Kisah Dibalik Proklamasi
Selasa, 15 Agustus 2017
00:00 WITA
Nasional
5218 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Siapa yang tak kenal dengan sejarah Proklamasi Republik Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan yang dilaksanakan pada Jumat, 17 Agustus 1945 tahun masehi atau tepat pada tanggal 17 Agustus 2605 tahun Jepang, merupakan sejarah yang tak terlupakan bagi bangsa Indonesia, dimana kala itu secarik kertas bermakna sejarah terucap tegas dari mulut sang proklamator dalam mengumandangkan pembebasan dan pertanda independensi rakyat Indonesia yang berkeinginan kuat untuk menentukan nasib mereka sendiri. Didampingi oleh bapak koperasi Indonesia yang kala itu menjabat sebagai orang nomor dua di Indonesia, Mohammad Hatta, sang proklamator Soekarno dengan lantang melafazkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Mungkin tak semua orang mengetahui latar belakang pembuatan naskah proklamasi. Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.
Siapa sangka dibalik proses kemeriahan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kala itu dihelat, terdapat banyak cerita unik nan membangkitkan semangat, dimana tidak semua orang menyangka bahwa kala itu irar kemerdekaan bangsa Indonesia menyimpan ceritas prihatin.
Sang Proklamator Sakit dan Tidak Puasa
Tidak banyak yang tahu bahwsannya pelaksanaan proklamasi yang berlangsung Jumat Pagi, 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan puasa Ramadhan. Terlebih dengan kondisi bapak proklamator kala itu sedang tidak berpuasa karena sakit akibat gejala malaria tertian.
Namun demikian, setelah mengetahui bahwa kondisi Soekarno kala itu sedang tidak fit, maka dibawalah dokter ke beliau agar dapat segera ditangani. Setelah tidur lagi dan bangun pada pukul 09.00 Wib hingga pukul 10.00 Wib atau pada segera setelah pelaksanaan pembacaan Proklamasi, Bung Karno kembali segera ke kamar untuk beristirahat.
Konon, didalam proses penandatanganan teks proklamasi pada malam harinya, sempat terjadi perselisihan antara beberapa pemuda yang hadir saat perumusan. Bung Hatta yang kala itu mengusulkan agar semua yang hadir seperti Achmad Soebardjo, Sajuti Melik, dan Soekarni ikut menandatangani, namun usul tersebut justru ditolak oleh Soekarni dengan beberapa alasan.
Bendera dan Kain Sprei
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa bendera sangsaka merah putih yang dibuat oleh Ibu Fatmawati (istri dari Bung Karno) berasal dari bahan kain sprei yang dijahit tangan.
Sebelumnya ibu Fatmawati sebenarnya telah membuat bendera merah putih dengan ukuran panjang hanya sekitar 50 cm, namun karena terlalu kecil, Ibu Fatmawati berinisiatif untuk memperbaikinya dengan cara membuat bendera yang baru. Sehingga segera setelah menemukan selembar kain sprei putih di lemarinya, dirinya bergegas meminta seorang pemuda yang bernama Lukas Kastaryo untuk mencari kain berwarna merah. Sehingga diperoleh lah selembar kain berwarna merah dari seorang penjual soto yang kemudian diberikan kepada Ibu Fatmawati. Alhasil, terbuatlah sebuah bendera baru berukuran 276 x 200 cm yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di tiang bambu sederhana.
Hilangnya Draft Proklamasi
Sedikit masyarakat Indonesia yang tahu bahwa draft teks proklamasi ditulis tangan di secarik kertas oleh Bung Karno dengan didikte oleh Bung Hatta sempat hilang setelah acara selesai. Dan setelah diketahui ternyata kertas tersebut terbuang di tempat sampah.
Beruntung wartawan BM Diah menemukannya. Diah menyimpan teks tersebut dan baru menyerahkan ke pemerintah pada 29 Mei 1992. Artinya, draft tersebut sempat menghilang selama 46 tahun 9 bulan dan 19 hari.
Negatif Film Disimpan di bawah Pohon
Upacara proklamasi diabadikan oleh fotografer Frans Mendoer. Begitu upacara selesai, Frans didatangi tentara Jepang yang ingin merampas negatif film gambar tersebut. Frans berbohong dengan mengatakan negatifnya sudah diserahkan ke Barisan Pelopor.Padahal, negatif film momen penting tersebut ditanamnya di bawah pohon di halaman kantor Harian Asia Raja. Andai negatif film tersebut sempat dirampas Jepang, tentu kita tak akan pernah bisa melihat momen dramatis perisitiwa proklamasi yang bersejarah.
Ricky Rinaldi( Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia )
Komentar