PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Demontrasi Tanpa Amuk atau “AMOK” Massa

Minggu, 30 Oktober 2016

00:00 WITA

Nasional

4221 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

istimewa

Jakarta, suaradewata.com - Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), AM Hendropriyono mengingatkan agar demonstrasi yang akan dilakukan pada hari Jumat, 4 November 2016 dilakukan secara tertib dan tidak melanggar hukum. Hal ini disampaikannya lewat akun twitternya @edo751945, 28 Oktober 2016 lalu kepada yang disebutnya sebagai ‘saudara-saudaraku, adik-adikku, anak-anak dan para cucuku generasi penerus bangsa Indonesia yang tercinta. “Pelanggaran hukum dalam konteks moral kita, harus disertai dengan kesadaran hukum. Oleh karena itu semua pemrotes yang melanggar hukum, harus juga bersedia dengan ikhlas untuk dihukum,” demikian ujarnya lewat akun twitternya.

Dibawah ini adalah isi lengkap dari akun twitter AM Hendropriyono:
“Ijinkan saya dengan segala kerendahan hati mengingatkan kalian sehubungan dengan santernya desas-desus akan adanya demonstrasi massa di Jakarta. Kami atas nama generasi yg terdahulu ingin sekedar mengingatkan kembali, bahwa: Hanya demonstrasi yg dilakukan dengan damai, aman, terkendali, tanpa amuk atau "amok" massa yg anarkis tanpa sentimen suku, antargolongan,ras dan agama adalah yang benar meruapkan kepribadian asli kita berdasarkan moral luhur bangsa Indonesia. Bahkan nenek moyang kita dulu melakukannya secara perorangan, sehingga menjengkelkan Belanda. Cara protes Samin Soerosentiko di Blora membuat dia ditangkap dan dibuang oleh pemerintah kolonial. Mahatma Gandhi juga melakukan cara ini, sehingga India merdeka. Martin Luther King Jr. di Amerika Serikat juga dmk shg Obama yg negro sekarang bisa jadi Presiden negara yang mayoritasnya masyarakat bule. Cara nenek moyang bangsa Indonesia asli tersebut adalah cara unjuk rasa yangg digali dalam moral Pancasila sebagai prinsip hidup kita dalam berbangsa dan bernegara. Dalam terminologi Barat protes cara asli kita ini mereka kenal sebagai Pembangkangan sipil (civil disobedience).

Pembangkangan sipil merupakan protes yang tidak punya agenda untuk meniadakan pemerintah, karena sadar bahwa menjatuhkan pemerintah berarti mengundang kegoncangan dan malapetaka, yang membahayakan seluruh rakyat. Kaum anarkis tidak menghendaki kehadiran pemerintah. Mereka itu adalah kaum Neoliberal, yang merindukan kebebasan individu yang bablas tanpa hirarki sosial.

Kita menentang komunisme yang atheis dengan memberi landasan hukum TAP MPRS 25/1966. Kita juga menentang Neoliberalisme yang anarkis, tapi belum memberikan landasan hukum yg sama seperti itu. Hal ini disebabkan pengaruh Neoliberalisme. Dalam 4 kali amandemen konstitusi kita, telah mengebiri MPR RI sehingga tidak boleh mengeluarkan TAP MPR lagi sebagaimana juga tidak boleh mencabut yang sudah ada.


Namun demikian landasan moral kita punya nilai yang lebih tinggi dari landasan apapun. Pelanggaran hukum dalam konteks moral kita, harus disertai dengan kesadaran hukum. Oleh karena itu semua pemrotes yang melanggar hukum, harus juga bersedia dengan ikhlas untuk dihukum. Demonstrasi 4 November 2016 nanti diklaim menggerakkan umat Islam untuk mendorong pemerintah menegakkan hukum dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sedihnya saya adalah melihat para politisi mau mengail di air keruh. Karena ingin kursi DKI 1 (gubernur-red). Sangat menyedihkan,” kicauan AM Hendropriyono di twitter, Jakarta Minggu (30/10).


Komentar

Berita Terbaru

\