleh: Ardian Wiwaha (Mahasiswa Pasca Sarjana FISIP Universitas Indonesia)
Komentar