Menangkal Wacana Radikalisme Media Massa
Sabtu, 01 April 2017
00:00 WITA
Nasional
4464 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Bangsa Indonesia sudah sepakat untuk berperang dengan isu-isu radikalisme, radikalisme butuh media untuk mengupload dan media butuh rating sehingga kita menjadi konsumsi media tidak heran apabila 5 sampai 10 tahun ke depan Indonesia tidak dapat dikendalikan apabila kita tidak bisa membentengi diri dan menangkal arus radikalisme.
Secara garis besar, radikalisme di Indonesia terdiri dari radikal kanan yaitu pertama, kelompok yang memaksakan diri untuk menerapkan ajaran agamanya di negara Indonesia yang bersifat plural. Kedua, radikal kiri melalui kelompok PKI tua untuk eksis kembali melalui upaya perubahan UU Kebenaran dan Rekonsiliasi dan The New Left, karena komunis tidak akan pernah berhenti dan tetap akan menunjukkan eksistensinya. Ketiga, kelompok radikal lainnya, termasuk didalamnya adalah para koruptor dll.
Dalam konteks global, ISIS saat ini sangat terjepit. Wilayah Irak dan Syiria dari 97% dikuasai tinggal 28% saja. Bila mereka tamat di Syiria dan Irak maka mereka akan pindah ke Afghanistan perbatasan Rusia sebab pendukung utama ISIS adalah negara bagian Rusia. Taliban berbeda dengan ISIS dan bila ISIS pindah ke Afghanistan maka Taliban akan memindahkan medan perjuangan ke Asia Bawah, terindikasi ke Indonesia. Sementara ISIS lebih tertarik ke Philipina, dan menjadi walaiyat (Propinsi ISIS di Timur Jauh). Hoax yang sekarang ditebar kelompok ISIS adalah menyerang keamanan nasional. Hal ini merupakan dilema Medsos. Oleh sebab itu, harus dapat mengcounter aksi mereka di Medsos.
Menurut Septiaji Eko Nugroho, Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia anti Hoax menyatakan, pengguna internet di Indonesia (survey 2016) : 28 juta adalah wiraswasta, 22 juta ibu Rumah Tangga dan 10 juta mahasiswa. 54 % (71 juta) pengguna Medsos Facebook. Munculnya fenomena hoax menyebabkan konflik terjadi karena Hoax. Jenis hoax yaitu 91% sosial politik, 88,6% SARA. Indonesia mempunyai sekat alamiah karena perbedaan agama dan suku. Bangsa Indonesia mudah sekali terprovokasi oleh Hoax.
Penyebabnya yaitu literasi (kemampuan membaca) bangsa Indonesia nomor dua dari bawah diantara bangsa di dunia. Bangsa Indonesia lebih senang ngrumpi daripada membaca. Ada kebanggaan bila menjadi orang pertama yang membagikan suatu berita tanpa mencari tahu benar tidaknya berita tersebut.
Kedua, polarisasi internet tidak membuat masyarakat cerdas tetapi malah membuat rakyat masuk dalam kotak kotak kosong. Mereka lebih percaya apa yang diberitakan orang dlm kelompoknya. Dampaknya adalah hoax digunakan untuk propaganda negatif, provokasi dan agitasi. Contoh : kasus lambang PKI pada uang kertas Rupiah.
Diakui atau tidak, munculnya krisis kepercayaan publik terhadap netralitas pers dan kebenaran isi media disebabkan banyak pemilik media membuat partai, memaksa media pers yang dimiliki sebagai corong kampanyenya, sejumlah wartawan merangkap jadi tim sukses, politis menarik narik wartawan mengunjungi media/organisasi wartawan. Disamping itu, ada rumors yang berkembang mayoritas wartawan saat ini memilih jalan paling mudah untuk menulis, menulis dan memverifikasi berita melalui media sosial.
Model hoax melalui berita hoax dan model hoax (foto). Yang agak sulit adalah klarifikasi model hoax atau foto. Sedangkan pola penyebaran hoax yaitu reflektif (tulisan dan gambar yang mempengaruhi emosi secara mendalam) dan refleksi (tulisan dan gambar mempengaruhi emosi seketika).
Penekanan Presiden kepada seluruh jajaran pemerintahan adalah tentang perlunya menangkal berita bohong di dunia maya, perilaku negatif dan kontra produktif di dunia maya. Akhir-akhir ini muncul berita bohong (hoax) di Medsos yang sangat mengkhawatirkan. Adanya kemalasan untuk mengklarifikasi kebenaran berita dan justru memviralkan berita yang ada seolah benar adanya.
Berita hoax digunakan oleh kelompok radikal untuk membangun narasi dan propaganda kelompok teroris. Hal ini adalah fenomena baru dan merupakan pola rekrutmen baru yaitu dengan terbuka dan pembaiatan tidak langsung. Oleh karena itu, negara mengharapkan adanya penguatan peran dan kontribusi masyarakat sehingga konten damai dan sejuk dapat disebarkn atau diviralkan.
Cara Menangkal
Ada beberapa cara menangkal radikalisme yaitu memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar; bagaimana pelajar menggunakan smar.tphone dengan benar, tidak ada kata lain selain belajar, kita sedang dibenturkan dan dicekoke dengan isu Pancasila tidak final dan bagaimana kita ikut mensosialisasikan bahaya radikalisme dengan mengikuti perkembangan dan isu kekinian yang valid di Medsos.
Cara-cara ampuh lainnya untuk menangkal paham radikalisme yaitu jangan tinggalkan ibadah berdasarkan agama masing-masing, menghormati orang tua, menghindari perbuatan tercela demi mengejar eksistensi di Medsos, tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu di Medsos, tidak mudah terpengaruh oleh ajakan yang menentang Pancasila, terus menjaga persatuan dan kesatuan NKRI serta meningkatkan gotong royong.
Disamping itu, cara penyebaran radikalisme dengan langsung melalui kegiatan keagamaan yang bersifat tertutup atau inklusif serta tidak langsung melalui media internet/medsos. Oleh karena itu, pengaruh media sosial dapat menimbulkan kerentanan terhadap perkembangan dan pola pikir generasi muda untuk itu kita harus waspada terhadap berita-berita hoax dan menyesatkan.
Saat ini, pemerintah melalui kementerian dan lembaga telah membentuk badan Cyber Crime untuk itu mengingatkan kepada generasi muda jangan sampai membuat isu/upload yang bernuansa SARA di Medsos, hal ini penting karena diakui atau tidak saat ini Indonesia sudah dipecah belah melalui proxy war.
Langkah konkrit untuk memerangi Medsos antara lain perlu dilakukan kerjasama dengan kalangan media massa guna belajar bidang jurnalistik, melakukan deklarasi pelajar Anti Hoax untuk menangkal radikalisme pelajar. Disamping itu, cara kita menghadapi paham komunis dan radikalisme dengan baju Islam yaitu tabayun atau mengklarifikasi atau cross check dan tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu radikal yang berkembang dan dengan keterbukaan informasi di media diharapkan para pelajar dan pemuda untuk lebih berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan.
Oleh : Jelita Chaniago (Pemerhati Masalah Kebangsaan. Asal Bandung, Jawa Barat)
Komentar