Verifikasi Faktual Dinilai “Sarat Intimidasiâ€, SURYA Tetap Positif Thinking
Sabtu, 27 Agustus 2016
00:00 WITA
Buleleng
4762 Pengunjung
suaradewata
Buleleng, suaradewata.com – Sejumlah tekanan yang dialami paket bakal calon perseorangan Dewa Nyoman Sukrawan – Gede Dharma Wijaya (SURYA) dalam melewati tahapan verifikasi faktual sudah diprediksi sejak awal akan terjadi. Hal tersebut pun diakui oleh Sukrawan yang mengaku mencoba berpikir positif terkait kompetisi politik yang dinilai wajar terjadi.
“Untuk menjadi pimpinan Buleleng bukan suatu jalan yang mudah. Ini sudah resiko dalam berpolitik. Tapi saya positif thinking saja dan biarkan proses berjalan sebagaimana mestinya. Aturan sudah ada, tinggal dijalankan. Yang melanggar ya ada konsekuensinya. Saya tidak khawatir kok,” ujar Sukrawan, Sabtu (27/8).
Kondisi tersebut terkait sejumlah fakta yang telah muncul terkait dengan tahapan verifikasi yang sudah menyeret Perbekel Celukan Bawang, M Azhari, menjalani klarifikasi oleh Panwaslih Buleleng beberapa waktu lalu.
Bukan hanya itu, dari sejumlah tim relawan pun mengakui bentuk intimidasi dalam bentuk yang tidak langsung dilakukan pihak-pihak yang memiliki kepentingan agar SURYA tidak lolos dalam verifikasi faktual tahap pertama.
Beberapa KTP pendukung yang sejak awal sudah terkumpul dan akan disetorkan pun mengalami penjegalan ketika ingin disetorkan. Bahkan, fakta ancaman yang dilaporkan oleh Made Widiasa (41) warga Banjar Tegal Lenge, Desa Kalisada, Kecamatan Seririt, ke Panwaslih Buleleng pun telah menunjukan fakta intervensi terhadap satu-satunya pasangan balon perorangan dalam tahapan Pilkada Buleleng 15 Februari 2017.
Bukan hanya itu, proses verifikasi dibeberapa desa pun syarat dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum dari unsur Bhabinkamtibmas. Beberapa sumber di kawasan Desa Tejakula Buleleng menyebutkan, banyak warga yang ketakutan akibat proses verifikasi faktual yang melibatkan oknum aparat Polres Buleleng.
Bukan karena peran aktif oknum aparat penegak hukum yang menjaga keamanan proses verifikasi faktual oleh pihak KPU di masing-masing wilayah kecamatan. Namun sikap oknum Bhabinkamtibmas yang mengambil gambar warga layaknya seorang tersangka dalam kasus tindak kriminal.
Proses pendampingan yang dilakukan pun disebut tidak hanya oleh satu atau dua orang oknum aparat. Akan tetapi bisa lebih dari dua orang serta datang dengan bergerombol ke rumah warga terverifikasi faktual.
“Ada yang Bapaknya pingsan karena anaknya di foto oleh aparat. Karena dipikir anaknya ada kasus dan masyarakat di pedesaan pun memang agak khawatir dengan keberadaan polisi. Sebab pikiran mereka pasti sedang terjadi masalah ketika ada aparat mendatangi,” papar Sumber di Desa Tejakula.
Terkait keberadaan aparat Polres Buleleng yang turut menyertai tim verifikasi faktual, Kapolres Buleleng yakni AKBP Made Sukawijaya membenarkan hal tersebut. Dikonfirmasi melalui pesan singkat ke kontak pribadinya, Sukawijaya membenarkan keberadaan anggotanya dalam proses verfikasi faktual.
“Untuk Babhin (Babhinkamtibmas) tidak ada yang kita libatkan dalam verifikasi faktual. Yang kita libatkan adala Pers dari Polsek (Anggota Polisi yang bertugas layaknya seorang Wartawan melakukan peliputan) dan kalau tidak cukup, dibantu dari Polres,” ujar Sukawijaya melalui pesan singkat.
Masih melalui pesan singkat tersebut pun disampaikan, terlibatnya Polres Buleleng dalam proses verifikasi faktual merupakan kesepakatan dalam rapat kordinasi dan terpadu. Dimana, lanjutnya, satu PPS akan didampingi oleh satu orang anggota polisi.
Dalam proses verifikasi tersebut, Sukawijaya menurunkan 480-an anggota Polres Buleleng selain Bhabinkamtibmas. Tugas anggota yang diturunkan tersebut untuk mengamankan orang, barang, dan kegiatan saja tanpa boleh masuk ke dalam proses verifikasi.
“Bahkan sudah kita arahkan secara lisan maupun berupa TR tidak boleh mendekat kecuali diminta oleh anggota PPS untuk menghindari kecurigaan dikemudian hari,” pungkasnya.adi/aga
Komentar