Diskusi Peradah dan KMHDI Terkait Calon Pemimpin PHDI Pusat
Jumat, 19 Agustus 2016
00:00 WITA
Denpasar
4485 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Jajaran kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDIP) periode 2011-2016 akan berakhir Oktober nanti. Rampungnya kinerja PHDIP yang dipimpin oleh Sang Nyoman Suwisma itu akan ditandai dengan mahasabha yang akan berlangsung di Surabaya 21 Oktober 2016. Berbagai catatan kinerja terdahap pengurus Parisada Pusat ini disikapi oleh berbagai komponen umat Hindu. Diantaranya, melalui jajak pendapat (survey) terkait kinerjanya yang digelar oleh Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (peradah), Kesatuan Mahasiswa Hindu Indonesia (KMHDI) dan Media Hindu.
Laporan hasil survey, Kamis (18/8) kemarin didikusikan oleh Peradah Bali dan KMHDI Bali yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung PHDI Bali, Jl Ratna no 71, Denpasar. Dikusi publik kali ini menghadirkan berbagai unsur dan elemen Hindu diantaranya akademisi, praktisi, LSM Hindu, organsiasi kepemudaan Hindu, mahasiswa dan masyarakat umum. Acara yang mengusung tema “Mencari Ketua PHDI Pusat Dambaan Umat Hindu “ tersebut berlangsung alot. Peserta diskusi melimpahkan segala unek-unek terkait kinerja lembaga yang sudah berdiri sejak 1959 lalu itu. Milai dari kritik hingga saran-saran konstruktif. Memang jika mengacu dari survey, umat Hindu belum merasakan kehadiran PHDI Pusat dalam memberikan pengayoman terkait isu-isu keumatan.
Mulai dari kasus SARA, diskriminasi, hingga pelecehan simbol-simbol agama Hindu. “Parisada memang telat dalam menyikapi berbagai isu, ini menjadi persolan serius,”kata Ketua Umum Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor HIndunesia) Ida Bagus Ketut Susena menyikapi hasil survey. Menurutnya, kedepan dibutuhkan pemimpin-pemimpin majelis yang memang murni mau ngayah, bebas dari kepentingan politik praktis hingga memiliki jejak rekam yang baik. Menurutnya, selama ini PHDI Pusat belum bisa memberikan contoh terhadap PHDI di berbagai daerah di Indonesia.
Tak sampai disana saja, PHDIP dibawah pimpinan Sang Nyoman Suwisma dinilai kerap melanggar dan tak sejalan dengan anggaran dasar dan anggran rumah tangga organisasi. Beberapa kebijakan strategis yang diambil alih, malah tanpa adanya koordinasi dengan Sabha Pandita dan Sabha Walaka. Misalnya dalam hal pendaftaran PHDI sebagai organisasi massa (Ormas). Hal tersebut, menjadi sorotan sebab, PHDI sebagai satu-satunya majelis tertinggi tercoreng citra dan wibawanya hanya sekadar mengejar bantuan dari pemerintah pusat. “Kalau memang PHDI sudah berbentuk ormas, apa bedanya dengan ormas-ormas lain (statusnya, red). Kita ingin memposisikannya (PHDI, red) sebagai lembaga terhormat di umat Hindu,”kritik dosen IHDN Denpasar Dr I Made Adi Surya Pradnya.
Selama ini, pendanaan organisasi, kata dia menjadi masalah klasik dalam menggerakkan organisasi PHDI. Padahal di satu sisi, majelis keumatan ini memiliki aset-aset yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pengurusnya.
Hanya, entah kenapa, sejauh ini pengurus PHDI tidka bisa menginventarisir aset yang memiliki nilai fantastis. Terkait hal itu, Putu Wirata Dwikora selaku Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat angkat bicara. Ia mengakui bahwa asset Parisada tersebar dibeberapa daerah dan hilang begitu saja. Di internal sendiri, sudah ada upaya untuk membentuk tim aset untuk mengidentifikasi aset-aset potensial. Hanya saja, tim tersebut dinilai bekerja kurang maksimal. “Ujung-ujungnya kembali pada dana operasional lagi. Kita juga tidak bisa menekan tim aset bekerja maksimal. Karena mereka ngayah,”akunya yang juga Ketua Bali Coruption Watch (BCW) tersebut.
Sementara itu Dayu Sri dari Lembaga Tri Murti menilai momentum mahasabha yang akan datang sebagai bahan evaluasi kinerja PHDI Pusat. Ia juga berharap agar umat Hindu realistis melihat kondisi PHDI, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Pasalnya, tidak semua keinginan umat bisa dipenuhi jika majelis tertinggi tersebut masih dikelola dengan pola ngayah. “Spirit ngayah tetap dijaga, tapi apresiasi terhadap pengurus dan internal PHDI juga harus dipertimbangkan secara profesional. Siapa yang tahan di organsiasi kalau ngaah terus. Merek a juga butuh makan, punya keluarga,”tambahnya.
Sedangkan dua panelis yamng hadir dalam diskusi tersebut yakni Akademisi IHDN Dr I Gede Suwindia MA dan Komisi IV DPRD Provinsi Bali menilai bahwa umat Hindu memiliki ekpektasi (harapan) besar terhadap PHDI Pusat. Berbagai permasalahan yang muncul yang berimas pada umat Hindu didorong agar dituntaskan oleh PHDI. Padahal, tidak semua masalah keumatan tangung jawab dan domain Parisada. Seperti kemiskinan, Pendidikan dan ekonomi umat. “Ini tanggungjawab kita semua, termausk pemerintah,”pungkas Suwindia yang juga wakil Rektor I IH.gus/aga
Komentar