PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Menyedihkan, Kondisi Dua Gila Bersaudara di Karangasem

Selasa, 04 Juli 2017

00:00 WITA

Karangasem

5315 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Karangasem, suaradewata.com - Kondisi dua bersaudara kakak beradik penderita gangguan jiwa asal Banjar Yeh Kori, Desa Jungutan, kecamatan Bebandem, sangat menyedihkan. Dua bersaudara penderita gangguan jiwa tersebut masing-masing I Nengah Simpen (30) dan I Nyoman Ada (28), sementara sang ayah yakni I Ketut Rugeg yang selama ini merawat mereka juga mulai terganggu psikologinya. 

Kedua bersaudara yang tinggal dipedalaman tepatnya dilereng bukit dekat lokasi Galian C ilegal ini nyaris tak terurus. Suryani Institut bersama awak media Karangasem yang mendatangi lokasi dua bersaudara itu dipasung, Selasa (4/7/2017) cukup dibuat menghela nafas panjang saat melihat kondisi mereka yang sangat memilukan. Satu penderita gangguan jiwa yakni I Nengah Simpen (30) memang tidak dipasung dan tinggal di sebuah bedeng tak layak huni, sementara adiknya I Nyoman Ada (28) kondisinya lebih miris lagi. 

Nyoman Ada sudah belasan tahun dipasung dengan rantai berukuran besar, setiap harinya pria yang pernah mengenyam pendidikan di Bangku Sekolah Dasar ini harus makan bersama anjing, berak dan tidur telanjang bulat diatas sampah dan kotoranya sendiri dalam rumah bantuan pemerintah berukuran 3X3 tanpa WC dan pintu tersebut. Berbeda dengan kakaknya yang tak hirau dengan siapapun yang datang melihatnya, Nyoman Ada masih bisa berkomunikasi dengan dr. Tjok Bagus Surya Lesmana, Sp.Kj dan Prof. LK Suryani kendati jawabannya gak karuan dan kadang tertawa sendiri. 

Kondisi Nyoman Ada ini langsung membuat Mariam, salah satu perawat pasien gangguan jiwa asal Belanda yang diajak turun oleh Suryani Institut itu terhenyak. “Ini sangat tidak manusiawi! Kenapa orang gila di Bali diperlakukan seperti ini?” ucapnya sambil memandangi Nyoman Ada dengan mata berkaca-kaca. 

Di negaranya atau tepatnya di Holland, penderita gangguan jiwa diperlakukan sama layaknya dengan pasien biasa dan bahkan lebih. Menurutnya penanganan penderita gangguan jiwa dengan konsep Community Base (penanganan dan pengobatan dirumah penderita dengan cara mendidik keluarga penderita disamping mengajarkan penderita gangguan jiwa untuk berinteraksi dengan lingkungan dan sosial,red) seperti yang diterapkan Suryani Institut merupakan konsep yang sangat bagus dan cocok. 

“Konsep ini juga diterapkan di Holland dan sebagian besar negara lainnya. Sebab ini tidak hanya cukup dengan obat saja, karena anda harus datang untuk melihat kondisi mereka (penderita gangguan jiwa dirumah mereka,red) mulai dari minggu pertama!” sebutnya, sembari menegaskan penanganan dengan konsep Hospital Base menurutnya kurang bagus karena penderita gangguan jiwa harus tinggal lama di rumah sakit dan tidak sedikit biaya yang juga harus dikeluarkan pihak keluarga. 

Dipihak lain, Prof. LK Suryani mengatakan, sampai saat ini jumlah penderita gangguan jiwa di Karangasem yang terdata sebanyak 890 orang. Sementara yang tidak terdata jumlahnya masih cukup banyak. Terkait kakak beradik yang mengalami gangguan jiwa ini, mereka sebanarnya sudah beberapa kali dibawa ke RSJ Bangli bahkan sampai 7 kali. “Nah ketika mereka balik dari RSJ, siapa yang merawat? Siapa yang melanjutkan pengobatannya? Sementara mereka bilang sudah dikasih obat, sedangkan obat saja tidak cukup! Sebab harus kita didik keluarga, pasien dan lingkungan untuk bisa mempertahankan sehingga kesembuhan pasien gangguan jiwa itu akan kita peroleh,” ujar Prof. LK Suryani. 

Jika dibiarkan seperti ini, pihaknya khawatir penderita gangguan jiwa di Karangasem dan Bali akan terus bertambah. Karena tindakan tidak hanya menterapi tetapi juga tindakan mencegah terjadinya penderita gangguan jiwa baru harus dilakukan, “Sebab keluarga atau saudara si penderita gangguan jiwa jika tidak ditangani dengan baik kecendrungan besar akan ikut mengalami gangguan jiwa,” ulasnya. 

Untuk menangani penderita gangguan jiwa di Karangasem, pihaknya mengaku sudah berusaha untuk berkoordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan Provinsi, “Bahkan saya dijanjikan mau ketemu, tapi sampai hari ini tidak pernah ada! Pak Mangku Pastika juga sudah dua periode menjadi Gubernur juga belum bisa ketemu!” kesahnya. Sementara dengan Dinas Kesehatan Karangasem, pihaknya rencananya akan diberikan kesempatan untuk menangani penderita gangguan jiwa di seluruh Karangasem, tapi ternyata RSJ Bangli masuk sehingga wilayah penanganannya dibagi. 

Artinya sejak tahun 2007 pihaknya hanya menangani penderita gangguan jiwa di wilayah Kecamatan Manggis, Sidemen, Abang dan Kecamatan Rendang hingga sekarang. Dan dari penelitian yang dilakukan pihaknya 48 persen pasien gangguan jiwa bisa sembuh tanpa obat sementara sisanya masih menggunakan obat. nov/ari


Komentar

Berita Terbaru

\