Blunder Arcandra Tahar, Siapa Yang Disalahkan
Sabtu, 24 September 2016
00:00 WITA
Nasional
4341 Pengunjung
ilustrasi
Opini, suaradewata.com – Polemik pemecatan Menteri ESDM, Arcandra Tahar (AT) tidak pernah berhenti, media sosial yang anti AT serta pemerintah tidak pernah berhenti memberitakan sisi negatif dari kasus dwi kewarganegaraan AT. Pemberitaan media nasional dan lokal secara terus menerus kemudian dimanfaatkan kelompok kepentingan politik, civitas akademika, aktivis LSM dan sebagainya untuk mendeskreditkan arah kebijakan pemerintah terkait reshuffle Kabinet Kerja jilid II. Muncul pula isu politis lainnya, yakni pemerintah dianggap telah melakukan pelanggaran UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Berbagai tanggapan yang disampaikan pejabat pemerintah yang terlihat membela presiden terkait kasus AT digunakan sebagai berita panas untuk menyerang balik atau bahkan mempersalahkan institusi tertentu.
Pernyataan Menkumham bahwa status kewarganegaraan AT belum lepas dari Indonesia walau memiliki paspor Amerika Serikat sangat dikecam. Sebagai pejabat negara yang berwenang, beliau belum menandatangani SK Pencabuan Kewarganegaraan AT. Artinya kewarganeraan Indonesia AT masih sah sehingga tetap layak diberikan jabatan strategis. Namun kelompok yang berseberangan menilai kita menganut azas tunggal kewarganegaraan, dengan memegang Paspor AS bahkan mengangkat sumpah setia mejadi WN AS, dia telah kehilangan status WNI-nya. Meski dia telah telah mengembalikan Paspor AS-nya dan masih memiliki Paspor Indonesia yang batas waktunya masih berlaku, tidak otomatis dia kembali menjadi WNI.
Ada pula pihak yang mencoba melemparkan kesalahan kepada institusi tertentu, sebut saja Badan Intelijen Negara (BIN) karena dianggap tidak mampu memberikan informasi terkait status warga negara AT sebelum dilantik presiden. Moment ini kemudian sengaja digunakan meminta Presiden agar segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN. Desakan ini datang dari kelompok yang tidak menyukai kinerja Kepala BIN serta mereka yang memiliki agenda lain yakni hendak melmuluskan jalan bagi kandidatnya menjadi calon Kepala BIN yang sudah ramai diberitakan belakangan ini. sehingga moment ini sengaja dimanfaatkan untuk melengserkan Sutiyoso. Padahal sejumlah pihak termasuk anggota Komisi I DPR memberikan apresiasi positif atas keberhasilan Sutiyoso selama ini, mulai dari pendekatanm kemanusiaan terhadap kelompok bersenjata di Aceh dan Papua, serta kemampuannya memulangkan buronan koruptor dari luar negeri.
Ada juga pihak yang secara terang-terangan menyatakan yang bersalah adalah Presiden Joko Widodo sendiri, karena dalam hal mengangkat dan memberhentikan para pembantunya adalah Presiden sendiri. Mereka menilai pemerintah melanggar ketentuan UU Kementerian Negara sedangkan AT dinilai melanggar UU Kewarganegaraan. Dibalik itu semua, yang harus dijelaskan Pak Jokowi melalui Juru Bicara atau Mensegneg adalah siapa sebenarnya yang merekomendasikan nama AT sebagai Menteri ESDM dalam reshuffle jilid II lalu. Juga perlu dijelaskan secara gamblang, apakah sebelum menetapkan seseorang menjadi pembantunya, Presiden Jokowi terlebih dahulu meminta pertimbangan atau masukan dari pihak terkait seperti intelijen, KPK, PPATK dan sebagainya. Jika pemerintah bersedia mengungkpkan hal ini secara jujur dan terbuka, diharapkan polemik terkait masalah AT dapat diredam. Sebaliknya jika pemerintah merasa hal itu tidak perlu diungkapkan karena menyangkut kerahasiaan negara atau integritas pejabat tertentu, diharapkan juga masyarakat dapat memahaminya.
Mengingat desakan yang cukup kuat dari kelompok tertentu memanfaatkan media sosial, Presiden Jokowi terpaksa memberhentikan AT dari posisi Menteri ESDM yang baru dijabat selama 20 hari kerja. Padahal selama masa kerja yang singkat itu, beliau sudah menerapakan sejumlah kebijakan yang sangat baik sehingga tinggal diteruskan saja oleh penggantinya sebagaimana dikatakan Luhut Binsar Pandjaitan. Salah satunya, dia telah berhasil mengurai cost harga minyak dan gas yang berujung pada penghematan dan keuntungan besar-besaran bagi Indonesia. Presiden pasti mau memanggil pulang AT dari AS karena mendapat info terkait kinerjanya yang membanggakan selama bekerja di AS. Diharapkan dia dapat menyumbangkan kemampuannya untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. Walau tidak lagi mendapat posisi menteri, dia masih bisa diberikan posisi lain untuk dijadikan wahana mengimplementasikan rasa cinta terhadap Indonesia dalam bentuk kerja nyata.
Sebagai seorang profesional yang anti korupsi sejak menjabat AT langsung bertemu Pimpinan KPK, kabarnya hal ini dilakukan untuk meminta komisi tersebut segera masuk membersihkan kementerian ESDM dari dugaan korupsi yang selama ini terjadi. Publik kemudian menduga jangan-jangan beliau dituntut mundur sesungguhnya bukan karena dwi kewarganegaan tetapi hanya digunakan sebagai alat saja karena mereka khawatir kasus mega korupsi yang selalu disembunyikan akan terungkap.
Jabatan Menteri ESDM sangat strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak, dan bersentuhan langsung dengan berbagai perusahaan nasional dan multinasional. Yang terpenting lagi adalah nilai proyek/anggaran didalamnya sangat besar. Tidaklah heran jika dalam kabinet sebelumnya banyak pihak yag terjebak dalam kasus mega korupsi di Kementerian ESDM, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif serta swasta. Mengingat begitu penting dan strategis jabatan itu, banyak kalangan sangat berkepentingan terhadap sosok yang memegang jabatan tersebut. Dalam kabinet kerja sebelum resuffle jilid II, publik mengetahui berbagai perseteruan antara Menteri ESDM, SS yang didukung pejabat diatasnya dengan Menko Kemaritiman, RR terkait dugaan pemborosan dalam pengelolaan proyek-proyek raksasa dilingkung Kementerian ESDM. Belum lagi perseteruan antara SS dengan pimpinan PLN yang menolak hampir semua skema kerja yang ditetapkan SS terkait pengadaan listrik di tanah air. Semuanya itu bisa menunjukan adanya dugaan korupsi selama Kementerian ESDM berada dibawah kepemimpinan SS. Karena itu patut diduga pihak yang selama ini mendukung SS adalah kelompok yang sangat intens bersuara menentang langkah kerja yang dilakukan AT berkoordinasi dengan KPK memnfaatkan media sosial . Medsos langsung memanfaatkan peluang ini mengingat tanpa adanya berita panas, oplah akan turun serta hits di media on line juga akan sepi.
Sebagaimana diungkapkan Wapres, pemerintah bisa mengembalikan AT menjadi WNI, melalui Pasal 20 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyebutkan bahwa orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan DPR RI. Cara seperti itu sudah pernah dilakukan pemerintah Indonesia terhadap eks petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Teuku Hasan Tiro dan Zaini Abdullah, serta para pemain sepak bola yang dinaturalisasi agar bisa bermain untuk tim nasional sepak bola Indonesia. Gayung nampaknya bersambut, Ketua Komisi III DPR sudah menyatakan, pihaknya siap memproses permohonan kewarganegaraan AT jika pemerintah mengajukannya ke DPR untuk meminta pertimbangan. Kemungkinan besar langkah yang akan ditempuh pemerintah ini, karena baik Presiden maupun Wakil Presiden serta para anggota dewan baru menyadari bahwa negara kita yang memiliki sumber daya mineral ini, memang sangat memerlukan kemampuan seorang AT.
Tidak heran jika berbagai pihak yang mendukung AT, mengharapkan proses penetapannya sebagai WN Indonesia segera dilaksanakan. Publik yakin negaralah yang akan menerima keuntungan ganda, jika AT bisa kembali memiliki status WNI dan berkarya di Indonesia. Selain memiliki kemampuan luar biasa dio bidang Migas, dia juga memiliki sejumlah hak paten di AS yang bisa dimanfaatkan di Indonesdia. Dengan demikian pemberhentian AT dari jabatan Menteri ESDM yang rugi adalah bangsa Indonesia sendiri, kita gagal memanfaatkan kemampuan dan integritas anak bangsa untuk kemajuan bangsa di bidang yang sangat strategis ini. Publik pasti akan menyambut baik wacana memulihkan status kewarganegaraan AT, untuk ditunjuk kembali sebagai menteri atau jabatan lain yang berkaitan dengan kemampuannya. Selain terhadap AT, pemerintah juga diharapkan mau memanggil pulang sejumlah warga negara asal Indonesia lainnya yang memiliki kemampuan diberbagai bidang keilmuan dan saat ini masih berkarya di luar negeri. Mereka diharapkan mau berkarya di dalam negeri demi kemajuan bangsa dan negara.
Andre Penas
Pemerhati Permasalahan Politik
Komentar