PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Radikalisasi Pancasila

Senin, 12 Juni 2017

00:00 WITA

Nasional

5590 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

google

Opini, suaradewata.com - Ujian terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan upaya mengganti Dasar Negara Pancasila harus terus kita waspadai. Ancaman dapat berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Ancaman bukan hanya paham komunis saja. Banyak ancaman dari ideologi lain, seperti gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Ancaman awal dari ISIS ditandai dengan gerakan radikalisme kemudian terorisme.

Keteguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetap harus diupayakan dengan usaha-usaha tanpa henti dengan metode paling mutahir. Ancaman yang paling aktual saat ini dengan maraknya paham radikalisme yang telah masuk ke segala segi kehidupan kita. Ujaran kebencian dan intoleransi jamak terjadi yang dipercepat dengan perkembangan ITE. Radikalisme ini sebagai racun dalam tubuh kebangsaan kita. Kewaspadaan terhadap paham-paham yang tidak sesuai dengan Pancasila patut kita waspadai karena dalam sejarah sudah membuktikan kesalahan dalam menyikapi paham atau ideologi membawa sebuah bangsa keambang kehancuran seperti yang terjadi berberapa tahun terakhir kepada Bangsa Suriah, Bangsa Irak dan beberapa Negara lain di Timur Tengah  serta Bangsa Jerman dan Bangsa Italia pada massa lalu yang memicu perang dunia kedua.

Ingat kata Adolf Hitler, “Make the lie big, make it simple, keep saying it, and eventually they will believe it.”  Kebohongan yang diucapkan berulang-ulang secara simultan akan dipercaya sebagai suatu kebenaran. Terbukti Hitler mampu membius rakyat Jerman sebagai pemimpin Jerman yang dipilih secara demokratis kemudian menjadi pemerintah yang diktaktor membawa Jerman ke dalam perang dunia kedua. Pengaruh Hitler dimulai dari buku yang ditulisnya saat dipenjara yang berjudul Mein Kampf(Perjuanganku) kemudian dengan propaganda-propaganda mengagungkan ras jerman, mencapai lebensraum (ruang hidup) bagi bangsa jerman. Hitler bisa seperti itu karena berhasil menanamkan paham yang dipercaya oleh rakyat Jerman saat itu. Sederet dengan Hitler ada Benito Mussolini dari Italia yang dikenal dengan ideology fasisme.Fasisme Italia membawa Italia bersama Jerman ke dalam Perang Dunia Kedua.

Pancasila sebagai dasar Negara merupakan roh berdirinya Indonesia yang digali oleh para pendiri bangsa yang berakar dari setiap nafas rakyat Indonesia. Soekarno pada tahun 1960 dalam pidato To Buil the World Anewdi PBB, Pancasila diteriakkan dan mewarnai dominasi ideology Barat dan Timur saat itu. Bangsa-bangsa lain di dunia mengagumi Pancasila dan banyak Negara mengkaji bahkan mengadopsi Pancasila, maka sepatutnya kita tidak boleh membiarkan ada pihak-pihak yang menginginkan penggantian Pancasila dan mencabik-cabik Pancasila.

Saatnya Pancasila disebarkan dengan proses mengakar (radikalisasi). Mengutip dari Yudi Latif proses mengakar ini melibatkan tiga dimensi ideologis: keyakinan (mitos), penalaran (logos), dan kejuangan (etos).

Pada dimensi mitos, radikalisasi Pancasila diarahkan untuk meneguhkan kembali Pancasila sebagai ideologi negara. Pada sisi ini, bangsa Indonesia harus diyakinkan bahwa, seperti kata John Gardner, "Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar." Mematrikan keyakinan pada hati warga tidak selalu bersifat rasional. Pendekatan afektif-emotif dengan menggunakan bahasa seni-budaya dan instrumen multimedia akan jauh lebih efektif.

Pada dimensi logos, radikalisasi Pancasila diarahkan untuk mengembangkan Pancasila dari ideologi menjadi ilmu. Proses penerjemahan ideologi ke dalam teori pengetahuan ini penting karena ilmu merupakan jembatan antara idealitas-ideologis dan realitas-kebijakan. Setiap rancangan perundang-undangan mestinya didahului naskah akademik. Jika pasokan teoretis atas naskah ini diambil dari teori-teori pengetahuan yang bersumber dari paradigma-ideologis yang lain, besar peluang lahirnya kebijakan perundang-undangan yang tak sejalan dengan tuntutan moral Pancasila.

Pada dimensi etos, radikalisasi Pancasila diarahkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan daya juang agar Pancasila dapat menjiwai perumusan konstitusi, produk-produk perundangan, dan kebijakan publik, dengan menjaga keterkaitan antarsila dan keterhubungannya dengan realitas sosial. Dalam kaitan ini, Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) harus diluaskan menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal (masyarakat), serta menjadikan Pancasila sebagai landasan kritik atas kebijakan negara.

Melawan racun radikalisme yang merongrong keutuhan NKRI dan Pancasila dilakukan dengan Radikalisasi Pancasila (proses mengakar). Saatnya kita melakukannya dengan bahu-membahu, masing-masing kita mengambil peran meradikalisasi Pancasila dalam diri kita sebagai anti bodi dari racun radikalisme yang terlanjur masuk kedalam tubuh Bangsa Indonesia. Gemakan Pancasila sebagai Mitos, Logos dan Etos setiap saat, setiap sudut negeri ini, setiap relung hati kita, sehingga Indonesia tetap Jaya berdiri tegak dalam keragaman berdasarkan Pancasila.

#SayaIndonesia #SayaPancasila

Penulis: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda


Komentar

Berita Terbaru

\