Antisipasi Kebakaran Hutan 2017
Selasa, 12 September 2017
00:00 WITA
Nasional
3339 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Kebakaran hutan..... Apakah yang pertama sekali pembaca bayangkan ketika mendengar kebakaran hutan? Polusi udara dikarenakan asap ada dimana-mana? Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh asap? Hutan yang awalnya tampak hijau menjadi hangus? Kalau bagi penulis sendiri, penulis membayangkan bagaimana bencana kebakaran hutan yang lalu telah merenggut beberapa nyawa termasuk anak kecil dikarenakan gangguan pernafasan yang disebabkan oleh asap, tentu pembaca pun masih mengingat peristiwa tersebut. Bencana kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2015 yang lalu terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Peristiwa ini sempat membuat masyarakat dan pemerintah Indonesia merasa kewalahan.
Pertanyaan bagi kita adalah apakah penyebab kebakaran hutan tersebut hingga menimbulkan bencana yang sangat menyusahkan bagi masyarakat? Apakah pembaca mengetahuinya? Kalau pembaca belum mengetahuinya, saya akan coba menjelaskannya kepada anda. Penyebab kebakaran hutan antara lain: pertama adalah faktor alam, dimana kebakaran hutan biasanya terjadi pada saat musim kemarau. Saat musim kemarau akan terjadi gejala El Nino yang diakibatkan oleh naiknya suhu permukaan laut di Pasifik. Apabila kenaikan suhu permukaan laut lebih dari 1,5 derajat celcius, maka Indonesia akan mengalami El Nino kuat yang berakibat timbulnya kekeringan. Beruntungnya, menurut Deputi Klimatologi BMKG, perkembangan El Nino hingga bulan Agustus 2017 masih berada dalam status lemah. Kondisi ini juga akan terjadi hingga akhir tahun dan menunjukkan kondisi kemarau relatif netral.
Kedua, faktor kesengajaan dari manusia. Walaupun perkembangan El Nino saat ini menunjukkan kondisi kemarau relatif normal, namun bukan inilah penyebab utama terjadinya kebakaran hutan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 90% kebakaran hutan terjadi disebabkan adanya kesengajaan dari manusia. Hutan sengaja dibakar untuk melakukan pembersihan dan perluasan lahan. Pembakaran hutan dilakukan oleh kelompok yang bekerja secara sistematis untuk mendapatkan keuntungan baik dari penyumbang dana maupun pihak yang meminta pembukaan lahan. Oleh sebab itu, yang perlu kita khawatirkan adalah maraknya pembakaran hutan yang dilakukan oleh oknum yang berkepentingan.
Pemerintah tentu telah menyiapkan langkah antisipasi apabila kebakaran hutan kembali melanda negeri ini. Pemerintah telah melakukan monitoring titik panas di wilayah Indonesia dan telah menyiapkan fasilitas pendukung apabila kebakaran hutan terjadi. Namun, saat ini dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengantisipasi kebakaran hutan. Partisipasi inilah yang tentunya lebih berperan besar dalam menghidari bencana ini. Kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan untuk turut menjaga hutan agar tidak dihanguskan pemegang kepentingan. Kesadaran yang paling utama dan dibutuhkan dari masyarakat adalah kesadaran untuk tidak melakukan pembakaran hutan secara sembarangan ataupun secara sengaja. Selain itu, masyarakat juga dapat membantu petugas dalam melakukan pengawasan dan patroli di kawasan hutan serta melakukan pengaduan kepada petugas apabila menemukan oknum yang melakukan pembakaran hutan.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat lah yang tentunya diharapkan dapat mencegah terjadinya bencana ini. Tentu kita tidak menginginkan peristiwa pada tahun 2015 yang lalu kembali terulang dimana terdapat 260 ribuan hektar hutan dan lahan habis dilahap si jago merah. Kita bisa bayangkan bagaimana susahnya keadaaan saat itu, dimana masyarakat tidak dapat bekerja, anak-anak tidak dapat berangkat ke sekolah, banyaknya masyarakat yang terkena penyakit gangguan pernafasan bahkan sampai ada saudara kita yang meninggal akibat penyakit tersebut. Meski gejala El Nino tidak terlalu mengancam hutan, tapi akankah tangan kita sendiri yang akan mengancam hutan kita? Kita tidak tahu, mungkin kita sendiri atau bahkan keluarga kita lah yang akan menjadi korban selanjutnya apabila kebakaran hutan terjadi lagi. Mari kita jaga hutan kita, mari kita jaga orang-orang terdekat kita.
Oleh: Yanuar Manurung (Mahasiswa Pasca Sarjana FISIP Universitas Indonesia)
Komentar