PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Yuk Pahami Paket RUU Pemilu Satu Persatu

Minggu, 30 Juli 2017

00:00 WITA

Nasional

3186 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Opini, suaradewata.com - Penyelenggaraan pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) di tingkat panitia khusus antara Legislatif dan Eksekutif berlangsung alot hingga dipenuhi dengan insiden gebrak meja.

Terdapat tiga hasil yang disepakati dengan salah satu isu yang paling terpanas yakni terkait dengan lima paket isu krusial RUU Pemilu ke Sidang Paripurna pada tanggal 20 Juli 2017.

Tjahyo Kumolo, Menteri Dalam Negeri sekaligus perwakilan eksekutif mengapresiasi kinerja Pansus RUU Pemilu yang telah membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam waktu singkat. Namun demikian, pihaknya tetap dengan tegas memilih Paket A dengan alasan terujinya pelaksanaan Paket A dalam Pemilu dan Pilpres selama dua periode silam, serta dengan harapan angka ambang batas Presiden atau yang dikenal dengan Presidential Threshold disepakati.

Paket A

1.      Presidential Threshold: 20 – 25 persen

2.      Parliamentary Threshold: 4 persen

3.      Sistem Pemilu: Terbuka

4.      Dapil Magnitude DPR: 3 - 10

5.      Metode Konversi Suara: Sainte-lague murni

Paket B

1.      Presidential Threshold: 0 persen

2.      Parliamentary Threshold: 4 persen

3.      Sistem Pemilu: Terbuka

4.      Dapil Magnitude DPR: 3 - 10

5.      Metode Konversi Suara: Kuota hare

Paket C

1.      Presidential Threshold: 10 – 15 persen

2.      Parliamentary Threshold: 4 persen

3.      Sistem Pemilu: Terbuka

4.      Dapil Magnitude DPR: 3 - 10

5.      Metode Konversi Suara: Kuota hare

Paket D

1.      Presidential Threshold: 10 – 15 persen

2.      Parliamentary Threshold: 5 persen

3.      Sistem Pemilu: Terbuka

4.      Dapil Magnitude DPR: 3 – 8

5.      Metode Konversi Suara: Sainte-lague murni

Paket E

1.      Presidential Threshold: 20 – 25 persen

2.      Parliamentary Threshold: 3,5 persen

3.      Sistem Pemilu: terbuka

4.      Dapil Magnitude DPR: 3 - 10

5.      Metode Konversi Suara: Kuota hare

 

Parlimentary Threshold

Ambang batas parlemen atau yang dikenal dengan parliamentary threshold merupakan ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009.

Pendukung aturan ambang batas parlemen berpendapat bahwa adanya batas minimal mencegah kelompok-kelompok kecil dan radikal di parlemen. Hal ini dianggap baik karena akan menyederhanakan parlemen, serta membantu terbentuknya pemerintahan dan parlemen yang stabil. Para kritik sistem ini berpendapat bahwa sistem ini cenderung meniadakan wakil rakyat untuk para pendukung partai kecil.

Presidential Threshold

Sikap pemerintah yang memilih untuk mendukung sistem Presidential Threshold yakni pola 20 – 25 persen merupakan upaya untuk membuat ambang batas perolehan dukungan suara riil sebagaimana pemilihan calon anggota legislatif. Sama halnya dengan bentuk parliamentary threshold, dukungan riil tersebut terlihat dari jumlah suara yang diperoleh partai politik pada pemilu legislatif yang dianggap sebagai manifestasi sekaligus representasi suara rakyat Indonesia.

Sistem Pemilu Terbuka

Dalam pemilu 2019, Pemerintah mendukung sistem pemilu terbuka terbatas dengan harapan dapat menutupi kekurangan dari sistem pemilu sebelumnya yang cenderung bersifat tertutup.

Berdasarkan keterangan dari Direktur Politik Dalam Negeri, Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar mengatakan bahwa Sistem terbuka terbatas berguna untuk peningkatan kinerja parpol secara kelembagaan dan kinerja caleg secara personel untuk meraih suara di dapil (daerah pemilihan) masing-masing. Setidaknya hal tersebut dapat memberi peluang yang sama antara kinerja tiap caleg dengan kinerja partai politik (parpol) secara kelembagaan.

Dapil Magnitude DPR

Dapil Magnitude dimaksudkan sebagai aspek kedekatan kepentingan antara masyarakat dengan wakilnya di daerah. Aspek kedekatan ini dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut pandang kepentingan parpol, akuntabilitas pelaksanaan pemilu, dan kepentingan calon lain.Lingkup daerah pemilihan secara sederhana adalah batasan kesatuan wilayah yang ditetapkan dengan dasar tertentu sebagai lokasi atau tempat berlangsungnya pemilihan oleh kelompok pemilih tertentu, untuk memilih lembaga perwakilan tertentu, dan dengan jumlah wakil yang tertentu.

Cara penetapan lingkup daerah pemilihan bisa berdasarkan (atau mengikuti) batas wilayah administrasi pemerintahan, bisa berdasarkan jumlah penduduk, atau bisa juga berdasarkan campuran dari keduanya, yangmana dalam hal ini pemerintah mendukung penerapan Dapil Magnitude DPR dengan konsep 3 – 10 perwakilan perwilayah, dengan pertimbangan lingkung daerah pemilihan, prinsif yang mendasari alokasi kursi kepada daerah pemilihan, dan jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan (Dapil).

Metode Konversi Suara

Pembahasan RUU Pemilu sudah mengerucut pada dua pilihan, yaitu menggunakan metode Sainte Lague dan Kuota Hare. Kedua opsi ini dinilai lebih menguntungkan partai kecil daripada metode lainnya. Berdasarkan Naskah Akademik Rancangan UU Penyelenggaraan Pemilu, disebutkan bahwa Kuota Hare adalah metode konversi suara dengan cara dihitung berdasarkan jumlah total suara yang sah (vote atau v) dibagi dengan jumlah kursi yang disediakan dalam suatu distrik (seat atau s). Dalam hal ini, terdapat dua tahapan yang perlu dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi di parlemen melalui teknik penghitungan Kuota Hare atau yang lebih dikenal dengan istilah Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) ini. Pertama, menentukan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan dengan menggunakan rumus v/s. Pada tahap kedua: menghitung jumlah perolehan kursi masing-masing partai politik dalam satu daerah pemilihan dengan cara jumlah perolehan suara partai di satu daerah pemilihan di bagi dengan hasil hitung harga satu kursi.

Sementara itu, Metode Sainte Lague masuk ke dalam kategori Metode Divisor, yaitu menggunakan nilai rata-rata tertinggi atau biasa disebut BP (Bilangan Pembagi). Artinya, kursi-kursi yang tersedia pertama-tama akan diberikan kepada partai politik yang mempunyai jumlah suara rata-rata tertinggi, kemudian rata-rata tersebut akan terus menurun berdasarkan nilai bilangan pembagi. Prosedur ini akan terus berlaku sampai semua kursi terbagi habis.

 

Oleh: Ricky Rinaldi (Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia)


Komentar

Berita Terbaru

\