PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Aset Kebun Cengkeh PD Swatantra “Terlantar”, Ada Setoran Masuk Pemkab Buleleng??

Rabu, 17 Agustus 2016

00:00 WITA

Buleleng

4734 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Buleleng, suaradewata.com – Hasil pengelolaan perkebunan yang menjadi pendapatan asli daerah pemerintah Kabupaten Buleleng kembali menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, selain muncul nama Perusahaan Daerah (PD) Swatantra sebagai pihak yang memiliki otoritas pengelolaan hasil perkebunan aset Pemkab Buleleng, beberapa juga dikelola langsung oleh masyarakat bahkan pihak pemerintahan desa. Hal tersebut terungkap dari keterangan Perbekel Desa Cempaga, Putu Suarjaya, ketika dikonfirmasi suaradewata.com, Rabu (17/8).

“Tender tertutup kemarin untuk satu hektare lahan cengkeh yang sudah menghasilkan diikuti oleh 12 orang. Saya buka di angka Rp120 juta dan laku Rp145 juta oleh warga kami di Desa Cempaga sendiri,” papar Suarjaya dari balik telepon selulernya.

Tender tertutup untuk penjualan cengkeh aset Pemkab Buleleng tersebut berlangsung pada tanggal 29 Juli 2016 dengan Putu Karmada sebagai pemenang ternder kebun cengkeh itu.

Suarjaya mengatakan, ada 3 hektare lebih beberapa are luasan aset Pemkab Buleleng yang terletak di kawasan desanya. Dari 3 Hektare tersebut, dua hektere merupakan tanaman cengkeh yang baru berumur 4 tahun. Sehingga, belum bisa dipanen dan menghasilkan pendapatan.

Dikonfirmasi terkait dengan sistem pembagian hasil, Suarjaya mengaku baru saja dilakukan pemindahan pengelolaan aset tersebut ke tangan pemerintah Desa Cempaga. Yang mana, lanjut Suarjaya, aset tersebut sebelumnya di sakap atau dikelola oleh masyarakat secara personal.

“Agar tidak menimbulkan kecemburuan di masyarakat terutama tidak menyebabkan konflik sosial, maka kami sepakat dikelola oleh tim Harmoni yang langsung dibawa pemerintahan desa,” papar Suarjaya menegaskan.

Pengambil alihan tersebut berawal ketika pihaknya melihat kondisi kebun yang tidak dirawat sama sekali oleh yang sebelumnya mengelola. Dan selain itu, kata Suarjaya, hasil pengelolaan pun cenderung tidak dilakukan secara transparan sehingga inisiatif pengambil alihan kebun pun dilakukan langsung dengan pihak Pemkab Buleleng.

Ia pun mengaku baru saya melakukan penandatanganan pemindahan pengelolaan tersebut pada bulan Maret 2016 lalu. Yang saat diambil alih untuk dikelola pemerintahan Desa Cempaga, pihak Pemkab Buleleng diwakili langsung oleh Sekretaris Pemerintahan Kabupaten Buleleng, Dewa Nyoman Puspaka.

Dikonfirmasi terkait dengan sistem pembagian hasil, Suarjaya menyebutkan yang menjadi salah satu kesepakatan kerjasama pihak pemerintah desa dengan Pemkab Buleleng adalah setengah dari hasil setelah dipotong biaya perawatan disetorkan langsung ke Pemkab Buleleng.

“Kalau sistem yang kemarin kami sepakati dan dalam tender laku Rp145 juta, itu dipotong Rp25 juta untuk biaya perawatan. Kemudian sisa Rp120 juta dibagi dua antara Pemkab Buleleng dengan pemerintah Desa Cempaga. Dan total bersih yang disetorkan langsung ke Pemkab Buleleng Rp60 juta,” tutur Suarjaya yang memastikan hasil penjualan masuk ke Pemkab Buleleng dan tidak ke PD Swatantra.

Suarjaya yang juga seorang pengusaha cengkeh dan memiliki perkebunan cengkeh pribadi mengaku tidak mengetahui tentang sistem setoran yang berlaku sebelum  aset Pemkab Buleleng tersebut diambil alih pengelolaan oleh pemerintah Desa Cempaga Maret 2016. Namun, lanjutnya, sepengetahuannya adalah ada pembagian hasil yang dilakukan dengan pihak penyakap lahan.

Terkait hasil panen di tahun 2015, Suarjaya mengaku tidak mengetahui angka pasti penjualan hasil panen satu hektare lahan tersebut. Yang mana, sistem penjualan  yang menjadi kebiasaan adalah dibeli di atas pohon tanpa melibatkan  pihak pengelola dalam proses panen.

Suarjaya pun menyebut hasil panen di tahun 2015 berada di kisaran angka Rp40 juta sampai dengan Rp50 juta. Sebab, kata Suarjaya, panen cengkeh yang pohonnya tidak dirawat dengan baik tidak akan menghasilkan maksimal setiap tahun.

 

“Kalau hasil kebun pribadi saya, setiap tahun bisa panen raya karena dirawat. Tapi kalau tidak dirawat, hasil yang besar hanya bisa didapat dalam tahun kedua dan setahun sebelumnya lebih sedikit,” pungkas Suarjaya.

Sebelumnya diberitakan, hasil pengelolaan 87 Hektare kebun aset Pemerintah Kabupaten BUleleng yang 75 persen didominasi tanaman cengkeh dikelola oleh pihak PD Swatantra yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pemerintah di Bali Utara.

Dari data yang berhasil dihimpun suaradewata.com sejak tahun 2007 hingga tahun 2014, hasil pengelolaan aset perkebunan seluas 87 hektare oleh PD Swatantra tidak pernah menyetorkan hasil yang lebih dari angka Rp100 juta setiap tahunnya. Kondisi tersebut baru berubah di tahun 2015 dengan angka setoran ke kas PAD sebesar Rp160.600.000.

Sedangkan sebelumnya, angka setoran dari kewajiban sebesar 40 persen yang diserahkan dari hasil pengelolaan hanya di angka Rp61.493.301.518 di tahun 2014. Bahkan, angka laporan pertanggungjawaban ditahun 2014 pun terdapat selisih kurang dari hasil yang dilaporkan sebesar Rp75 juta pada tahun yang sama.

Sementara, pada pengelolaan dibawah tahun 2014 hanya mencapai angka tertinggi di nominal Rp35 juta dan terendah di Rp20 juta pertahun.

Perbandingan hasil pengelolaan yang dilakukan oleh pihak PD Swatantra pun akhirnya menimbulkan tanda tanya besar oleh sejumlah kalangan. Baik dari masyarakat, LSM, hingga ditubuh legislatif.

Pasalnya, pada tahun 2012, harga cengkeh sempat ada di kisaran harga Rp200 ribu perkilogram kering. Hingga turun ditahun selanjutnya pada angka Rp150ribu perkilogram kering. Berdasarkan perbandingan angka hasil penjualan satu hektare lahan cengkeh di Desa Cempaga yang terjual Rp145 juta dengan salah satu lahan cengkeh produktif seluas 47 hektare di Desa Tajun.

Dugaan mega korupsi hasil pengelolaan puluhan hektare lahan cengkeh yang merupakan aset Pemkab Buleleng pun terkuak lewat keterangan mantan Ketua Komisi III DPRD Buleleng periode 1999 – 2007, Made Suwija. Yang menurut pengakuannya, ada bagi-bagi “amplop” yang diatur oleh oknum pejabat teras Pemkab Buleleng berinisial SM.

Menurut keterangan Suwija ketika dikonfirmasi sebelumnya, beberapa aset Pemkab Buleleng pun tidak sepenuhnya teregistrasi ke dalam buku aset daerah. Yang sebelumnya, kata Suwija, ada sejumlah hektare lahan yang baru-baru ini masuk ke dalam aset daerah.

Suwija yang juga mengelola hasil kebun cengkehnya sendiri mengaku, dari 50 are kebun cengkeh produktif mampu menghasilkan cengkeh dengan berat 5 Ton kering. Bahkan, hasil paling sedikit tetap diatas 3 Ton kering.

“Saya yang punya kebun cengkeh 50 are bisa punya mesin penggilingan kopi bahkan tempat penjemuran cengkeh. Coba lihat PD Swatantra, apa punya penggilingan kopi (Sebab ada perkebunan kopi yang dilkelola) atau tempat penjemuran cengkeh. Puluan hektare lho yang dikelola. Dan yang ditajun dan daerah Desa Gobleg itu hasilnya luar biasa bagus buahnya,” pungkas Suwija beberapa waktu lalu yang mengaku sangat bersalah jika tidak mengungkap kondisi “bobrok”nya pengeloaan aset Pemkab Buleleng.

Terkait dengan bentuk kerjasama yang diambil alih oleh Desa Cempaga dan setoran langsung ke Pemkab Buleleng, Sekertaris Daerah Pemerintah Kabupaten Buleleng yakni Dewa Nyoman Puspaka belum berhasil dikonfirmasi suaradewata.com.adi/aga


Komentar

Berita Terbaru

\