Seniman Karawitan I Wayan Djebeg Tergolek Lemas di ICU
Senin, 22 Mei 2017
00:00 WITA
Gianyar
3541 Pengunjung
istimewa
Gianyar, suaradewata.com – I Wayan Djebeg (85) seniman karawitan special tabuh lelambatan asal Banjar Batur, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, saat ini tengah terbaring lemah di ruang ICU RS Ari Shanti Mas, Ubud. Maestro tabuh ini didiagnosa mengalami penggumpalan darah di bagian kepala. Selain itu, peraih Penghargaan Wija Kusuma Kabupaten Gianyar Tahun 1986 ini juga mengalami masalah pada saluran kencing dan saraf yang tidak berfungsi normal.
“Sekarang pekak baru bisa buka mata dan menggerakkan tubuh bagian kanan, sebelumnya pekak tak sadarkan diri selama kurang lebih seminggu,” ungkap cucu Kak Djebeg, I Wayan Eka Jaya Saputra saat ditemui dirumahnya, Senin (22/5) kemarin.
Diungkapkan Eka, sebelum terbaring lemah di ICU rumah sakit, sang kakek dalam usia yang tak lagi muda ini masih sempat membina Gong Kebyar Wanita Kabupaten Gianyar. “Tidak ada istilah sakit bagi pekak jika sudah diminta untuk membina tabuh. Tapi kali ini beda, mungkin karena sudah usia dan banyak pikiran makanya kondisinya drop,” ujar anak dari pasangan Ni Made Kormi dan I Made Marjaya ini.
Sepengetahuan Eka, kakeknya yang telah menyabet sejumlah penghargaan ini memang tidak pernah menderita sakit parah. Sakit yang menjadi langganan hanyalah maag, telat makan karena padatnya aktifitas berkesenian. “Dari dulu gak pernah sakit separah ini,” ujarnya yang berharap sang kakek bisa segera sembuh dan kembali berkesenian seperti sedia kala.
Eka mengisahkan,Pekak (kakek) Djebeg termasuk seniman yang idealis. Padahal, Pekak Djebeg berpotensi membuat sanggar di rumahnya. Hanya saja, pihaknya tidak ingin menduakan sanggar Pemaksan Barong Jalan Batur yang berada dibawah naungan banjar setempat. “Pernah saya tanyakan kepada beliau, kenapa gak bikin sanggar saja kak. Langsung pertanyaan itu dibantah. “Nguda ci bin ngae sanggar jumah. to di banjar sube ade, selegan melajah ditu” (ngapain kamu bikin sanggar lagi di rumah, itu di banjar sudah ada sanggar. Belajarlah disana dengan baik),” jelas Eka yang lulusan ISI Denpasar ini.
Untuk diketahui, Kak Djebeg merupakan seniman alam yang belajar menabuh secara otodidak. Kiprahnya di bidang seni lelambatan diawali sebagai Pembina tabuh pada Pesta Kesenian Bali (PKB) pertama kali pada tahun 1982. Djebeg juga pernah keliling Eropa selama 8 bulan sebagai duta seni. “Terakhir pekak berangkat tahun 1998 ke India,” imbuh Eka.
Sebagai sosok yang idealis, kemampuan Kak Djebeg sebagai Pembina tabuh yang melanglang buana ke seluruh Bali ini tak dijadikan amunisi oleh keturunannya demi mendapatkan pekerjaan. Kak Djebeg tetaplah seorang Pembina tabuh yang lahir dari keluarga miskin dan hidup sederhana bersama 5 anak perempuannya. Karena tekanan-tekanan ekonomi, Kak Djebeg hanya mampu mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR). “Secara teori, kakek saya memang kurang. Tapi prakteknya, saya akui sangat luar biasa. Saya sebagai penerusnya pun merasa tidak akan bisa seperti beliau,” ujar Eka.
Namun demikian, berbekal semangat yang membara disertai ketekunan dan kerja keras, Kak Djebeg mulai berkesenian sejak tahun 1942 saat usianya menginjak 10 tahun. Pada saat itu beliau memulai berkesenian dengan menjadi penari gandrung adalah penari joged laki-laki. Beliau bisa terjun berkesenian hanya dibekali semangat yang tinggi dan kerja keras, tanpa mencari penguruk (pelatih).
“Setelah beliau tamat dari sekolah rakyat (SR) beliau sering ikut menabuh kemana-mana selama 15 tahun. Dengan pengalamannya itu beliau bisa menambah ilmu dan menambah skil di dalam bidang berkesenian,” terang Eka.
Selanjutnya, dari pengalamannya itu pada tahun 1962 beliau diajak bekerja di URIL atau Ajendam Indonesia selama 27 tahun. Selama itu beliau bekerja keliling Indonesia sebagai penghibur masyarakat-masyarakat, angkatan darat dan lain-lainnya yang memerlukan hiburan kesenian Bali.
Pada tahun 1982 beliau ditunjuk sebagai penabuh gong kebyar Kabupaten Gianyar. Di dalam menabuh beliau sering memainkan instrument terompong, dan kendang. Dan pada tahun 1985 beliau langsung diangkat sebagai Pembina di tingkat kabupaten. Salah satu ciptaannya yang fenomenal yakni tabuh Lelambatan, meski tidak seproduktif dulu, namun karya Kak Djebeg masih menjadi acuan seniman tabuh pada kalangan muda.
Bahkan menurut Dewa Made Wedantara salah satu kerabat Kak Djebeg, akademisi Prof. Bandem sering bertandang untuk memperdalam ilmu berkesenian. “Prof. Bandem sering datang kesini untuk sharing tentang tabuh,” ungkapnya. Menurut Dewantara, perhatian terhadap sosok Kak Djebeg masih sangat minim dari pemerintah. Padahal hasil karya dan hasil pembinaanya telah dimanfaatkan dan dinikmati oleh generasi muda saat ini khususnya seniman tabuh. “Setahu saya, perhatian pemerintah masih minim terhadap beliau. Padahal kiprahnya luar biasa untuk kesenian Bali,” ungkap timses pemenangan paket Bagus dalam Pilkada Gianyar tahun 2013 di Desa Batubulan ini. gus/ari
Komentar