Mengkritisi Realita Dan Semangat Aksi 121
Sabtu, 21 Januari 2017
00:00 WITA
Nasional
3793 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Menyikapi aksi mahasiswa bertajuk Aksi Bela Rakyat (ABR) 121 yang mengatas namakan Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) yang didukung oleh BEM nusantara sungguh sangat menyesakkan dada, bagaimana tidak dengan status kalian sebagai mahasiswa mestinya mampu menggunakan pengetahuan, akal dan nalar yang kalian miliki untuk kondisi negeri ini.Namun jika melihat dasar yang digunakan sebagai pijakan atas tuntutan kalian, sepertinya tuntutan kalian terlalu sarat politik dan terkesan ada yang menunggangi.
Untuk para mahasiswa yang dema pada hari itu, ada beberapa pertanyaan yang harus saya sampaikan seperti ini : kalian demo di suruh siapa? Atau kalian mahasiswa dapat paket pekerjaan ini dari siapa? Menurut saya penalaran kalian dalam membaca realitas sudah sedemikian tumpul.
Sebagai mahasiswa mestinya melihat realita ini dengan realistis, kita sangat mengapresiasi demontrasi atau aksi mahasiswa yang bertajuk Aksi Bela Rakyat (ABR) 121 (Kamis, 12 Januari 2017) kemarin. Namun sebagai mahasiswa harus kritis. Kritik boleh juga dilakukan melalui demonstrasi atau aksi. Karena demonstrasi dilindungi oleh undang-undang (UU). Kalau perlu setiap minggu demo untuk mengkritisi pemerintahan. Tidak masalah. Tentunya harus sesuai koridor-koridor hukum yang berlaku, terutama tidak boleh anarkis dan benar-benar gerakan murni dari pemikiran mahasiswa itu sendiri bukan titipan atau ada yang menunggangi.
Namun demikian, jika berbicara konten demo yang dilakukan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia, rasanya seperti kurang tepat atau saya katakan tidak pas. Tafsir mahasiswa terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi yang menurut mereka menyengsarakan rakyat itu keliru sama sekali.
Seperti diketahui, setidaknya ada 3 kebijakan pemerintahan Jokowi yang dikritisi mahasiswa dalam demo 121 kemarin. Pertama adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL), lalu ada kenaikan harga BBM non subsidi, dan terakhir kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB.
Mahasiswa seharusnya menjadi motor penggerak negara bukan sebagai penggerak demo omong kosong yang nampaknya minim pemikiran kritis, namun penggerak motor kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ada banyak yang sebenarnya mereka bisa lakukan seperti membuat aplikasi untuk para petani supaya hasil pertanian dapat maksimal, membuat sistem supaya para petani menjadi sejahtera dan tidak lagi ditekan para tengkulak kejam dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan oleh mahasiswa untuk masyarakat.
Menyikapi aksi 121 kemarin, saya ingin mengajak mari kita hitung-hitungan, pertama, mahasiswa yang marah gara-gara harga cabai naik, memang satu hari kalian makan berapa kilo cabai hingga ketika ada kenaikan harga mereka terasa terganggu. Tidak realistis, hampir setiap tahun Indonesia belum bisa mengatasi kelangkaan cabai disaat musim penghujan dan baru sekarang mereka koar-koar. kedua, pajak naik hingga 100-200 ribu padahal pajak dibayar 5 tahun sekali jika dihitung 200 dibagi 5 tahun berarti 40 ribu satu tahun. Mereka mungkin masih menganggap rakyat Indonesia sangat miskin hingga tidak bisa menyisihkan 40 ribu rupiah dalam satu tahun.
Jika benar kekhawatiran mahasiswa tentang kenaikan pajak dan harga cabai membahayakan kestabilan negara, lebih baik mereka dialog dengan bapak Jokowi supaya ditemukan solusi bersama. Sebab apa yang sudah dilakukan oleh pemerintahan sekarang adalah untuk masyarakat luas, seperti Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan dengan pembangunan infrastruktur yang sebelumnya mangkrak, pemerataan harga di seluruh Indonesia, peningkatan ekonomi, dan lain-lain masih banyak lagi. Menurut saya tindakan itu lebih bijaksana daripada demo dan mengganggu kenyamanan publik. Namun kenyataannya sampai saat ini daya beli masyarakat masih terjangkau.
Mahasiswa merupakan elemen bangsa yang intelek atau yang kita kenal sebagai agen perubahan (agen of change). Tentunya harus punya landasan-landasan yang faktual saat melakukan aksi. Kritik pun harus faktual dan lahir dari tafsir yang tidak keliru, serta didasari rasa tanggung jawab atas pengungkapan kebenaran yang sesungguhnya.
Mari kawan-kawan Mahasiswa berikan sumbangsih yang lebih untuk negara karena untuk jadi pemerintah itu tidak mudah. Ingat kawan kita bukan hidup di negeri jin yang semalam bisa selesai.
Syarifah Farida : Pemerhati masalah kebangsaan, dan aktif pada Gerakan Penegak Pancasila untuk Kesejahteraan.
Komentar