Semangat Hari Kemerdekaan
Jumat, 11 Agustus 2017
00:00 WITA
Nasional
4885 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Hari kemerdekaan Republik Indonesia yang tepat jatuh pada 17 Agustus 1945 merupakan salah satu tonggak sejarah terbesar bagi peradaban bumi nusantara. Tak hanya itu, kemerdekaan yang diawali dengan perebutan kekuasaan dari para kolonial hingga pembacaa teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia secara seksama merupakan titik awal dimana sebuah perubahan terbesar dalam sejarah umat manusia Indonesia dimulai.
Pra 17 Agustus 1945
Pada tanggal 6 Agustus 1945, ketika sebuah bom atom dijatuhkan oleh sekutu Amerika Serikat di atas kota Hiroshima, Jepang, awal dimana moral dan semangat perang tentara Jepang jatuh sejatuh-jatuhnya.
Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau yang dikenal dengan BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai (selanjutnya berubah nama menjadi Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), guna menegaskan lebih lanjut keinginan dan tujuan masyarakat Indonesia untuk mencapai kemeredekaan Republik Indonesia.
Selanjutnya sekitaran tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Kota Nagasaki, Jepang, sehingga membuat menyerahnya Jepang terhadap Amerika Serikat. Berbagai bentuk usaha pun dikerjakan oleh para pemuda Indonesia kala itu, mulai dari usaha para pemuda menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, pada 12 Agustus 1945 untuk memastikan pemberiaan kemerdekaan terhadap Indonesia, konflik internal pemuda Indonesia yang terdiri dari Soekarno, Hatta, dan Radjiman yang kala itu menginginkan secepatnya mengumumkan proklmasi, hingga pergolakan pengambilan kemerdekaan Indonesia oleh para pemuda Indonesia sehari sebelum dikumandangkannya proklamasi. Tak ayal momen kekosongan inilah dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia kala itu, untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikanaterbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Istana Merdeka.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Sehari Pasca Kemerdekaan
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Sehingga kinerja Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah kelompok yang kala itu dikenal dengan Komite Nasional.
Ardian Wiwaha( Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia )
Komentar