Terorisme di Dunia Maya
Kamis, 15 Juni 2017
00:00 WITA
Nasional
3179 Pengunjung
Opini,suaradewata.com - Geliat terorisme di dunia saat ini telah memasuki babak baru. Hampir seluruh negara dunia tanpa terkecuali Indonesia sedang menghadapi tantangan baru terorisme yang utamanya marak memanfaatkan teknologi informasi di dunia maya.
Beberapa jaringan kelompok teroriseme secara tidak langsung sangat diuntungkan dengan hadirnya produk teknologi berbasis jaringan internet yang dapat menjaring banyak aspek, mulai dari kepentingan propaganda, rekrutmen, hingga pembinaan jaringan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Gabriel Weimann (Professor Komunikasi di Universitas Haifa, Israel) “Terrorisme in Cyberspace: The Next Generation” menunjukkan bahwa jaringan kelompok teroris menaruh perhatian lebih terhadap penggunaan jaringan internet. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan ragam situs website yang dikelola oleh kelompok radikal/teroris yang terdeteksi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Apabila di sekitaran tahun 1998 hanya 12 situs radikal yang terdeteksi dan tahun 2003 mencapai angka 2.650 situs radikal, hasil akhir penelitian di tahun 2014, jumlah situs radikal terakhir terdeteksi berjumlah sekitar 9.800 situs.
Dalam penelitiannya, Weimann menegaskan bahwa dunia maya menawarkan banyak kelebihan dalam mengelolanya, diantaranya: kemudahan aksestabilitas, lemahnya kontrol dan regulasi, luasnya audiens pengguna, anonim, kecepatan persebaran arus informasi, mudah untuk digunakan sebagai sarana interaksi, mudah untuk dibuat dan dipelihara, bersifat multimedia, dan pola hidup internet saat ini yang cenderung dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer bagi seluruh orang.
Selain dari perkembangan dari aspek kuantitas situs website, hal lain yang perlu diperhatikan yakni perkembangan yang signifikan terhadap bentuk danpola terorisme itu sendiri.
Terdapat tiga tahapan perkembangan terorisme di dunia maya, diantaranya: Pertama, tahapan awal berupa penyebaran ideologi melalui website. Kedua, pemanfaatan fitur media interaksi seperti pembuatan forums dan chatrooms. Sementara tahap ketiga, dan semakin populer dewasa ini adalah penggunaan sosial media seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan Platform media sosial lainnya.
Perubahan pola dari website ke media sosial tentunya menunjukan sebuah perubahan yang dinamis dan modern. Hal ini dikarenakan adanya pola adaptasi terhadap perubahan zaman dan modernisasi.
Dalam penelitiannya Weimann juga menyebutkan bahwa pergeseran ke ranah media sosial yang dilakukan oleh kelompok teroris memiliki beberapa tujuan, seperti: membangun interaksi, mengikuti perubahan tren dan popularitas, menyentuh sasaran, dan kondisi demografis penghuni media sosial saat ini yang cenderung didominasi oleh kalangan muda dan remaja, membuat kelompok dan jaringan teroris akan lebih mudah dalam menanamkan bibit pemikiran radikal dan ektrim lantran diimbangi dengan target yang masih dalam tahap umur yang labil, serta masih mencari jati diri.
Di Indonesia, pertumbuhan situs radikal telah mengalami perubahan yang cukup masif. Berdasarkan fakta penanganan kasus terorisme, selain ditemukan bahwasannya internet digunakan sebagai media propaganda, internet juga digunakan sebagai sarana-prasarana untuk penggalangan dana dengan melakukan tindakan kriminal atau yang biasa disebut dengan cyber fa’I atau perampokan dari dunia maya. Salah satu bukti terhadap praktik dari eksistensi cyber fa’i yakni kasus peretasan situs investasi online speedline yang berhasil mengumpulkan dana sekitara Rp 7 miliar yang secara keseluruhan digunakan untuk membiayai kepentingan kelompok teroris di Poso.
Perubahan pola dan bentuk terorisme yang mulai merabah dunia maya tersebut dikenal luas dengan sebutan cyberterorisme, yakni penggunaan jaringan internet oleh kelompok teroris untuk melancarkan aksinya.
Salah satu kasus cyberterorrisme yang menonjol adalah munculnya situs yang menebar teror dengan mengancam warga seperti www.foznawarabbilkakbah.comyang kala itu sempat mengancam akan melakukan pembunuhan terhadap Presiden Keenam RI yakni Susilo Bambang Yudhoyono.
Banyak dari kalangan menilai bahwa penggunaan media maya merupakan ladang yang paling sukses bagi kelompok terorisme untuk menyebarkan paham dan ajarannya. Sejatinya beberapa kelompok teroris yang bermarkas di Irak dan Suriah, yangmana mayoritas menggunakan media internet sebagai upaya untuk menyampaikan pesan teror.
Ardian Wiwaha (Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia)
Komentar