Menjemput Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Selasa, 02 Mei 2017
00:00 WITA
Nasional
5012 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Hari ini tanggal 2 Mei setiap tahun kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tanggal yang dipilih sebagai penghormatan terhadap bapak pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Jogjakarta pada tanggal 3 Juli 1922 dengan penuh keterbatasan sarana dan prasarana pada saat itu dibandingkan sekolah-sekolah Belanda. Keterbatasan itu tidak membuat kualitas pendidikan taman siswa kalah dengan sekolah Belanda karena bagi Kihajar Dewantara pendidikan itu bertujuan untuk memerdekakan. Prinsip-prinsip pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara dituangkan dalam metode pendidikan di Taman Siswa yang kita kenal dengan Patrap Tri Loka yaitu: Ing Ngarso Suntolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Saat ini selogan tersebut disingkat saja Tut Wuri Handayani yang kerap kita jumpai di dinding-dinding kelas sekolah anak-anak kita.
Kelahiran Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan harapan agar pemikiran-pemikiran beliau selalu menjiwai pendidikan kita. Pemikiran-pemikiran beliau seharusnya menjadi bahan diskusi para pendidik untuk memandu proses pendidikan oleh para pendidik. Buku-buku yang ditulis Ki Hajar Dewantara seharusnya menjadi bacaan wajib bagi para guru (pendidik), calon guru, dan para pemangku kepentingan terhadap dunia penidikan kita. Pemikiran Ki Hajar Dewantara harusnya menjadi roh pendidikan nasional kita. Rasanya harapan itu tinggal harapan karena pemikiran beliau nyaris tersimpan dalam museum yang sesekali ditengok ditengah tantangan pragmatisme pendidikan kita. Praksis pendidikan kita lebih banyak mengandalkan kelengkapan sarana prasarana, ukuran predikat nilai ujian sebagai standar mutu, walau terkadang ditempuh melalui proses tidak jujur sehingga makin menjauh dari pemikiran, praktek dan pengajaran yang digagasnya.
Mengutip dari Yudi Latif memaparkan, ganti menteri ganti kebijakan namun masih belum menyentuh esensi pendidikan yang diajarkan oleh bapak pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran. Pendidikan bermaksud "menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- setingginya". Singkat kata, pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan mempelajari dan mengembangkan kehidupan sepanjang hidup, yang diperantarai sekaligus membentuk kebudayaan. Dalam proses belajar memanusia dan membudaya itu, tugas guru bukanlah memaksakan sesuatu pada anak, melainkan menuntun mengeluarkan potensi-potensi bawaan anak agar bertumbuh, anak didik diharapkan berdiri sebagai manusia merdeka. Kemerdekaan yang harus ditumbuhkan dalam pendidikan mengandung tiga sifat: berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri. Pendidikan sebagai proses belajar menjadi manusia berkebudayaan yang merdeka itu berorientasi ganda: memahami diri sendiri dan memahami lingkungannya. Ke dalam, pendidikan harus memberi wahana kepada peserta didik untuk mengenali siapa dirinya sebagai "perwujudan khusus" dari alam. Proses pendidikan harus membantu peserta didik menemukenali kekhasan potensi dirinya, sekaligus kemampuan menempatkan keistimewaan diri itu dalam konteks keseimbangan dan keberlangsungan jagat besar. Ahli-ahli pendidikan berhaluan merdeka, mulai dari Maria Montessori, Helen Parkhurst, Rabindranath Tagore, Ki Hajar Dewantara, hingga Paulo Freire, mengingatkan fungsi pendidikan sebagai usaha mencerdaskan jiwa kanak-kanak menurut kodratnya masing-masing. Seturut dengan itu, kerja mendidik bukanlah mengajar, melainkan menuntun. Karena potensi anak berbeda-beda, maka proses pendidikan jangan sampai menghilangkan kodrat individualitas seseorang karena terdidik bersama-sama yang lain.
Pada Hari Pendidikan Naosional, mari pemikiran-pemikira Ki Hajar Dewantara kita jemput kembali dari balik museum, untuk dihadirkan dalam ruang kelas, ke dalam buku ajar, ke dalam perpustakaan, ke dalam praktek pendidikan, praktek olah raga, praktek kesenian, di sudut kantin sekolah, bahkan sampai di halaman sekolah. Dasar-dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara yang meletak pendidikan memiliki tujuan agar anak didik menjadi manusia yang sejatinya merdeka, merdeka dalam batinnya, merdeka dalam pikirannya dan merdeka dalam tenaganya. Merdeka yang dimaksud adalah dalam hal kemandirian. Manusia merdeka dengan tidak tergantung dengan orang lain, mampu berdiri sendiri, dan mampu mengatur diri sendiri. Pendidikan memerdekakan dalam gagasan Ki Hadjar Dewantara sangar erat dengan pemahaman bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing yang memiiliki bakat-bakat yang unik satu dengan yang lain. Tidak seharusnya seorang berbakat dibidang seni dipaksakan untuk menguasai ilmu sain, seorang berbakat olah raga dipaksakan untuk pintar berhitung dan analisa. Ukuran keberhasilan peserta didik disamaratakan dengan ukuran Ujian Nasional yang belum tentu sesuai dengan kecakapan dan bakat yang dimilikinya.
Selamat Hari Pendidikan Nasional !
Penulis: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda
Komentar