Radikalisasi Dunia Maya
Sabtu, 29 Juli 2017
00:00 WITA
Nasional
3391 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Dewasa ini, hampir disemua kalangan umur anak remaja Indonesia merupakan sebuah generasi yang notabenenya cenderung menguasai, gandrung, dan tidak buta akan perkembangan aspek teknologi. Dimana hampir setiap lini kehidupan saat ini, telah terkolaborasi dengan peranan teknologi dan media selaku kebutuhan primer umat manusia.
Tak ayal apabila bentuk peperangan umat manusia saat ini telah beralih dari objek angkat senjata ke suatu hal yang dapat dikatakan sebagai perang urat syaraf. Kecenderungan melupakan senapan, pistol, granat, atau racikan bom sebagai media promosi kelompok radikal, kini beralih ke perperangan dalam bentuk akun media sosial, membawa gadget, menggunakan modem, bermodalkan handphone dan menulis. Perlahan namun pasti, upaya radikalisasi dunia maya telah berubah seiring dengan gemelitik lincahnya jari dalam melakukan propaganda hingga penggalangan masif bagi sang target untuk menerima pemikiran-pemikiran yang radikal.
Berdasarkan tulisan Mantan Deputi Pencegahan Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti dalam buku Deradikalisasi Dunia Maya, setidaknya diidentifikasi tiga agenda besar cyber war yang dilakukan kelompok teroris dunia maya.
Pertama, mereka melakukan agenda kampanye gagasan radikal di dunia maya. Dalam agenda ini, kelompok teroris cenderung melakukan penyerangan pola pikir sekaligus paradigma pengguna dunia maya agar ikut dengan perjuangan mereka atau setidaknya menjadi simpatisan aktif yang mau ikut menyebarkan broadcast atau share pemikiran-pemikiran radial. Selain itu, diduga kuat juga kelompok jihad cyber war acapkali mengajarkan aksi terorisme seperti tutorial perakitan bom yang dapat diunduh secara gratis di internet.
Kedua, kelompok radikal acapkali melakukan serangan siber atau cyber attacking langsung kepada objek pemerintah atau aparat keamanan negara di dunia maya. Mereka cenderung berpandangan bahwa negara merupakan simbol setan atau thougut yang harus diperangi dengan cara meretas situs, yangmana hal tersebut dapat diartikan sebagai bentuk pesan adanya deklarasi perang dan perlawanan dari kelompok radikal.
Dan yang ketiga, melakukan hacking terhadap situs dan sistem perbankan dan perdagangan. Untuk agenda yang ketiga ini cenderung bermotifkan tentang perihal uang yang diharapkan dapat menjadi unsur pendanaan gerakan-gerakan radikal hingga terorisme. Gerakan ini sesungguhnya serupa dengan aksi fa’I di dunia maya. Mereka beranggapan situs perbankan adalah harta orang kafir (musuh agama) yang dibenarkan untuk dicuri dan dirampok.
Pengalihan opini publik, pemutarbalikan fakta, dan manipulasi kata pun menjadi santapan harian. Terma-terma agama dan sosial di sejumlah situs yang dikelola kelompok radikal ditujukan untuk menciptakan kebencian terhadap negara sekaligus memposisikan diri sebagai kelompok yang ditindas.
Oleh karenanya, tetap waspada dan tingkatkan rasa awas. Terlebih untuk kalangan umur anak muda hingga remaja yang cenderung masih labil dan rawan menjadi target propaganda dan penggalangan oleh kelompok ekstrimis hingga teroris. Waspada.
Arjuna Wijaya( Mahasiswa Pasca Sarjana FISIP Universitas Padjajaran )
Komentar